Tidak mungkin #01

132 11 6
                                    

🌱🌱🌱

Sensasi apa ini, kenapa jantung ku memacu darah lebih cepat dari sebelumnya.

Inikah yang dinamakan cinta?

Ga lah anjir yakali.

Elak ku, lagipula dia laki-laki, ku rasa aku hanya sedikit tertarik.

Ku tarik kata kata yang barusan, Ia bukanlah narkoba, ia tidak membuat ku candu. Aku hanya kaget ada seseorang seperti ini.

Lupakan.

"Yaudah kalo mau ikut" setelah merenung melihatnya, akhirnya aku berucap—meski itu singkat.

"Tapi mau kemana??!" tanyanya, melontarkan pertanyaan yang bahkan tidak perlu dijawab.

"Ya ke rumah gue lah, kemana lagi?" jawab ku disertai tanya, Ia segera melongo mendengar ku—memang salah ya?

"Goblok lu mau nyulik gue ya anj!! Ngapain ke rumah lu goblok anj" beneran deh kupingku ini masih suci, sekarang malah dipenuhi dan kotori oleh kata-kata mutiaranya.

"Ngapain gue nyulik bocil cungkring kek lo? Untung kaga rugi iya" sarkas ku, dibalas wajah tak terima oleh yang disarkas.

"Heh anj ya lo baru ketemu udah fisik saming aje lo bgst. Iya deh lu emang yang paling sempurna" nih bocil lama-lama ku tinggal juga, nyolot amat jadi orang.

Rasanya ingin aku makan dunia, cape banget mending pulang dah. Saat cuaca dingin ini, rasanya benar-benar panas, hatiku terbakar, pikiran terpenuhi oleh kata umpatan untuk manusia putih ini.

Sabar yon.

Ucap ku kepada diri sendiri, berusaha tenang sekaligus menahan emosiku yang ingin meledak sekarang. Senyum simpul terukir di wajah ku, ingin sebenarnya aku tinggal tapi kasian juga.

"Huhh yaudah kamu jadi ikut ga?" tanya ku sekali lagi, berharap tidak dikacangi lagi.

"Iya ikut tapi mau kemana?" lagi dan lagi Ia bertanya, padahal barusan sudah ku jawab.

"Ya kan udah gue jawab anj, ke rumah gue, ngapa nanya lagi dah" disertai mimik wajah yang kesal, aku menjawab—meski aku sudah muak.

"Ya tauu, maksud gue itu ngapain?? Lu kalo emang mau nganter gue pulang ngapa jadi ke rumah lu dahh!" jelasnya, membuat ku menghela nafas muak, serius andai aja tadi ku tinggal pasti aku sudah berada di rumah, sambil ditemani secangkir kopi.

Tapi mau bagaimana lagi, sudah terlambat. Kalau ku tinggal juga, aku serasa gak tega meninggalkan anak laki-laki ini.

Perasaan menyesal sekaligus khawatir bercampur saat aku menatapnya, apa yang sebenarnya aku rasakan? Apa aku mulai sakit akibat hujan dan dinginnya malam?

Aku berjalan mendekatinya, sungguh terlihat jelas perbedaan tinggi badan antara kami. Saat aku ingin berbicara, Ia akan mendongak sementara aku harus menunduk sedikit, melahirkan eyes contact diantara kami berdua.

Mata, matanya sangat indah, pekat seolah siapa saja yang melihat matanya akan terhipnotis untuk terus menatap.

Bagaimana ada orang sesempurna ini?

Kapal Pecah || YonDib Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang