Bab 1

135 7 0
                                    

Yang mau baca cepat silakan follow akun karyakarsa ya.

Aku gunakan POV Wisnu untuk cerita ini.

Semua ceritaku TAMAT ya gaes entah di karyakarsa dan KBM

***

Menjadi seorang pengusaha muda bukannya membuat gue bahagia tapi membuat gue lupa akan rasanya rumah. Pelukan kedua orang tua atau bahkan saudara yang mau merangkul diri gue.

Gue sibuk. Jelas.

Gue kaya. Jelas.

Tetapi semua itu membuat hati gue kosong. Meskipun dengan uang gue bisa membeli apapun termasuk soal urusan ranjang. Di usia gue yang menginjak tiga puluh lima hal itu sudah lumrah, tapi gue juga tahu batasan. Gue mau kalau memang perempuan itu sudah bebas dari segala penyakit dan itu dibuktikan dengan laporan lab dari rumah sakit.

"Butek amat." Gue menoleh dan mendapati Athaya tengah tersenyum ke arah gue. Ya, kita sudah menjadi sahabat cukup lama. Athaya adalah orang yang menjadikan gue sampai di posisi ini dan dia adalah patner gue di segala hal.

"Pusing."

"Tumben."

"Lo tahu bisnis gue ada dimana-mana tapi gue ingin sehari aja nggak mikirin mereka."

"Mana bisa gitu." Athaya mendaratkan tubuhnya di sofa yang ada di ruangan gue dan membuka tablet yang ia bawa. Entah apa yang ia kerjakan gue nggak paham. Yang jelas gue ingin lari sejenak dari kehidupan ini. Gue ingin bisa melihat dunia lain yang bisa membuat gue bersyukur sampai di titik ini.

Suara pintu terbuka dengan sudut mata gue melihat perempuan yang menjadi bawahan gue. Perempuan antik ya, gue mengatakan itu. Karena dari sudut mata manapun gue tahu kalau dia cantik tapi dia begitu tertutup akan dunia lawan jenis. Seperti ada sekat yang memisahkan.

"Bapak tadi nelpon. Ada apa ya Pak?"

"Bilang ke Pak Budi suruh buatkan minum." Perempuan itu mengangguk lemah dan izin undur diri. Athaya yang melihat perempuan itu sontak bertanya kepada gue. "Siapa?"

"Tadi?"

"Iya?"

"Bawahan gue. Namanya Wina."

"Oh Wina. Cantik." Pujinya tulus. Yang jelas saat itu gue juga sadar kalau Wina cantik. Apalagi buah dad*nya seperti diluar ukuran orang indo. Entah dia implan atau enggak gue nggak peduli.

"Iya cantik." Tapi susah diajak hang out.

"Punya pacar nggak?" Mana gue tahu. "Nggak tahu."

"Bagus, kesempatan gue." Ucap Athaya dengan nada suara yakin. Lo tahu nggak berteman dengan Athaya akan membuat lo sadar bahwa kepercayaan diri lo pasti dibawah Athaya. Ibarat kata Athaya melihat perempuan cantik di luar dia pasti akan mengajak kenalan setidaknya dapat nomor ponsel.

"Terserah." Saat itu gue pusing, mana kepikiran buat cari perempuan. Yang ada gue ingin pergi ke luar negeri atau dimanapun itu.

Hingga beberapa bulan setelahnya Athaya menikahi saudara Wina, padahal dari awal dia tertarik kepada Wina. Plot twist apalagi ini. Ya meskipun sejak awal Athaya salah, karena untuk mendapatkan Wina dia menggunakan saudaranya itu.

"Gila lo. Tapi gue akui lo gentle." Ibarat kata dia mau mempertanggungjawabkan perlakuannya dan yang pasti ini menjadi awal gue sadar bahwa di dunia ini gue tengah sendiri.

Kedua orang tua gue sudah menetap di Bandung setelah pensiun dan gue di Jakarta sendirian. Ditambah Athaya yang tengah mempersiapkan pesta pernikahannya. Gue merasa merana.

Gue memutuskan untuk pergi ke club malam sekadar minum dan menikmati suasan malam di ibu kota.

"Tumben kesini. Ada masalah apa bro? Pak Atha-nya kemana?" Sapa salah satu bartender yang menyapa gue. "Dia lagi sibuk."

"Oh, minum sendiri berarti?" Gue menganggukan kepala. Sudah sering gue malakukan ini. "Iya. Minta satu."

Bartender yang gue kenal bernama Tiko itu memberikan gue minuman. Hingga beberapa kali gue meminta lebih meskipun Tiko awalnya menolak tetapi dia akhirnya mengiyakan. Uang bisa membeli semuanya.

"Nanti kalau mabuk Bapak telepon siapa?" Tiko berteriak di depan daun telinga gue yang gue balas dengan nomor di hp gue. Terserah siapapun.

Dan ya, gue akhirnya tumbang. Dan Tiko menelpon seseorang. Hingga beberapa jam setelahnya gue mendengar suara perempuan yang bertanya ke arah Tiko akan berapa yang harus dibayar.

"Sudah di bayar. Kakaknya jemput Pak Wisnu saja." Meskipun gue sudah nggak sadar gue masih bisa mendengar.

Hingga tubuh gue di papah keluar dan mendarat di ranjang. Entah ranjang siapa gue nggak tahu. Tapi saat gue ingin menarik tangan perempuan itu gue sadar jika dia telah mengacaukan pikiranku. Ya, aroman inilah yang membuat diriku kesetanan akan kenikmatan yang sudah lama nggak gue rasakan.

****

Yang terjadi

"Sudah di bayar. Kakaknya jemput Pak Wisnu saja." Wina menatap Wisnu yang telah menyandarkan kepalanya di atas meja bar. Dengan sedikit kesusahan dia mengangkat tubuh besar itu untuk berjalan ke keluar membelah keramaian.

Wina yang tidak begitu tahu alamat Wisnu memilih untuk memesan hotel terdekat, mengistirahatkan tubuh Wisnu disana jauh lebih baik dibandingkan membawanya pulang ke kos.

"Kalau mabuk jangan nyusahin dong Pak." Keluh Wina saat tubuhnya menopang tubuh Wisnu yang besar di dalam lift yang berjalan menuju lantai yang ia pesan.

"Patah hati ya Pak?" Meskipun terlihat mustahil. Tapi Wina pikir apa yang dilakukan Wisnu bisa jadi seperti itu. Tidak ada yang tidak mungkin saat hati sudah patah.

Hingga Wisnu sampai di kamar hotel dan merebahkan tubuhnya. Melepaskan sepatu yang sama saat tadi pagi, bahkan dasi masih bertengger di leher Wisnu. Padahal Wina menjemput Wisnu sudah berganti pakaian dengan baju tidur.

"Tidur ya Pak. Saya capek memapah Bapak." Selesai menata selimut Wina yang ingin beranjak dikagetkan dengan tarikan tangan Wisnu yang begitu keras seolah membanting tubuhnya yang mungil. Wisnu bangkit dan menindih tubuh Wina sesekali menciumnya pipinya.

"Pak... Bapak sadar. Saya Wina Pak." Wina berusaha menampar wajah Wisnu agar sadar dan tidak melakukan hal senonoh itu. Tetapi kembali lagi Wisnu tengah dikuasai alkohol.

Semua berjalan begitu cepat hingga tubuh Wisnu terjatuh di sisi Wina. Sedangkan Wina yang merasakan rasa sakit hanya bisa menangis hingga Wina kelelahan dan jatuh tertidur. Dimana ini menjadikan awal dari sebuah cerita.

Tbc

My Home ✔ (KARYAKARSA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang