Ruangan kecil yang selama ini menjadi kamar Bayu tertata rapi. Tampak Herman duduk di atas tikar tipis yang tak lain adalah alas tidur Bayu. Di tangan pria itu tampak bingkai foto yang sempat Dimas temukan. Deraian air mata mengalir di pipi tirusnya. Wajahnya mengisyaratkan kesedihan yang mendalam.
"ya Allah, tempat ini sangat tidak layak untuk dikatakan kamar. Tapi selama ini, tempat inilah yang menjadi kamar dimana Bayu tidur. Tidur hanya beralas tikar tipis ini.."
"ya Allah.. Papa macam apa aku ini ?? Selama 17 tahun, aku tak pernah menganggapnya. Aku tidak pernah mengakuinya. Bahkan aku sama sekali tidak pernah memperlakukannya dengan baik. Yang ada aku malah menyakiti dan menyiksanya.." Herman memeluk foto itu. Dada pria paruh baya ini terasa sesak.
Ibu jari Herman mengusap foto itu. Foto Bayu yang tampak pucat. "maafkan Papa, Nak. Maafkan Papa yang tidak bisa menjadi Papa yang baik untuk kamu. Papa sering sekali melukai kamu, Nak.. Papa janji, Nak.. Papa akan berubah.. Papa minta maaf, Bayu.."
"Pah..." terdengar suara yang familiar bagi Herman.
"Dimas..."
"iya, Pahh.." Dimas duduk disamping Papanya. "Papa jangan nangis. Bayu akan sedih, kalo Bayu liat Papa nangis.."
Perlahan Dimas menyeka air mata sang Papa. "Bayu sayang banget sama Papa.. Bayu tidak akan pernah membiarkan siapa pun membuat Papa menangis."
"maafin Papa, Dim.. Papa sudah gagal menjadi Papa yang baik buat kalian. Papa selalu saja melukai hati kalian. Papa memang tidak pantas menjadi Papa buat kalian."
"nggak, Pah.. Papa adalah Papa yang terbaik yang pernah kita punya. Kita bangga banget bisa jadi anaknya Papa.. Kita sayang banget sama Papa.." Dimas melingkarkan kedua tangannya di pinggang Herman. Menyandarkan kepalanya di dada bidang Papa.
"Papa juga sayang banget sama kamu dan Bayu..." Herman membalas pelukan Dimas.
"Seandainya Bayu ada disini, Pah.. Pasti Bayu akan sangat bahagia. Salah satu impian dia udah terwujud."
"memang apa saja impian Bayu, Dim ?? Kamu tahu ??"
"semua impian Bayu ada disini, Pah.." Dimas menyerahkan sebuah buku kecil.
"disini ??"
"iya, Pah. Semua impian Bayu ada di buku ini. Impian yang Bayu ingin lakukan..." terang Dimas.
Perlahan Herman membuka buku itu, dan membaca setiap tulisan yang ada di buku itu. Hati Herman semakin terasa teriris saat melihat bercak-bercak darah di halaman buku itu. Bercak darah yang diyakininya adalah milik Bayu. Air mata semakin deras mengalir.
#####
7 Harapan Terakhir Bayu
1. Diantar Papa dan Mama berangkat ke sekolah
2. Foto keluarga bersama Papa, Mama, dan Kak Dimas
3. Tamasya bersama Papa, Mama, dan Kak Dimas
4. Jalan-jalan ke Pantai bersama Papa, Mama, dan Kak Dimas
5. Ke puncak bersama Papa, Mama, Kak Dimas, Tante Widya, Tika, dan Mytha
6. Merayakan ulang tahunku bersama orang-orang yang aku sayangi
7. Tidur dalam pelukan hangat Papa dan Mama#####
"Papa janji, Dimas !! Papa akan mengabulkan semua impin Bayu !!" Herman merangkul Dimas dan membelai lembut rambut putra sulungnya itu.
~o~ Bahagiamu Bahagiaku ~o~
Hari baru telah datang menyapa, kondisi Bayu mulai membaik. Saat inipun peralatan medis tak banyak meliliti tubuh rapuhnya. Hanya tersisa selang oksigen yang bertengger di hidungnya dan selang infus yang masih meliliti lengan kanannya.
Wajah Bayu masih tampak pucat pasi. Bibirnya tampak putih memucat. Kelopak matanya pun menghitam. Pipinya tirus. Sepertinya berat badan Bayu kembali turun drastis. Terlihat dari tubuhnya yang sangat kurus.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Most Beautiful Times In My Life
Teen FictionSepasang suami isteri yang saling mencintai berharap akan kehadiran anak diantara mereka selama beberapa tahun terakhir. Tiada henti mereka memanjatkan doa kepada sangat Maha Kuasa. Hingga akhirnya Tuhan memberikan anugerah seorang anak kecil yang s...