Drawing Room

1.6K 122 3
                                    

Sesaat setelah Ares masuk ruangan Duke Johan Amarilys

"Apa kalian benar akan bertunangan? Tidakkah ini terlalu cepat untukmu?" Wajah Ash mengeras, dahinya mengkerut. Ia meradang. Ia tidak menyangka pembicaraan pertunangan ini akan datang dengan cepat setelah Silencia sembuh.

Silencia merasa aneh dengan pertanyaan Ash. "Bukankah kewajiban seorang putri bangsawan untuk menikah, Ash?" Ujar Silencia sambil melihat lukisan yang tergantung.

"Tapi... Dia tidak cocok untukmu. Kau tahu, dia memang terlihat manis dan sopan ketika di depanmu. Tapi ketika kau tidak ada, dia adalah seorang pembantai dengan darah di tangannya" Ash mencoba meyakinkan Silencia meskipun ia tahu itu sia-sia.

"Lalu siapa yang cocok untukku menurutmu?" Tatapan Silencia melembut walau ia agak bingung.

"Aku.." Tangan Ash mengepal. Akhirnya ia mengatakannya.

Pengakuan Ash yang tidak disangka membuat Silencia hampir kehilangan keseimbangan. Setelah waktu yang mereka lalui bersama ternyata Ash memiliki perasaan khusus padanya. Bagaimana bisa? Silencia merasa dirinya tidak peka.

Silencia menyentuh kepalanya dan bersandar di kursi. Ash yang khawatir maju untuk mencoba menangkap tubuh Silencia. Tapi tangan Silencia memberikan gestur agar Ash tidak maju lebih jauh.

"Silencia" Panggil Ash cemas.

"Tidak... Tetap di sana." Cegah Silencia.

Silencia terdiam sejenak, mencoba memproses semua perasaannya. Ia tidak pernah membayangkan bahwa Ash memiliki perasaan seperti ini padanya, lebih dari sekadar teman. Namun pada saat yang sama, ia merasa tidak yakin untuk mengambil langkah seperti itu dengan Ash, terlebih lagi mengingat Ash adalah orang yang ia anggap sebagai sahabat baik dan bahkan telah menjadi bagian dari lingkaran kerajaan.

"Ash, aku tidak tahu harus berkata apa. Kau jelas lebih sekedar teman bagiku. Kau adalah pembimbing dan sahabatku. Aku tidak terpikir untuk menjalani hidup sebagai seseorang yang lebih dari itu," ujar Silencia, mencoba menjelaskan ketidakyakinannya tanpa mengurangi rasa hormatnya pada Ash.

Ash tersenyum getir. "Aku tahu, Silencia. Tapi terus terang, aku tidak bisa berpura-pura seperti tidak merasa apa-apa lagi. Aku sangat menyukaimu."

Silencia menatap Ash dengan penuh perasaan campur-aduk. Di satu sisi, ia merasa terhormat karena Ash menyatakan perasaannya dengan jujur. Namun di sisi lain, ia merasa terjebak dalam situasi yang sulit. Bagaimana ia bisa menjelaskan bahwa ia melihat Ash hanya sebagai seorang sahabat, bukan lebih dari itu?

"Ash, aku... aku tidak tahu harus berkata apa," ucap Silencia perlahan.

Ash mengangguk pelan. "Aku mengerti, Silencia. Aku tahu kau melihatku hanya sebatas seorang teman. Tapi aku harus mengatakannya, aku tidak bisa diam-diam berharap setiap kali aku bersamamu."

Silencia merasa sedih. Ia tidak ingin melukai perasaan Ash, namun pada saat yang sama, ia tidak mau mengambil keputusan buru-buru dan terjebak dalam suatu hubungan yang tidak diinginkannya.

"Ash... aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan," kata Silencia. "Aku merasa sulit untuk mengambil keputusan dalam situasi ini, kau tahu aku akan bertunangan dengan Ares."

Ash tersenyum lembut. "Aku mengerti, Silencia. Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk mencintai orang yang tidak kau cintai. Aku hanya ingin kau tahu bagaimana perasaanku." Ash perlahan menerima fakta ia tidak bisa mengubah pikiran Silencia tentang Ares. Kini ia hanya ingin Silencia tahu perasaannya.

Silencia mengangguk. Ia merasa lega bahwa Ash bisa menerima perasaannya yang kompleks pada saat ini.

Ash mendekati Silencia, kali ini Silencia tidak menghindar. Ash menyatukan keningnya dan Silencia.

"Ketahuilah, aku akan selalu ada untukmu. Jika kau menangis, bahuku akan selalu ada untukmu bersandar. Jika kau tertatih, tubuhku akan menopangmu untuk berjalan. Karena kau adalah cahayaku, Silencia. Dan hanya kepadamu lah aku menuju." Suara merdu Ash berbisik dengan pelan. Begitu pelan hingga hampir membuat Silencia menutup mata. Ia lalu menjauh dan berdiri. "Aku akan kembali lagi nanti. Aku akan ke menara sihir dulu." Pamit Ash.

"Sampai jumpa." Silencia melambaikan tangannya pada Ash sebelum ia menghilang di balik pintu.

Silencia merasakan hatinya terasa hangat saat mendengar kata-kata Ash. Ia berterima kasih atas kehangatan dan kepedulian yang diberikan oleh Ash sebagai teman terbaiknya.

Setelah Ash pergi, Silencia duduk di kursinya dan memandangi lukisan di depannya. Ia merenung sejenak, mencoba menemukan jalan keluar dari situasi ini.

Silencia duduk di kursi besar yang terletak di tengah-tengah ruang lukis yang luas. Cahaya matahari yang masuk dari jendela besar di sebelahnya memberikan kilauan yang menakjubkan pada lukisan di hadapannya. Ia memandangi lukisan itu dengan seksama dan membiarkan pikirannya melayang jauh, mencari inspirasi yang mungkin membantunya menenangkan hati. Rambut putihnya yang panjang diikat menjadi sehelai kuncir yang rapi dan menarik. Gaun putih yang ia kenakan membuat kulitnya terlihat lebih halus dan indah. Meskipun terlihat sedikit kecemasan pada wajahnya, namun kecantikan dan keanggunannya tetap terpancar dari matanya yang tajam dan sikapnya yang penuh kasih sayang.

Sambil menunggu Ares yang sedang berbicara di ruang kerja ayahnya, Silencia menatap satu demi satu lukisan leluhur keluarga Amarilys. Lukisannya bersama sang ayah pun tergantung dengan megahnya di ruangan tersebut. Meskipun ia tak memiliki setetes darah Amarilys, tapi ia tetap seorang Amarilys menurut hukum kerajaan.

Silencia memfokuskan energinya dan membuka telapak tangan, sebuah cahaya putih keemasan keluar seperti bola listrik yang menyengat. Lalu ia menggenggam telapak tangannya lagi, bola listrik itu hilang. Silencia merasa bingung atas kekuatan yang ia miliki dan darimana itu berasal. Meskipun dewa Flocke ada dipihaknya tapi ini mungkin ada kaitannya dengan orang tua kandungnya.

Sebuah ketukan keras terdengar dari luar pintu, "Nona.." Tessa membuka pintu lalu masuk. "Camilan apa yang hendak anda suguhkan sebagai pendamping teh untuk Duke Sergey?" tanya nya lagi.

Silencia berpikir sesaat, lalu menjawab. "Bagaimana dengan kue kering yang biasa saja dan beberapa buah segar untuk dinikmati bersama teh?" jawab Silencia ragu. "Ah.. Sediakan saja semua. Apa yang dapur kita bisa olah, berikan saja semuanya." Silencia gugup dan sadar ia sama sekali tidak tahu apa camilan kesukaan Ares.

Tessa mengangguk setuju dan menuliskan pesanan tersebut dalam bukunya. "Baiklah, saya akan menyiapkan semuanya dengan baik. Apakah ada hal lain yang bisa saya bantu, Nona?" Ia terkekeh melihat nonanya kebingungan. Ini pertama kali baginya melihat Silencia Amarilys gugup dan bingung.

Silencia menggeleng. "Tidak, Tessa. Terima kasih atas bantuannya."

Tessa membungkuk sopan dan meninggalkan ruangan. Silencia kembali memandang lukisan di hadapannya, berpikir tentang masa depannya bersama Ares. Meskipun ini hanya kontrak untuk menyelamatkan hidupnya dari bayang-bayang pangeran mahkota.

Sambil memandang lukisan di hadapannya, ia mengingat kata-kata Ash tadi, dan ia merasa terharu. Ia juga merasa terhormat oleh kasih sayang dan perhatian yang diberikan oleh teman baiknya itu, dan ia berharap bahwa mereka tetap bisa menjaga hubungan mereka yang istimewa.

The Duke's Adopted Daughter (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang