O5 : Ruangan Rahasia (2)

207 45 4
                                    

"Juan tukang ngibul!"

Bayangin lo yang seorang pemalu masuk kelas pagi-pagi, temen lo yang emang congornya kayak cacing besar Alaska itu neriakin lo di kelas yang banyak orangnya. Gak sampai di situ, orang-orang pada noleh ke elu.

Itu posisi Juan sekarang. Begitu Axel neriakan dia, Juan langsung melotot. Semua mata tertuju padanya, cuma bentar, emang kayaknya udah pada maklum sama sifat Axel. Tapi tetep aja Juan malu.

Ia jalan mendekat ke arah Axel, bibirnya komat-kamit ngomel. "Apa sih, Xel?!"

"Lo katanya mau telpon waktu malem, mana tuh gak ada," ujar Axel sambil memperlihatkan riwayat kontaknya yang gak ada panggilan sama sekali dari Juan. Ini anak udah nyiapin dari kapan?

"Eh, sorry sorry, Xel, gue ketiduran." Alasan doang. Juan beneran lupa  karena semaleman sibuk mikir apa aja yang disembunyiin orang tuanya dan Kakek.

Ada beberapa saat Axel menyipitkan matanya yang udah sipit itu, berusaha mengintimidasi Juan. Juan ngerasa aneh. Pertama, posisi mereka berdiri dan Juan masih bawa tas. Kedua, Juan gak terintimidasi sama sekali karena ya siapa sih yang bakal terintimidasi ngeliat muka Axel yang hobi ngelenong itu???

Axel akhirnya menyudahi apapun nama kegiatannya tersebut. "Ya udah, gak papa. Gue juga tidur kemaren." Terus anaknya lanjut nyengir.

"Monyet. Kalau gue nelpon juga gak bakal lo angkat kalau gitu," gerutu Juan yang akhirnya duduk dan naruh tas berisi harapan bangsa itu.

"Ya kan tetep aja, yang janjiin mau nelpon kan elu tapi gak dilakuin, ya tetep lo tukang ngibul."

Juan menghela napas kasar. Kalau lomba debat tapi lawan lo Axel mending lo sukarela atau sengajain didiskualifikasi dari awal aja.

"Jadi gimana cerita lo?" tanya Axel, nagih janji.

Mata Juan gerak bentar ke penjuru kelas, mikir mau mulai darimana. "Gue tuh punya Kakek yang suka banget sama materi alam semesta, apapun itu. Luar angkasa, dalam angkasa..."

Axel ketawa, "Apaan anjing dalam angkasa?"

"Ya yang di dalem skala angkasa, kayak apa aja yang ada di Bumi. Beneran bro, dia sesuka itu sama dunia. Dia tuh haus pengetahuan, sekalipun konspirasi-konspirasi aneh kayak alien bangun Borobudur aja dia baca njir."

Ketawa Axel tambah kenceng. "Dia percaya?"

"Ya gak lah, emang elu?"

"Kalau konspirasi Hitler mati di Garut, Wan?"

"Itu mah bacaan lo, Xel."

"Apa, sih, Wan, dari tadi roasting mulu?"

Juan terkekeh. "Tapi ya gak tau ya, kali aja baca diem-diem saking pengen tahu semuanya."

Axel berdecih tak acuh. "Terus terus?"

"Gue sering main sama Kakek dan diracunin materi kayak gitu, jadi ya lama-lama ketularan sukanya, ketularan pengetahuannya."

Bibir Axel membulat, "Ohhh gitu ternyata. Sekarang juga masih sering main lo sama kakek lo?"

Juan diem. Axel diem.

Ada kali kayaknya 5 detik baru Juan jawab. "Sayangnya, udah meninggal, Xel. Baru aja, baru bulan ini."

Muka Axel langsung pucet terus dia panik. "Wan, Wan, maaf, gue gak tahu, gue gak maksud sumpahan."

Juan geleng-geleng sambil ketawa dikit. "Gak papa, Xel, orang lo nya nanya."

Axel tetep gak enak. Maklum ya walau kepribadiannya ceriwis, dia tetep ati-ati ngomong. "Maaaaafff banget, Wan."

Gembok SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang