03. Pukul Enam Sore

1.2K 165 78
                                    

Aku adalah atma tanpa suara,
yang diselamatkan oleh adiwira tanpa aswa.

Aku adalah raga tanpa harsa,
yang melahirkan adiwira baru dengan harsa.

Kelakar Dunia
Lembaran kedua, halaman pertama

― Bunda [Name]

_______

Seumur hidupnya sebagai ibu dan seorang istri, [Name] tidak tahu bagaimana cara membalas budi adiwiranya. Bahkan dalam kondisi seperti ini, [Name] tidak tahu dia harus bertindak seperti apa.

Dia tahu, dia sudah dewasa. Dia berhak dan harus menyuarakan hak anak-anaknya pada sang suami, Halilintar. Namun, [Name] memilih bungkam.  Matanya tidak lagi tertutup seperti dahulu, tapi khusus kali ini dia memilih untuk tutup mata.

Dia tahu, bagaimana tersiksanya tiga anaknya membutuhkan eksistensi Halilintar sebagai seorang ayah. Namun, [Name] memilih tutup mata. Kala anak-anaknya merengek meminta ayah mereka kembali, [Name] hanya akan memeluk anak-anaknya dan menepuk punggungnya pelan sembari berkata, "Sabar, ya. Ayah bakal pulang. Ayah lagi sibuk... tapi Ayah tetap ingat kalian, oke?"

Mungkin [Name] selalu menenangkan anak-anaknya, tapi [Name] tidak pernah mau menyuarakan isi hatinya beserta isi hati anak-anaknya kepada Halilintar.

Menurut [Name], dia tidak pantas mengganggu Halilintar di saat seperti ini setelah apa yang Halilintar berikan padanya. Dia tidak bisa apa-apa selain menunggu dan terus menenangkan anak-anaknya.

Halilintar memberikannya sebuah biaya untuk penglihatannya, memberikannya rumah yang benar-benar rumah, memberikannya harsa seluas dan sedalam samudra padanya yang kala itu hanyalah sebatang kara. Bagaimana bisa [Name] protes dan menentang Halilintar setelah apa yang Halilintar berikan?

[Name] menyadari, dia menjadi sangat keras kepala dan mulai berargumen dengan Halilintar beberapa hari terakhir ini. Puncaknya ketika sulung mereka berada di rumah sakit karena jatuh dari tangga. Sedikit demi sedikit, atma tanpa suara yang selalu terikat dengannya mulai mengeluarkan suara; suara amukan; amarah. Apalah itu, [Name] tidak bisa memahaminya.

Namun, sore ini dia sedikit lega karena setelah lamanya Halilintar pulang terlambat atau bahkan tidak pulang, akhirnya hari ini ketika waktu mendekati pukul enam sore dia pulang.

[Name] membuka pintu rumah lebar mempersilakan Halilintar untuk masuk, di luar sedang hujan, tidak terlihat senja yang biasa menjadi hiburan anak pada zaman sekarang.

"Sudah nggak begitu sibuk?" Ujarnya begitu Halilintar memasuki rumah dan membuka kemejanya.

Halilintar hanya melirik [Name] sekilas, sebelum akhirnya dia mengangguk tapi tak lama menggeleng. [Name] tahu, Halilintar pun bingung bagaimana dia harus menjawab.

"Dua hari yang lalu aku jenguk Sena," Halilintar membuka percakapan.

"... Apa?"

"Jam tiga pagi, aku jenguk Sena."

[Name] mengernyitkan keningnya, "Memangnya boleh jenguk jam segitu?"

"Statusku kan Ayahnya, bukan penjenguk."

Benar juga, lantas, [Name] hanya mengangguk dan membantu mengarahkan suaminya menuju kamar mandi.

"Mandi dulu, baru kita obrolin semuanya."

Untuk pertama kalinya, Halilintar mengiyakan ucapan [Name] yang mengajaknya berdiskusi. Padahal biasanya, laki-laki itu hanya akan diam seolah menolak.

Tidak butuh waktu lama untuk Halilintar menjadi harum dan bersih. Kini pria itu sudah berada di kamar bersama dengan sang istri yang sedang duduk di pinggiran ranjang. Dia menghela nafas pelan dan ikut duduk di sampingnya.

Kelakar Dunia [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang