Chapter 9

112 11 2
                                    

Satu-satunya tetangga yang terlihat adem ayem nyatanya juga punya masalah. Keluarga Luhan yang dibilang paling waras oleh Lurang di awal sebetulnya tidak sepenuhnya begitu. Siapa sangka ia dan istrinya ternyata punya masalah yang cukup pelik.

"Sudah kubilang tidak!"

"Mau Jadi apa anak kita nanti kalau kau terus begitu!"

Luhan yang terkenal penyabar nyatanya bisa juga meninggikan volume suaranya. Ia sangat marah pada istrinya yang tak juga mau menurutinya. Masalah datang saat anak mereka lahir beberapa bulan lalu, seperti ibu baru kebanyakan, Reba mendapat cuti melahirkan selama tiga bulan tapi masalah datang setelah itu.

"Aku bisa mencukupi kebutuhan kita kalau yang kau takutkan soal uang, setidaknya anak kita bisa dapat perhatian dan juga didikan yang bagus dari ibunya jadi tolong sayang,"

"Aku tidak mau berhenti bekerja, pokoknya tidak"

Wanita itu menutup pintu kamar rapat-rapat bahkan sempat terdengar bunyi kunci diputar sebanyak dua kali. Luhan menghela napasnya, berusaha mengatur emosinya.

*

*

"Permisi.. apa masih ada? Saya mau satu"

"Oh! GE!"

Yuan menyapa dengan riang, siapa sangka bisa ketemu tetangga di pasar yang ramai ini.

"Sendirian?"

"Ya.. jalan-jalan, cari angin, Yuan baru mau pulang?"

"Haha, iya, belikan Meimei oleh-oleh dulu karena pulang telat"

"Meimei? Hahaha.. imut sekali"

"Hehe,.. ah! Ge ke sini naik apa?"

"Oh aku tadi naik bis"

"Ayo pulang denganku saja"

Setelah membayar dan berpamitan dengan Anran dan Ayahnya, Yuan menyetir sambil berbincang dengan Luhan di sampingnya. Awalnya obrolan mereka terdengar santai, membicarakan soal pekerjaan lalu lama-lama nyerempet ke hal pribadi.

"Yuan, Apa Lusi bekerja?"

"Ya, tapi bukan bekerja kantoran, ada apa?"

"Apa pendapatmu soal wanita yang berkarier?"

"Eh?"

Oke, Yuan paham arah pembicaraan ini. Pelan-pelan juga Luhan mulai mencurahkan isi hatinya, keduanya berbagi pikiran dan Yuan sebetulnya agak sungkan
mau memberikan pendapat, anak saja dia dan Lusi belum punya.

"Kau tahu kan, anakku kembar tiga, tentu repot, kalau istriku masih ngotot kerja"

"Ya.. betul juga sih"

"Aku kurang cocok dengan pengasuh, mau mengandalkan ibu atau ibu mertua juga aku tidak enak merepotkan mereka, dititipkan di daycare juga aku..."

"Gege ini tipikal yang tidak suka kalau anak diasuh orang lain, begitu kan?"

Dapat anggukan antusias, Yuan sudah paham bagaimana inti masalahnya. Istri Luhan ini juga menduduki posisi yang cukup rumit, pekerjaannya pasti tak sedikit, sudah begitu sering lembur. Selain karena alasan anak, pastinya urusan kesehatan juga jadi pertimbangan. Sudah lelah bekerja, di rumah masih menyusui tiga bayi, bisa dibayangkan betapa lelahnya Reba.

"Terus Jiejie bilang apa?"

"Dia masih sayangkan pekerjaannya, memang sih dia mulai semuanya dari bawah dan aku pun tahu bagaimana rasanya tapi melihatnya pulang malam, belum lagi di rumah mengurus si kembar, berakhir tidur dini hari, paginya harus berangkat kerja, aku jadi tidak tega"

Yuan sedikit sungkan, takutnya menyinggung tapi mengutarakan apa yang jadi pendapatnya sepertinya lebih baik daripada diam bukan?

"Luhan ge.. coba Ajak bicara lagi Jiejie pelan-pelan katakan apa yang menjadi kekhawatiranmu, aku percaya Jiejie akan mengerti,"

Tidak sampai di situ, Yuan juga memberikan nasihat lain sebagai seorang teman sampai tidak terasa mereka sudah sampai di depan komplek perumahan.

"Terima kasih ya untuk tumpangan dan nasihatnya"

"Sama-sama, Fighting Ge!!"

*

*

Sambil mengupas ubi yang dibelikan Yuan, Lusi mendengarkan suami dengan teliti. Masalah rumah tangga ternyata macam-macam.

"Kalau Meimei bagaimana? setelah punya anak masih mau kerja?"

"Hm? Kalau aku sih gampang, tinggal tunda nulis buku, selama belum ada kontrak untuk bikin buku berseri sih santai, oh iya terus Luhan ge gimana keputusannya?"

"Masih bingung, tadi sih mau ngobrol lagi katanya. Ya.. memang harus begitu kan?"

"Ya, kekhawatiran Luhan ge masuk akal tapi kalau lihat Reba Jiejie.. aku juga bisa merasakannya, anak mereka banyak soalnya, jadi pusing" Ucapnya sambil mengerutkan bibirnya lucu.

Mengedikkan bahu, Yuan ikut pusing juga membayangkan bagaimana keadaan Gegenya itu. Untuk yang belum nikah apalagi yang belum punya anak mungkin tak begitu paham tapi untuk mereka yang ada di posisi itu pastilah berat.

Membuka mulut tanda ubi kunyahannya sudah ditelan dan minta disuapi lagi, Yuan meletakkan kepalanya di paha sang istri, hari ini dia capek sekali. Mondar - mandir ke kantor kepala sekolah, sudah begitu harus ke kantor kementerian, urusannya padat sekali tadi siang.

Lusi yang paham suaminya kecapean, memanjakannya dengan memijat kepalanya dengan lembut.

"Eh, jangan tidur di sini, ayo pindah ke kamar, aku gak akan kuat gendong Gege!"

"Uh? Yya, duh belum mandi tapi ngantuk"

"Tidak mandi juga tidak apa, ganti baju saja ya? Ayo ke kamar"

Suaminya ini memang dasar sifat tengilnya minta ampun, dengan jahilnya dia melemaskan tubuhnya dan mencondongkannya ke bahu Lusi akar bisa dipapah. Tangannya mengalung ke pundak yang lebih pendek, Lusi bahkan sampai sempoyongan menopang berat badan suaminya yang berotot itu, memang dasar bayi tua.

Vote》☆

Tbc

Halo guys aku up stelah sekian lamanya hiatus, tolong vote ya untuk update pertama ini!!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Our PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang