1.Ketidak adilan

232 13 0
                                    

Bagi seorang anak laki-laki bernama Vajendra, di abaikan dan tidak di anggap oleh orang lain termasuk keluarganya sendiri adalah hal yang sudah menjadi kebiasaan nya selama empat belas tahun dia hidup.

Dari kecil vajendra memang sering kali di perlakukan tidak adil oleh ayah dan ibu nya, aneh memang vajendra pun tidak pernah mengerti kenapa dia bisa di bedakan dan di asingkan didalam keluarga tersebut.
Bahka tak jarang dia selalu menangis dan selalu mengadu kepada sang pembantu di rumahnya.

Ya, vajendra memang tumbuh dari kasih sayang seorang pembantu dirumahnya, ia sedari kecil selalu diurus oleh sang pembantu bernama bi Marni. Vajendra sangat menyayangi Bu Marni layaknya seorang ibu, namun tak menutup kemungkinan vajendra sangat ingin di manja oleh sang ibu kandung yaitu Laurens.

Sejujurnya, vajendra selalu iri terhadap Jean (sanga adik) Jean selalu mendapat kan kasih sayang yang begitu tulus dari sang ibu. Di peluk, di manja, bahkan selalu dinomor satukan oleh kedua orang tuanya.

"Bisa gaya, kalau gua kaya Jean?" Batin Vajendra

Vajendra hanya bisa tersenyum. Mengingat posisinya di keluarga ini adalah sebagai seorang anak yang tidak di butuhkan kehadirannya.

Menyalahkan takdir, sudah sering kali vajendra lakukan. Namun tetap saja sekeras apapun vajendra menyalahkan dan menangisi takdir nya, semesta selalu memberi tamparan bahwa dia harus bisa menerima kenyataan bahwa dia adalah seorang anak yang tidak dibutuhkan kehadirannya.

Sama seperti keluarga pada umumnya, setiap pagi keluarga Mahendra berkumpul di ruang keluarga untuk makan dan mengobrol bersama, sebelum melakukan aktivitas sehari-hari mereka masing-masing.

Vajendra melangkahkan kakinya keluar dari kamar, dan menuruni anak tangga, vajendra berjalan menuju ruang makan keluarga, disana sudah ada mama, papa, kakak, dan adik nya yang sedang makan dan berbincang asik.

Vajendra melangkahkan kakinya, dan langsung duduk untuk ikut bergabung makan bersama.

"Sudah, sudah, maka dulu ih nanti kalian kesiangan gimana?" Ucap Laurens sang ibu

"Mam, Jean pengen bawa makan nasi goreng, tapi pengen buatan mami boleh gak?" Sahut Jean putra bungsu dari keluarga Mahendra

Laurens tersenyum dan mengusap lembut pundak Jean "boleh dong sayang, nanti mami siapin ya"

"Yeay,, makasih mamiku tersayang" Jean terdengar begitu senang

di sisi lain, ada seorang anak yaitu vajendra yang sedari tadi hanya menyimak pembicaraan keluarga nya tanpa mengucapkan sepatah apapun.

Namun, sejujurnya vajendra ingin sekali ikut mengobrol dan tertawa bersama dengan keluarga nya, tetapi itu semua dia pendam, karena dia tahu kehadiran nya hanyalah angin yang lalu saja.

Vajendra beranjak dari tempat duduknya, lalu perlahan mendekat ke arah Laurens.

"Mami, Jendra boleh minta bikinin nasi goreng nya juga gak? Soalnya Jendra hari ini mau pulang sore, ada kursus lukis disekolah"

Laurens menoleh melirik bumi, raut wajah yang tadinya terlihat senang, seketika berubah menjadi masam.

"Mau kursus lukis?"
"Udah berapa kali mami bilang Jendra, jangan ikut kursus lukis, kamu mau jadi apa hah?" Laurens melotot ke arah vajendra.

"Ta-tapi mam, Jendra suka sama melukis, dan Jendra gak tertarik jadi dokter" Ucap Vajendra

Laurens menghela nafas kasar " kalau kata mami nggak, ya nggak! jangan ngeyel, jangan jadi anak pembangkangan kamu" Laurens lalu beranjak meninggalkan vajendra yang masih berdiri disitu.

"Jendra, mami kamu benar, kamu gak bisa jadi apa-apa kalau terus melukis, dari kecil selalu saja jadi beban keluarga" Ucap sang ayah

Sesak, itu yang saat ini vajendra rasakan

"Kak, kalau kakak mau nanti kakak bisa ambil punya Jean" Sahut sang adik

Vajendra melirik Jean, ada rasa iri dan benci saat Jendra melihat Jean.
"Apa Special nya dia sehingga mami dan papi sangat menyiangi nya" batin Vajendra

Vajendra tidak menyahuti Jean, dia hanya terdiam dan melihat Jean dengan tatapan tajam.

Namun sang kakak Jeevan akhirnya menawarkan makanan milik nya pada vajendra "Jend, kamu bisa makan punya kakak, nanti biar kakak makan di kantin saja" ucap Jeevan

Vajendra tersenyum kepada Jeevan
"Makasi banyak kak Jeevan"

Jean yang melihat vajendra yang merespon saat Jeevan menawarkan makanan nyapun hanya bisa tersenyum, dia tidak tahu mengapa vajendra bersikap acuh padanya.

"Ayo berangkat, hari ini papi antar"
Suara seorang lelaki dewasa terdengar, membuat vajendra menoleh.

"Beneran pap?" Ucap vajendra yang terlihat begitu senang.

"Ayo, Jeevan, Jean, papi tunggu di mobil ya"

Vajendra hanya tersenyum, ia kira ajakan Mahendra barusan untuk dirinya, tapi ternyata ajakan itu di tunjukkan untuk Jeevan dan Jean anak kesayangannya.

Lagi-lagi vajendra hanya bisa tersenyum melihat ia di abaikan dan tak di anggap keberadaannya.

Dengan langkah lemah vajendra beranjak dari rumah untuk pergi ke sekolah .

Selama perjalanan ia hanya bisa merasakan sesak di hatinya. Ia menepuk-nepuk dadanya berusaha meredakan rasa sakitnya.

"Gaboleh nangis Jendra, kamu harus kuat" menenangkan dirinya sendiri.

Dari Jean untuk Vajendra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang