Bab III

11 3 0
                                    

Semuanya akan indah pada waktunya. Sama halnya dengan pesawat yang seharusnya terbang sesuai rencana kemudian digagalkan oleh kekuatan angin yang diciptakan oleh sang Maha Kuasa...

.

.

.

Ambil sisi baik dari cerita ini!!

.

.

.

***

~ Seven Scared Symbol's ~

Hari mulai menjelang pagi. Sebuah cahaya mulai terlihat walaupun masih samar samar. Waktu menunjukkan pukul 5 pagi. Gadis dengan surai coklat kehijauan kini tengah duduk di suatu tempat luas dengan hamparan rumput yang indah.

Sebuah bukit kecil yang terletak tak jauh dari rumahnya. Dirinya sempat berpikir bahwa bukit tersebut akan melakukan sesuatu sebab ada penghuninya seperti yang diceritakan orang orang di desanya. Namun, nyatanya tidak. Disana gadis tersebut justru terbuai dengan kenangan dan kedamaian tempat tersebut.

Ruby Verlyan Aquella. Gadis yang dilahirkan tanpa ayah dan hanya hidup dengan ibunya. Namun, di sisi lain. Ibunya hanya merunudng dirinya. Disana, ditemani oleh cahaya sinar matahari yang mulai naik dan kicauan burung yang berterbangan kesana kemari.

Ruby hanya diam. Dirinya beruntung sebab dapat keluar dari rumah bak neraka tersebut. Dirinya tak diperbolehkan keluar rumah karena alasan waktu yang minim.

Tak banyak orang yang mengenal Ruby sebagai keluarga besar Verlyan. Karena dirinya bisa dikatakan anak jual beli atau anak adopsi yang diadopsi oleh ibunya karena suatu alasan.

Tak lama kemudian. Di pipinya terasa suhu dingin yang menjalar hingga hampir ke bagian muka yang membuatnya reflek menengok ke arah suhu tersebut. Disana, terdapat 2 orang gadis yang nampak tengah bersenang senang juga disana.

"Hai"

Gadis dengan rambut panjang berwarna pink yang samar samar di rambut coklatnya, dan netral mata berwarna pink pastel tersebut membuat gadis itu nampak sangaat imut. Dirinya menyapa Ruby.

"E-ehh"

"Sepertinya kamu adalah gadis introvert"

Satu gadis lagi mengatakan kalimat yang hampir Ruby tak sukai. Gadis itu hanya menatapnya dengan wajah biasa, dilihat lihat dirinya hampir mirip dengan gadis yang tadi. Hanya perbedaan warna mata saja.

"Perkenalkan namaku Ava, dan dia Aria, kakak kembarku"

Ruby hanya diam. Dirinya tak tahu harus melakukan apa dalam hal bersosialisasi ataupun interaksi.

"Eumhh, na-ma-ku Ru-by"

Ruby hanya bisa mengatakan hal itu. Jujur saja, kini dirinya tengah gugup dalam berinteraksi dengan mereka berdua. Namun, mereka berdua justru melakukan pendekatan padanya dengan duduk bersama di sebelah kiri dan kanannya.

'Kamu beruntung Ruby'

***

Berbeda dengan keadaan di rumah tua tersebut. Gadis dengan netral warna biru harus melihat pembunuhan yang terjadi di keluarganya. Sontak, pandangannya menjadi kosong. Sebuah pisau dengan tepat mendarat di kaki miliknya. Namun, luka yang tadinya akan keluar kembali menutup entah karena apa. Tak lama kemudian, pandangannya menghitam. Samar samar, dapat dia dengar teriakan seseorang di sana.

'Apa yang terjadi??'

Pandangannya mulai normal kembali. Cairan merah menghiasi wajah dan bajunya. Dapat ia lihat di depannya sudah ada seseorang dengan luka tembak di bagian perutnya. Sontak, tanganya mengatup menutupi mulutnya. Dirinya terkejut, sungguh terkejut. Tak disangka bahwa dirinya dapat melakukan hal itu.

Telinganya berdenging. Katanya kembali memburam. Dapat ia lihat, sebuah sosok lain dengan cahaya putih yang menyilaukan mata terlihat. Nampak senyuman hangat di cahaya tersebut.

'Siapa dia??'

Tak lama kemudian, cahaya itu menghilang bak butiran pasir yang terbang terkena angin. Di sana terdapat sebuah surat yang sudah lusuh namun tetap dapat dibaca.

     *Aku baik baik saja sekarang. Apa kamu ingat aku? Tidak ya, haha. Kamu pasti lupa karena hal 'itu' kamu juga pasti tidak ingat apa yang terjadi padamu 10 tahun yang lalu. Sebenarnya aku rindu padamu. Namun, aku tak bisa menemuimu karena kita yang sudah berbeda alam dan dimensi waktu. Baiklah, segitu saja. Kita pasti akan bertemu di dunia mimpi nanti. Sayonara...*

Surat tersebut mampu membuat gadis tersebut tak sadarkan diri untuk beberapa bulan lamanya. Namun, setelah diteliti lebih dalam oleh pihak polisi. Mereka tak menemukan apa apa yang membuat gadis itu pingsan atau lebih tepatnya diucapkan Koma? Entahlah. Intinya, mereka masih dalam pencarian apa yang membuat gadis itu tak sadarkan diri.

'Apa yang terjadi padamu nak?'

'Apa kami tersiksa karena Ayah?'

'Apa itu benar?'

Sekelebat kabut hitam memenuhi ruangan tersebut. Samar samar gadis itu dapat melihat sebuah sosok yang tersenyum hangat ke pada dirinya.

'Siapa dia?'

Sosok itu tetap tersenyum lalu menghilang sedikit demi sedikit seperti ikut masuk ke dalam kabut yang menebal.

Hilang...

Hilang....

Semakin lama semakin menghilang.....

Ruangan tersebut dengan cepat ditutupi oleh kabut hitam yang membuat ruangan tersebut tak terlihat apa apa lagi. Semuanya hitam.

.

.

.

============== Note ============

Jangan lupa votemen ya man teman, maapkeun kalau gaje. Ide lagi mentok nich..

Eheq :>

See youuuu

Seven Scared Symbol's [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang