Sinar yang tidak abadi

10 1 0
                                    

Segara berlari, bertanya, mencari. Terlihat jika dirinya tengah panik, khawatir, serta beradu dengan perasaan asing yang tidak ia kenali.

Hingga akhirnya ia menemukan nomor kamar yang dicarinya.

Tangannya mulai terangkat berencana untuk mengetuk pintu dihadapannya, namun bukannya mengetuk pintu Segara justru berhenti dan terdiam. Ia tidak tahu apakah yang ia lakukan saat ini benar atau sebaliknya.

"Kenapa, Gar?" Tanya, Zul. Melihat kekhawatiran temannya itu.

"Kenapa tidak mengetuk pintu?"

Segara masih terdiam.
"Jika dipikir-pikir kenapa aku seperti ini?" Ujar Segara, menunduk.

"Gar" ujar Zul sembari memegang pundak Segara. "Tidak apa, kamu tidak salah. Ini sudah benar, mungkin saja perempuan itu juga sedang menunggu mu" lanjut Zul meyakinkan.

Wajah Segara yang tadinya menunduk kini berpaling menatap Zul.

"Benar. Aku hanya datang untuk menyapa" singkat Segara kemudian ia mengetuk pintu kamar dihadapannya.

Tok..tok..tok..

Perlahan pintu itu mulai terbuka.  Terlihat jika Segara sedang gugup, nafasnya tidak teratur.
Segara sangat penasaran dengan sosok  dibalik pintu itu.

Wajahnya familiar, mata yang indah dengan senyum yang tidak asing, namun bedanya ada garis keriput diwajahnya.

"Halo tante" Ucap Segara menyapa sopan, ia yakin wanita paruh baya yang dihadapinya itu adalah ibu dari Arumi

"Selamat sore tante" Zul pun ikut menyapa.

"Arumi nya ada tante?" Tanya Segara, sopan.

Wanita itu tersenyum "kalian temannya Arumi?" Tanya nya.

Segara pun mengagguk " iya tante"

"Wah ternyata putri tante memiliki teman yang ganteng-ganteng. Silahkan masuk, nak!" Kata Ibu Arumi sembari mempersilahkan mereka masuk.

Suasana kamar yang tenang, dingin, dan hening. Kini Segara telah melihat sosok yang ia nanti selama berhari-hari sedang berbaring lemas diatas tempat tidur beserta selang-selang yang menempel ditubuhnya.

Senyumnya tercipta, legah.

Ketemu.

"Kak Segara?" Ucap Arumi sedikit terkejut melihat kedatangan Segara.

Sedangkan Zul, ia mematung. Wajar saja jika Segara jatuh cinta dengan perempuan itu.

"Arumi, Ibu tinggal dulu ya!. Ibu mau beli minum untuk teman-teman kamu, Nak!" Ujar Ibu Arumi sembari mengambil tasnya diatas meja.

"Hati-hati tante" kata Zul dengan senyum ramahnya.

"Tolong jaga anak tante yah"

"Siap, tenang saja tante" balas, Zul meyakinkan.

Usai kepergian Ibu Arumi, ruangan kembali menciptakan keheningan.

"Apa kabar?" Tanya Segara sembari menatap Arumi.

Deg....

Situasi didalam kamar itu begitu kikuk. Arumi yang masih heran dengan ke datangan Segara secara tiba-tiba masih terdiam sedangkan Zul yang merasa menjadi pengganggu diantara mereka berdua memutuskan untuk keluar dari ruangan terlebih dahulu.

"Gar, aku tunggu diluar ya" ucap Zul sembari memberi tepukan di bahu Segara.

"Terima kasih, Zul" balas Segara.

........
"Sampai kapan lilin itu akan bertahan?"
........

15 menit berlalu. Zul yang tengah menunggu di depan kini melihat Segara telah keluar dari kamar Arumi.

Tidak ada ekspresi dari Segara. Zul yang penasaran pun kini bertanya

"Bagaimana, Gar?" Tanya Zul serius.

Segara hanya tersenyum kikuk kemudian berjalan lebih dulu. Lesuh.

"Gar?"

Langkah Segara terhenti. Bukan karena panggilan dari Zul, melainkan ia berhenti karena kini Ibu Arumi telah berdiri dihadapannya.

"Eh kalian sudah mau pulang, Nak?" Tanya ibu Arumi yang sudah tiba sembari membawa kantung kresek berisikan minuman dan beberapa camilan.

"Eh tante. Maaf tante kami mendadak ada urusan. Lain kali kami akan mampir menjenguk Arumi lagi" jelas Zul, usai memutar otak mencari alasan yang bagus untuk Ibu Arumi.

"Makasih sebelumnya tante. Kalau begitu kami pergi dulu" lanjutnya sembari menarik lengan Segara pergi.

 Kalau begitu kami pergi dulu" lanjutnya sembari menarik lengan Segara pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terkadang kita memang harus terluka untuk melindungi seseorang"

.
.
.
.
.
.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ASMARALOKA 1995Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang