Halo teman-teman semua, para pembaca setia SOFA. Mohon maaf Author maru up part baru, semoga kalian tidak bosan menunggu dan selalu setia membaca cerita ini. Sebelum membaca, pastikan kalian sudah follow aku ini ya agar ketika Author up part baru kalian tidak ketinggalan. Selamat membaca semuanya....
Tetes demi tetes rintik hujan menyentuh tanah, suara gemericik air membuat Hye Ji mendongak membiarkan wajahnya dihantam air hujan. Semula mereka hanya datang bergantian, suara yang dihasilkan pun lebih mirip denting piano di beberapa tuts saja. Namun, saat gemuruh petir menggelegar menyambar bumi, hujan turun lebih deras mirip suara deburan ombak menabrak karang.
Langkah yang gusar perlahan meninggalkan rumah dengan pondasi kuat, tetapi mulai rapuh termakan waktu. Tatapan kosongnya berkelana mencari jawaban dari susunan puzzle yang berantakan di dalam otaknya. Ia menyeret kedua kakinya hingga menghasilkan suara gesekan renyah di antara genangan air di tanah. Entah kemana dirinya mencari cahaya dari kegelapan yang baru membuatnya tersesat.
Tangannya menggedor rumah-rumah yang berdiri tegak di sisi kanan dan kiri, menutupi sebuah rumah sederhana yang hampir runtuh. Jarinya yang gemetar karena kedinginan, menekan bel di dinding luar dengan harapan seseorang akan menemui dan merangkulnya menuju jalan keluar.
Namun, sama seperti tatapan dari mata-mata yang ditemuinya seharian ini, di dalam sana mereka juga enggan untuk bertemu dengannya. Dari balik jendela yang tertutup gorden dari toko ternama, ada beberapa pasang mata mengamatinya.
Gadis itu menghentikan setiap langkah orang-orang yang melintas di jalan setapak, dengan payung di tangan mereka. Sebagian besar tersentak, kemudian menghindari tubuh basah kuyup Hye Ji yang menghalangi. Sedangkan yang lainnya, bahkan tidak sudi melirik ke arah gadis dengan wajah yang pernah terpampang jelas di layar televisi mereka tiga tahun yang lalu, dan mungkin hingga saat ini.
Wajah lusuh, kumal, kening yang memar dengan luka membiru, sudut bibir terluka, hingga pakaian yang dikenakan penuh darah. Tangannya yang diborgol menahan perut yang kurus, walau sebenarnya menyembunyikan luka parah di balik itu.
Sorot kamera dengan cahaya lampunya menyorot bersamaan ke arah gadis itu, hingga pupil matanya tidak mampu menemukan tempat untuk melihat. Dia tertunduk saat kamera menangkap kekacauan wajahnya yang penuh luka, hingga terpampang jelas di layar televisi dan media cetak, dengan judul "Gadis Muda yang Membunuh Seorang Pengusaha".
Hye Ji melirik sekilas pada benda yang melingkar di jari manisnya, ketika jemarinya menggigil, kedua matanya menatap lekat-lekat benda itu. Langkah yang gusar perlahan menemukan kekuatan. Di antara puluhan manusia yang berlalu-lalang di sekitarnya, hanya Hye Ji yang melangkah di bawah hujan tanpa dilindungi payung. Air mata yang mengalir di pipi, langsung terhapus oleh hujan deras yang jatuh di wajahnya.
Apartemen Yong yang terletak di tengah-tengah kota metropolitan, Gangnam. Satu-satunya jalan yang tersisa dalam ingatan Hye Ji untuk membantunya menemukan jalan keluar dari segala keresahan. Suara air menetes dari pakaian dan rambutnya, mengiringi langkah ketika menelusuri lorong panjang di apartemen sepuluh lantai itu.
Di depan satu pintu yang bentuk dan warnanya sama dengan pintu-pintu lainnya di lorong itu, Hye Ji menghentikan pijakannya. Hanya seseorang yang terlintas di pikirannya, dengan harapan dapat membantu menelusuri jalan tanpa cahaya yang semakin terbentang luas di benaknya, Kim Ji Hoon. Dia bahkan mengabaikan fakta bahwa dirinya baru saja dicampakkan.
Jemarinya menekan bel yang berada di samping pintu, tetapi tidak ada jawaban. Bahkan tidak terdengar suara langkah atau napas seseorang di dalam sana. Dengan percaya diri, Hye Ji mencoba membuka pintu tersebut dengan sandi yang teringat dalam otaknya. Namun gagal, pria itu sudah menggantinya. Tanggal ulang tahun Hye Ji bukan lagi sandi pintu apartemen Ji Hoon.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOFA
Mystery / ThrillerKim Hye Ji, gadis yang diduga telah membunuh sahabatnya sendiri harus mendekam di dalam penjara dengan perasaan tidak adil. Semua orang membenci dan mengutuknya. Kehidupan penuh kebahagiaan miliknya seketika sirna, dan berganti menjadi kesakitan men...