Roman

10 1 0
                                    

MoraDeska menjadi pasangan terheboh di sekolah setelah si Deska tengil mendeklarasikan statusnya. CastelMora entah hilang kemana setelah keberadaan sang pangeran Duta itu menghilang dan dikabarkan sedang cuti. Dua sejoli itu tidak mau tau karena memang mereka sedang kasmaran.

"Mor, sejak kapan lu suka sama gue?"

"Des, sejak kapan lu panggil gue Mor?"

"Lu mau gue panggil Dora lagi?"

"Iya."

"Ihhh, pacar gue imut banget sih," gemas Deska sambil mencubit pipi Mora.

"Apaan anjir, geli banget."

Deska menggenggam tangan Mora hingga mereka pun bergandengan. "Gue mau mampir ke rumah lu dong."

"Ngapain? Nggak ada siapa siapa juga."

"Maka dari itu nggak ada siapa siapa jadi bisa ngapa ngapa, hehe."

Mora menyentil dahi Deska. "Mesum anjir."

Deska tertawa dan melanjutkan langkahnya. Sekitar 100 m dari situ Deska pun menghentikan langkahnya. "Gue beliin lo durian."

"Tumben."

"Hadiah jadian dari gue."

Mora mendelik. "Lebih elit dikit ngapa."

Deska tak menghiraukannya. Dengan menutup hidungnya, dia pun memesan pada sang penjual. "Abang, beli duriannya tiga biji ya."

"Oke aden, 100 rebu ya."

Deska pun menyerahkan selembar uang berwarna merah kemudian menyerahkannya pada sang pacar.

"Lu yang bawa."

Mora berdecak. "Harusnya laki anjir yang bawa."

"Kan udah gue bayarin."

Mora jadi bersungut-sungut. Ini lakik pamrih sekali. Jadinya, dia tinggal aja deh.

"Eh eh jangan ngambek anying. Lo kan tau gur nggak suka bau durian."

Mora terus mempercepat langkahnya. Tidak peduli pada Deska. Namun, dia menyembunyikan senyum gelinya itu. Deska sebenarnya sedikit manis, pikirnya.

Sampai di rumah mereka, Deska memilih menarik tangan Mora ke rumah di sebelahnya yang tak lain memang rumah gadisnya ini. "Des, lu beneran jangan ngapa ngapain ya, awas aja lu," ancam Mora.

"Ye, masa seorang Caslistya Moradana takut sama gue sih, haha."

Mora mendelik tapi tetap mengikuti langkah Deska. Namun, Deska berhenti mendadak membuat Mora menubruk punggung lebarnya. "Ada apa sih, Des? Kok berhenti mendadak?"

"Mor, ke rumah gue aja yuk," ujar Deska sambil berbalik. Namun naas, Mora sudah melihat apa yang ada di depan Deska dan tanpa sadar menjatuhkan duriannya.

"B-bunda," lirihnya.

Seorang wanita cantik ada di teras rumah itu, sedang berdiri.

"Mora sayang, ini bunda nak," panggil wanita itu.

Tatapan Mora berubah tajam. Dia menggenggam tangan Deska. "Maaf, saya tidak punya bunda, mungkin Anda salah orang." Setelahnya, Mora pun berbalik dan menarik tangan Deska. Dia memilih pergi daripada bertemu lukanya. Sosok yang meninggalkannya. Bahkan Mora kira orang itu sudah mati.

"Mora!" Bundanya mengejar, Mora berlari.

Hingga tangan Bunda berhasil menggapai tangannya. Deska memilih menyingkir, dia tau diri. Sepertinya ada hal penting yang ingin bunda sang pacar bicarakan.

"Des, jangan pergi," titah Mora. Deska tidak pergi, dia hanya berdiri sedikit lebih jauh dan memberi jarak kepada keduanya.

"Maafin bunda."

"Basi."

"Bunda terpaksa."

"Oh ya?" satunya tanpa ekspresi.

"Udah itu aja?" tanya Mora setelah beberapa saat wanita itu terdiam.

"Bunda dipaksa kakek kamu untuk menikahi pria pilihannya sehingga bunda terpaksa meninggalkanmu." Mora tersenyum getir, apakah itu masuk akal?

"Terus?"

"Kakekmu udah meninggal."

"Saya nggak kenal dia, bahkan nggak pernah bertemu dengannya. Jadi, dia bukan kakek saya."

"Dia ayah bunda, Mora."

"Anda bukan siapa siapa saya lagi."

Wanita itu tersenyum getir dengan mata sendu.

"Tolong to the point, perlu apa anda kemari?"

Sang bunda meremas tangannya. "Saudara kamu sedang sakit keras, dia butuh donor sumsum tulang belakang, bunda mau minta tolong sama kamu, Mora."

Hahaha, sekarang Mora tertawa keras. Deska di belakang ikut mengepalkan tangannya. Meski sayup-sayup dia dapat mendengar percakapan mereka. "Anda bercanda? Saudara? Saya rasa saya anak tunggal yang tidak memiliki orang tua."

"Mora, Bunda mohon, meski dia bukan saudara kandung kamu, tapi dia tetap punya darah bunda, darah yang ada padamu juga."

"Anda tau? Mengingat fakta itu rasanya saya ingin merobek seluruh bagian tubuh saya dan mengganti darah yang Anda bicarakan itu."

"Anda punya hak apa? 10 tahun yang lalu Anda menelantarkan saya. Sekarang Anda menemui saya hanya untuk meminta saya mendonorkan bagian tubuh saya untuk anak Anda yang lain. Apakah Anda hilang akal?"

Setelah berbicara seperti itu, Mora berbalik dan air matanya menetes. Deska menatap kekasihnya itu dengan sorot mata sendu juga. "Tolong sedikit tau malu. Dan perlu Anda tau, mulai detik ini, tidak ada lagi nama Mora. Saya bukan darah daging Anda lagi dan jangan pernah sekalipun menemui saya lagi."

Mora pun melangkah pergi dan menggandeng tangan Deska untuk memasuki rumah di sebelahnya. Setelah menutup gerbang tinggi itu, Mora meluruh dan memeluk tubuh kekasihnya. "Des, sakit, Des," lirihnya sambil terisak. Deska berusaha menenangkan gadisnya dengan mengusap rambut halus milik Mora.

"Nggak papa nangis aja, lo nggak perlu keliatan kuat di depan gue."

5Castheda [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang