00. Prolog

564 69 1
                                    

"Unnie, ini perintah sangjanim. Kau harus berangkat ke paris sekarang."

Rosé menghela nafas dan berbalik cepat membuat manajer yang berkerja bersamanya selama dua tahun ini menabrak Rosé.

"Giselle?" Rosé melipat kedua tangannya di depan dada, "Aku tak bisa membuat uang uangku sedih karena aku tak tampil nanti."

Giselle mendengus, maksud dari uang uang itu adalah fansnya Roséanne. Perempuan itu memang sering bercanda menyebut fansnya adalah sumber uangnya walaupun itu tak sepenuhnya salah.

"Aku harus bilang apa dengan sangjanim?"

"Tinggal bilang aku tak akan pergi? Lagi pula, dari awal aku juga ingin menjadi penyanyi bukan seorang model." Penjelasan Rosé dengan wajah seriusnya membuat Giselle berdecak kesal.

"Kau sama sekali tak mau mendengarkanku!"

"Itu kau tau? Ayo kita ke tempat acara, aku harus gladi resik." Rosé menangkap terlebih dahulu meninggalkan Giselle yang berkutat dengan ponselnya untuk memberitahu CEO perusahaan mereka jika Roséanne tak akan pergi ke paris.

"Hah, aku akan di marahi lagi."

[I heard your voice]

Suasana malam itu begitu sibuk di salah satu stadion.

Para kru dan staff panitia sibuk ke sana kemari mempersiapkan acara besar yang tengah di selenggarakan.

"Roséanne!"

Perempuan tinggi berambut pirang itu berbalik dengan cepat, "Ya?"

"Maaf sebelumnya, sepertinya ada sedikit kesalahan sound sistem jadi kami memajukan pembacaan nominasi terlebih dahulu lalu setelahnya kau yang tampil. Apakah tidak masalah?" Dengan cermat Rosé mendengarkan penjelasan staff sembari memperbaiki ear monitor yang menggantung di telinganya.

"Ya, tidak masalah." Jawaban ramah serta senyum mengembang tipis.

Setelahnya staff dan Rosé berpisah. Sesaat ia berhenti untuk melihat panggung di hadapannya yang begitu tinggi mungkin ada sekitar 2 meter. Setelah memandang panggung itu, Rosé kembali ke ruang tunggunya untuk beristirahat sebentar dan memperbaiki riasannya yang ia rasa kurang.

"Oh, kenapa kembali?" Giselle bertanya kebingungan padahal ia baru ingin menghampiri Rosé.

"Jadwal tampilku di mundurkan karena ada kendala sound. Jadi aku akan beristirahat sebentar disini." Penjelasan Rosé dan Giselle mengangguk mengiyakan.

"Aku akan ke sana bertanya—"

"Ck, lupakan saja. Kan dia sudah memberitahuku?"

"Siapa? Apa dia staff sound sistem?"

"Sepertinya staff panggung?"

"Aku harus memastikan pihak sound sistemnya."

"Hei, Aeri." Rosé memanggil nama asli manajernya dan menarik lengan tangan perempuan itu untuk duduk, "Sudah, kalau mereka langsung bilang kepadaku berarti itu memang berkendala. Kau disini saja temani aku."

Kedua mata Giselle menyipit tanda marah tapi itu Rosé, Giselle tau ia tak bisa melawan jadi ia duduk menemani artisnya itu.

[I heard your voice]

"Next appearance, Roséanne."

Tepukan tangan serta teriakan fans Roséanne bergema kuat di dalam stadion mengundang decak kagum para artis dan penyanyi berada di depan panggung.

Cahaya lampu perlahan meredup. Suasana menghening beberapa saat sebelum akhirnya lampu yang berada di atas tengah panggung hidup perlahan dengan cahaya yang terlihat minim.

Rosé dengan menawan tampil dengan gitar putihnya. Ia tersenyum tipis melihat penggemarnya bersorak kegirangan melihatnya.

Bait pertama di nyanyikan dengan merdu, Rosé membawakan lagu Gone ciptaannya.

Suara merdu dan lembut itu mengisi suasana tenang di dalam stadion itu. Mereka semua terhanyut. Nyanyian Rosé mengundang mulut mereka ikut bernyanyi.

"Everybody! All my love is gone.. gone~ all my love is gone, now you're dead and gone..." Rosé menutup lagu dengan merdu, Suara tepukan lalu mengiringi. Roséanne sukses membawakan lagu ciptaannya beberapa bulan lalu.

Kedua mata Rosé berbinar, dari penonton sudut kanan hingga ke sudut kiri. Ia mendengar bagaimana penonton bertepuk tangan dan bersorak dengan begitu keras.

"Aku... Berhasil lagi." Penuturnya dalam hati.

Rosé membungkuk sebentar sebelum akhirnya ia melambai kepada para penggemarnya. Setelahnya, ia bergerak meninggalkan panggung karena penyanyi lain akan segera tampil.

"Eh?" Rosé linglung. Ia kehilangan keseimbangan dan merasakan tubuhnya melayang lalu menyentuh lantai dengan keras.

Staff dan kru yang berada di sana terdiam. Melihat bagaimana Roséanne jatuh dari atas panggung hingga ke bawah panggung.

Giselle yang memegang botol air minum menunggu Roséanne turun begitu terkejut melihat Rosé jatuh di hadapannya.

Ia termenung agak lama sebelum melihat bagaimana rambut pirang itu perlahan berwarna merah.

Ia menjatuhkan botol air tersebut dan mendekati Rosé, "Unnie? Kau dengar aku?" Giselle menepuk pelan pipi Rosé yang tatapan terlihat kosong.

"S-seseorang tolong telepon ambulan!" Giselle berteriak dengan air mata yang telah mengucur deras. Ia menatap Rosé dan mencoba menyadarkan perempuan itu.

Rosé mengerjap begitu pelan sebelum menutup kedua matanya.

"Giselle... Aku tak bisa mendengar suaramu."



[To be continued]

I heard your voiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang