Jennie

413 57 2
                                    

Seburuk itu kah aku dimata semua orang. Aku juga tak ingin seperti ini. Orang lain begitu mengidamkan hidup sepertiku. Ku akui semua terasa mudah dimata orang lain, tidak untukku. Bukan aku tak bersyukur atau tak tau terima kasih atas kehidupan yang Mommy usahakan untukku. Tapi bukan kah seorang anak membutuh kan kasih sayang? Selain dari pada uang.
Sebanyak apapun uang yang kita miliki, belum tentu kebahagiaan yang kita dapati.

"Hiduplah sesuai aturanku! Jangan jadi anak tak tau diri merengek dimalam hari ketika aku baru pulang bekerja, belajar, dan makan. Itu saja! Kau sangat tak berguna!mandiri lah!"

Aku masih ingat kata kata yang begitu menusuk dihatiku ketika aku masih menjadi anak kecil lugu yang butuh belaian ibu sebelum tidur, atau hanya sekedar dibuatkan sarapan. Tapi sepertinya permintaan ku terlalu sulit hingga aku enggan meminta apapun lagi hingga kini aku telah dewasa.

Perkataan Jisoo Unnie membuatku tersadar, bahwa aku memang tak layak hidup.

Aku tau dosaku, hanya saja itu adalah bagian dari pelampiasanku yang tak bisa hidup sendiri. Apapun akan kulakukan agar aku punya teman.

Tapi nyatanya aku memang ditakdirkan sendiri.

Semua orang yang mendekatiku hanya melihat uang ku.

Benar benar sepi, dan hampa.

Dan semua orang bertanya, kenapa aku begitu menginginkan Lisa. Dia berbeda. Aku tertarik begitu saja hanya dengan tatapan matanya. Tapi dia tak menyukaiku. Apa aku terlalu ketara jika aku menginginkannya ?
Lantas atas dasar apa aku menyukai nya jika akupun tak sadar hal apa yang buat aku menyukainya, terlebih dia juga wanita.

Seperti apa yang baru saja kulakukan. Jisoo Unnie benar,mana mungkin Lisa bisa menyukai orang sepertiku. Aku terlalu rendah, tak berharga diri. Lisa tidak mungkin menyukaiku yang bersikap buruk dan tak punya teman.

Aku sedang dalam mood yang buruk, jadi aku memilih pergi.

Aku sadar kenapa Lisa tak mengangkat teleponku, tapi aku tak bisa menahannya. Jadi aku lakukan apapun agar aku bisa bertemu Lisa. Namun itulah yang terjadi, dua kali cambukan membuat aku rapuh begitu saja. Tapi sejauh ini, bukan kah aku cukup kuat ?

Aku berjalan menyusuri jalanan sepi nan gelap, hanya kehampaan dan sepi yang ada. Seperti sedang menikmati derita. Aku tak tentu tujuan, aku tak ingin pulang. Kesendirian ini sudah terbiasa tapi aku tak ingin lagi. Akupun tak tau apa yang harus aku cari.

"Apa kau sudah kembali?"

*****

"Bolehkah aku kerumahmu ? Aku merindukan mu"

*****

"Aku akan kesana."

Setelah menutup telpon, aku berjalan sendirian ditengah gelapnya malam menyusuri jalanan sepi dengan semilir angin yang menyeramkan, aku sangat takut tapi aku tak ingin berbalik.

"Ya! Anak nakal! Jangan kekanakan cepat naik dan pulang. "

Jisoo Unnie menyusulku dengan motornya, tapi ada sedikit rasa kesal. Karena ucapannya selalu bisa mencabikku begitu aja. Tapi hanya dia yang bisa mendidikku, menjaga ku dari pada ibuku.

"Bukannya kau mengusirku?"

"Aku antarkan kemanapun kau pergi."

"Tidak perlu Unnie, aku bisa sendiri aja. "

"Ayo naik."

Aku menyerah, lagi pula kaki ku juga sakit. Jadi aku memutuskan untuk menerima bantuan Jisoo Unnie.

ABOUT USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang