Prolog

2.8K 158 36
                                    

Sarada Uchiha berdiri tegak di depan pintu, sebuah koper besar ditaruh di samping kakinya, satu kardus-berisi-entah-apa berada di sisi kaki satunya.

Siapapun tahu bahwa gadis itu sedang melakukan pindahan—mungkin hanya dirinya sendiri, karena barang yang dibawanya adalah milik pribadi.

Sarada kembali menekan layar ponselnya, masih belum menyerah untuk mendapatkan sambungan telepon ke nomor yang dituju.

Tidak terhitung berapa kali dia menelepon nomor yang sama, sedangkan tangan kirinya berulang kali memencet bel apartemen yang ada di samping pintu.

Dia yakin nomor apartemen ini benar—401. Dia sudah mengkonfirmasinya kepada pemilik apartemen beberapa saat yang lalu, dia sudah menanyai penghuni gedung apartemen lainnya untuk memastikan bahwa apartemen nomor 401 memang milik Boruto Uzumaki.

Boruto Uzumaki, dia adalah pemuda yang berusia 5 tahun lebih tua dibanding Sarada. Putra sulung Keluarga Uzumaki yang bertahun-tahun dekat dengan keluarganya.

Sekarang Boruto sudah hampir di tahun ketiga kuliahnya. Kedatangan Sarada ke apartemen pemuda itu tidak lain tidak bukan adalah karena sebentar lagi gadis itu akan masuk SMA.

Sarada mendaftar ke salah satu SMA yang bergengsi di Tokyo, dia melakukannya karena bercita-cita untuk berkuliah di Universitas Tokyo. Dia jauh-jauh merantau ke Tokyo dari Kyoto karena hal itu. Gadis itu cukup visioner demi masa depan yang cerah, dia juga tumbuh di lingkungan keluarga yang mengedepankan pendidikan jadi itu bukanlah hal yang aneh.

Boruto dan Sarada telah saling kenal cukup lama. Namun, sejak 2 tahun yang lalu, mereka jarang bertemu. Boruto merantau ke Tokyo—ya, dia berkuliah di Universitas Tokyo—dan tinggal di apartemen pribadi selama masa perantauan. Karena kedua orang tua mereka berteman lama, sepasang suami istri Uzumaki menawarkan pada Sarada untuk menumpang di apartemen putra sulung mereka.

Toh, Sarada hanya perlu naik satu bus dari apartemen itu ke sekolah SMA-nya. Bagaimanapun, Sarada sudah seperti putri mereka sendiri, dan menghemat biaya sehari-hari juga tidak ada ruginya.

Awalnya ide itu ditolak oleh Sasuke Uchiha, sang kepala keluarga. Keluarga Uchiha kaya-raya, dia bisa menyewakan apartemen sendiri untuk Sarada, atau menitipkannya pada saudara jauh mereka.

Melalui diskusi yang cukup alot antara orang tua Sarada dan orang tua Boruto, Sasuke akhirnya menyetujui.

Sasuke jelas tidak setuju untuk beberapa alasan. Tentu saja poin utamanya adalah Boruto merupakan seorang pemuda. Sungguh tidak nyaman membayangkan putrinya harus serumah dengan seorang pemuda.

"Pa, ini cuma seorang Boruto, papa tidak perlu khawatir!"

Sarada terkekeh geli mengingat ucapan ringannya untuk meyakinkan Sasuke. Papanya memang terlalu protektif. Padahal itu cuma seorang Boruto. Kalau Boruto berani macam-macam Sarada akan cincang anu-nya.

Kembali lagi ke situasi sekarang, Sarada mulai menarik napas tidak sabaran.

“Boruto, angkat dong,” Sarada menggerutu saat teleponnya tidak kunjung diangkat. Bel yang terus ditekannya juga tidak membuat penghuni apartemen 401 itu segera membukakan pintu.

Sarada yakin ini sudah jam 9 pagi—sudah bukan waktu yang terlalu pagi bagi seseorang untuk masih tidur. Sarada pikir Boruto mungkin tidak sedang tidur di dalam, kan?

...atau, justru karena dia adalah Boruto, dia masih belum bangun?!

Sarada berucap dalam hati, mulai emosi.

Cklek.

“Siapa, sih, berisik sialan—“

Sarada dapat mendengar suara Boruto yang serak dan lirih saat pintu terbuka dari dalam.

Mencoba mengabaikan umpatan Boruto untuknya, Sarada tersenyum menyapa tetangga atau teman atau apalah lamanya itu.

Kepala Boruto muncul dari balik pintu, rambut pirangnya yang acak-acakan menunjukkan bahwa dia benar-benar baru bangun. Sarada ingin tertawa melihatnya.

“Hai,” sapa Sarada, mengangkat tangan, melambaikannya.

Boruto tidak langsung membalas sapaannya, namun kedua matanya yang semula terasa lengket langsung membulat sempurna. Tanpa kata dia memerhatikan sosok Sarada dari ujung bawah sampai ujung atas.

BLAM!!!

Pintu apartemen kembali ditutup—kali ini dengan bantingan keras yang menggema di lorong lantai empat itu.

Sarada mengerjapkan kedua matanya. Apa mungkin Boruto kesal karena tidurnya terganggu?

Yah, Sarada juga merasa bersalah karena terus-terusan memencet bel dan meneleponnya. Mungkin Boruto butuh ketenangan dan Sarada tidak keberatan untuk menunggu. Toh, dia pihak yang menumpang. Dia harus bersabar dan pengertian, kan?

Beberapa menit telah berlalu. Sarada masih berdiri di depan pintu yang tertutup.

Urat emosi berkedut di dahi Sarada.

Tapi, sampai kapan aku harus menunggu, ya?

To be continued

(PCCS) Pojok Cuap-Cuap Saradayyy

Saradayyy disini!!! UwU

Buat yang aktif tiktok dan udah follow aku mungkin udah familiar sama aku? /GR banget.

Buat yang baru kenal aku, salam kenal!! Ini Saradayyy , seorang cegil Sarada tingkat akut wkwk dan mendukung BoruSara. They're meant to be HAHAHA.

Intinya, aku mencoba memberanikan diri buat bikin cerita di WP. Aku cuma mau berbagi keseruan bareng kalian, warga borusara lovers di wattpad.

Mungkin cukup sekian pembuka dari aku. Kalo ada kureng dari karya aku, mohon dimaafkan yaw, manusia tidak luput dari kesalahan, yang perfect cuma Sarada /eh.

Okay.

See you in the next chapter, guys!

Kindly to vote and comment yaw ❤ Arigatou!!!

OUR HOME (BORUTO X SARADA) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang