Selamat datang di cerita SOFA....
Sebelum membaca, pastikan kalian sudah mengikuti akun ini agar tidak ketinggalan saat Author post part baru. Selamat membaca...
2015
Secercah cahaya menenangkan, bersanding dengan udara yang tidak layak dihirup oleh tubuh. Deru napas semakin cepat, menahan rasa yang menggebu di dalam dada. Kedua matanya menatap kosong pada ventilasi kecil yang jauh dari jangkauannya. Silau? Tidak! Bahkan matahari tidak mampu menjangkau ruangan kecil mirip kandang hewan. Dindingnya yang lembab dengan cat yang mengelupas, aromanya selalu berhasil membuat indra penciuman merengek sedih.
Sejak tadi ia tidak berhenti meraba luka di perutnya, sebuah luka yang ditutup dengan sepuluh jahitan lima hari yang lalu. Pisau tajam berhasil merobek kulit tipisnya sampai menyisakan luka sekitar lima sentimeter panjangnya. Gadis itu menunggu, walau seharusnya dia tidak menunggu.
"Kim Hye Ji-Ssi!" panggil seseorang dari pintu masuk yang memiliki celah berupa jeruji besi dengan aroma menyengat. Kedua matanya menatap tajam, membuka pintu itu dengan kasar hingga menimbulkan suara khas engsel yang tua.
Gadis yang namanya dipanggil itu hanya bisa berdiri dengan pasrah, sambil meringis, menahan rasa sakit dari perutnya. Seorang polisi wanita kembali menyatukan kedua pergelangan gadis itu dengan borgol besi yang keras, menyesakkan, menghimpit kedua kulit putih pucat dengan suhu yang hangat. Dua polisi wanita berdiri di sisi kanan dan kiri berjalan beriringan mengantar gadis malang meninggalkan sel tahanan yang sempit.
Hye Ji menundukkan kepalanya, gemuruh di hatinya, memanjatkan doa agar dirinya tidak perlu lagi merasa terkurung di dalam sel tahanan. Sebab tidak ada yang bisa menolongnya selain Tuhan, manusia? Mereka tidak cukup kuat untuk bisa membantu sesama.
Di depan kedua mata gadis belia yang baru berusia 22 tahun itu, terdapat sebuah pintu besar yang akan menghubungkannya pada ruangan persidangan. Ruangan besar yang mampu menampung puluhan orang. Rasanya baru kemarin tubuh kurusnya berada di sana. Kericuhan yang terjadi setelah sidang pertama, masih menggema di telinganya. Sidang yang tertunda, kembali digelar hari ini dengan agenda pengumuman hukuman.
Ruangan megah yang dibangun sebagai tempat peradilan, ventilasinya cukup baik, tetapi aliran udara yang masuk tidak cukup untuk menenangkan emosi. Di sana, telah hadir beberapa pengunjung sidang, penasihat hukum, jaksa penuntut hukum, dan panitera pengganti. Terdengar hiruk-pikuk ruangan yang besar, akan terasa panas oleh emosi para pengunjung sidang yang tidak sabar. Bahkan para wartawan sudah mempersiapkan kamera mereka dengan segala macam posisi agar bisa mendapatkan gambar yang baik.
Hye Ji melangkah masuk ditemani oleh beberapa petugas yang menuntunnya sampai ke kursi yang disediakan untuk terdakwa. Tubuhnya terbalut pakaian narapidana berwarna cokelat terang, dengan nomor 152 di bagian dada kirinya. Tubuh kurusnya terjatuh di atas kursi panas, yang penuh dengan kerisauan.
Di samping gadis itu ada seorang penasihat hukum yang dipilih pengadilan secara cuma-cuma untuk mendampingi. Wajah bulat dengan sorot mata yang tegas, kaca mata yang selalu bertengger di hidungnya, nampak seperti dia telah siap memenangkan persidangan. Namun, pria paruh baya itu hanya sedang menjalankan tugasnya, bukan benar-benar bertekad membela Hye Ji. Setidaknya itulah yang bisa gadis itu simpulkan setelah sidang pertama. Cara bicaranya yang terbata-bata, data pembelaan yang apa adanya terkesan tidak disiapkan dengan matang, hingga tenaga yang tidak sepenuhnya dikerahkan untuk membela.
"Hakim memasuki ruangan sidang, hadirin dimohon untuk berdiri." Suara panitera pengganti terdengar lantang, setelah beberapa menit hanya terdengar suara bising para pengunjung.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOFA
Mystery / ThrillerKim Hye Ji, gadis yang diduga telah membunuh sahabatnya sendiri harus mendekam di dalam penjara dengan perasaan tidak adil. Semua orang membenci dan mengutuknya. Kehidupan penuh kebahagiaan miliknya seketika sirna, dan berganti menjadi kesakitan men...