Hasil Ujian

16 1 0
                                    

Deska melongo dan menatap nanar kertas hasil ujian di tangannya. 4/250, angka itu terpampang jelas dan menjadi yang paling jelas di matanya. Dia masih mematung saat si Sony tiba tiba menegurnya. "Anjir, Des, tumben lo ranking 4!"

Deska Rahardian, juara umum di angkatannya, dia tidak pernah dapat skors meski hampir setiap hari terlambat bukanlah tanpa alasan, bukan lain karena dia memang murid terpintar yang setia menduduki ranking 1 paralel sekolah. 

1. Catherine Amelyda
2. Castelino Amor
3. Castelyne Aro
4. Deska Rahardian

Deska rasanya mau menangis melihat namanya terpampang di urutan keempat. Bagaimana ini? Bagaimana dia menyampaikan ke bundanya? Bagaimana dia tahu ketiga murid pindahan itu lebih jenius daripada dirinya? Deska frustasi hingga mengacak rambut pendeknya. 

"Eh, Son, ini Catherine Catherine siapa sih? Kok gue kaya belum pernah lihat cewek ini," tanya Deska kepada temannya yang sama-sama sedang berdiri bersamanya di lorong sekolah macam orang dongo. Sony sih nyantai saja karena dia sudah langganan ranking 239. Asalkan dia rajin berangkat saja tidak akan pernah kena DO. Sekolahnya emang sebaik itu. 

"Panggilannya Amel, bego. Dia anak pindahan juga di kelas kita. Duduknya persis sebelah lo, cuma mata lo aja yang siwer kali."

Mendengar itu, Deska buru-buru kembali ke kelasnya dan mencari si Amel Amel ini. "Mana yang namanya Amel?!" 

Tidak ada yang menjawab, karena memang kelas ini kosong. Deska meluruh dan terduduk di lantai. Temen-temen gila jamkos emang, mentang-mentang hari ini memang H+1 ba'da ujian dan hanya diisi pembagian hasil tes, mereka semua menghilang entah ke mana. 

***

Di sisi lain, sang empu yang sedang dicari sedang bersantai ria sembari membaca buku di perpustakaan. Satu tempat dengan seorang Castel. Bedanya, Castel di sana hanya berdiam diri sembari mendengarkan musik lewat headphone miliknya. Dia tidak suka membaca, tetapi dia mencintai musik dan menyukai ketenangan. Berbeda dengan kembarannya yang entah ke mana, tadi sih izinnya ke kantin bersama rombongan teman-temannya. Entahlah, baru satu bulan mereka di sekolah ini, tapi si Roro sudah memiliki banyak teman. 

Castel mendengarkan musik sambil memandang kertas hasil ujian di tangannya. Ada nama yang menarik perhatiannya, nama yang persis dimiliki cewek di meja depan. Dia melihatnya karena nama di seragam sekolah ini berada di lengan, bukan di dada. Jadi, terlihat jelas. Sebenarnya dia tidak terlalu tertarik karena tentunya manusia itu termasuk salah satu human wanita. Tapi yang bikin dia cukup penasaran adalah, baru kali ini dia melihat seorang perempuan yang ada di nomor 1. Si Roro saja tidak pernah bisa menyainginya. 

Namun, Castel urung menghampiri perempuan bernama Catherine Amelyda itu setelah melihat seorang lelaki grasa-grusu ddi depan pintu perpustakaan dengan meneriakkan nama tersebut.

Amel yang sedang membaca buku mendongak menatap sang pemanggil. Tatapannya sopan tapi tegas di balik kacamatanya. 

"Lu yang namanya Amel?!" tanya Deska keras. 

Amel mengangguk menjawabnya. "Ada apa ya?" tanyanya. 

Amel terkejut dengan tingkah tiba-tiba lelaki di depannya. "Ajarin gue dong! Kok bisa sih lu dapet peringkat 1?" mohon Deska sembari berlutut dan menangkupkan tangannya. 

Castel sendiri hanya diam mengamati drama romansa di depannya. 

Amel tetiba berdiri dan mengajak si Deska untuk duduk. Mereka berdua terdiam. Deska menunggu si Amel berbicara, sedangkan Amel bingung hendak ngomong apa. 

"Woy, Deska! Emak lu ada di sini!"

"HAH!" Deska terlonjak kaget dan langsung terjungkal terbirit-birit meninggalkan tempat duduknya. Amel mengelus dada melihat tingkah pemuda itu. Ada-ada saja, pikirnya. 

***

Berita bahwa seorang Catherine Amelyda, sang murid pindahan menjadi peringkat 1 paralel mengalahkan sang juara umum Deska Rahardian menyebar cepat menjadi topik perbincangan hangat saat ini. Deska sang korban telah dihukum sang bunda untuk datang tidak terlambat minimal selama sebulan. Deska pun jadi punya kebiasaan bar, yaitu selalu memaka topi berwarna hitam setiap berangkat sekolah macam mafia, padahal mah dianya malu-malu macan. Sedangkan Amel harus menahan risih karena hampir setiap hari dia seolah menjadi pusat perhatian dan semua orang menatapnya seperti hendak menerkam. 

"Lu Amel? Ikut gua," ujar seseorang yang tiba-tiba datang dan menarik tangan Amel menuju taman belakang. 

Sesosok gadis cantik berambut pendek ada di depannya yang sedang menatapnya. "Ada apa ya?" tanya Amel. 

"Congrats!" ujarnya tiba-tiba. 

"Gue ikut seneng lo bisa ngalahin si tengik Deska." Amel ber Oh ria. Dalam hatinya, sebenarnya ini orang ngapain dah?

"Lo tau Castel?" tanyanya tiba-tiba berpindah topik. 

Amel coba mengingat-ingat nama tersebut. 

Sebagai alumni musuh bebuyutan Deska, dia ingin mendekati cowok tersebut agar si tengil Deska makin kena mental jika gelar Pangeran Duta sekolahnya direbut lagi macam gelar juara umumnya. 

"Lu sekelas kan sama si Castel? Tolongin gua minta nomornya," ucap si cewek itu. 

Hah? Amel melongo. Kenapa harus dia?

Seolah bisa membaca ekspresi Amel, cewek itu berujar, "Karena lo sekelas sama dia dan yang gue tau cuma lo."

Amel meringis, gini amat nasibnya. "Oke-oke gue coba ntar ya, eum nama lo siapa?" tanyanya sebab ukiran nama di lengan cewek itu tertutupi cardigan yang dipakainya. 

"Calistya Moradana. Panggil aja gue Mora."

5Castheda [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang