226

2.7K 195 21
                                    

Lautan api yang keluar dari mulut monster itu mendekat dengan kecepatan luar biasa, membuat seluruh Istana Kekaisaran terbakar.

Aku bisa merasakan panas di belakang punggungku seolah-olah kulitku terbakar. Tentu saja, aku tidak bisa lepas dari jangkauan nafasnya dengan berlari.

'Air! Air! Sesuatu seperti sihir es!'

Aku segera melihat ke tongkat cermin yang aku pegang. Namun, tidak peduli mantra sihir apa yang muncul di atas, sudah terlambat untuk meneriakkannya.

Api besar muncul di belakang kami, tepat sebelum mulutnya terbuka lebar dan menelan kami.

"Penelope!"

Callisto menarikku dengan kasar. Pada saat yang sama, hidungku mengenai armor keras itu.

ROARRRR―

Badai api itu melanda kami. Aku berteriak kesurupan dengan mata tertutup rapat. Tapi itu aneh. Aku tidak merasakan panas atau sakit apa pun yang seharusnya aku rasakan saat itu juga.

Aku membuka mataku dengan hati-hati.

Aku melihat Callisto menutupiku semaksimal mungkin dengan jubahnya dan menutup matanya rapat-rapat, sama seperti aku beberapa saat yang lalu.

(tl/n: >///<)/)

ROARRRR―

Di belakangnya, aku melihat api terbelah dua dan menyebar di kedua sisi kami. Seakan itu adalah mukjizat Musa.

'Apa yang terjadi? Mengapa apinya terbelah menjadi dua cabang....?'

Saat aku melihat sekeliling dengan kebingungan, tiba-tiba aku melihat sesuatu melayang di udara dan bersinar.

'Kapan itu terjadi...!'

Itu adalah bunga mawar layu dari taman yang ada di sakuku. Lalu aku terpikir.

― Dalam keadaan darurat, sihir pertahanan hanya akan diaktifkan satu kali. Ada mantranya. Yaitu...

― Jeritanmu.

Tepat setelah aku kabur dari rumah, mantra pertahanan yang Winter siapkan untukku untuk berjaga-jaga itu berguna. Sebelum aku menyadarinya, itu telah mendengar teriakanku dan langsung aktif.

Rasanya aneh melihat tangkai bunga gundul yang melayang tegak di atas nyala api yang terus-menerus dimuntahkan. Bunga yang mekar cemerlang begitu menyentuh tanganku, lalu layu menyebarkan kelopak ungu.

Cinta Winter yang penuh keraguan itu juga sungguh unik dalam metodenya.

"Yang Mulia, mohon buka mata anda."

Aku membangunkan Putra Mahkota yang masih memelukku dengan tercekik. Lalu kelopak matanya bergerak-gerak, memperlihatkan mata merah cerah.

"Apa? Apa kita sudah bertemu lagi di akhirat?"

"Sayangnya, kita belum mati."

Mendengar kata-kataku, Putra Mahkota melihat sekeliling dengan ekspresi bingung. Nyala api selebar Laut Merah beriak di kakiku, tapi aku tidak merasakan panasnya sama sekali.

"Apa yang telah terjadi?"

"Itu."

Menanggapi pertanyaannya yang membingungkan, aku menunjuk ke sekuntum bunga yang melayang di udara. Meskipun kami terlihat sangat lemah untuk menghadapi rentetan bom api, lapisan transparan yang keluar dari bunga mawar melindungi kami dengan sempurna.

"Ini adalah sihir pertahanan yang saya sebutkan sebelumnya."

"..."

".....Itu adalah artefak sihir pertahanan yang diberikan kepada saya oleh Binsu."

Kematian Adalah Akhir dari Sang Penjahat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang