03. a miracle

308 60 4
                                    


"Hei!" Han Chaeyoung berbalik ketika Jennie menepuk pundaknya.

"Terima kasih sudah membantuku."

Chaeyoung tersenyum tipis dan mengangguk, "Aku juga berterima kasih karena kau sudah mengajakku makan bersama."

Jennie yang melihat Chaeyoung tersenyum juga ikut tersenyum, "Kalau begitu, kita sudah boleh mengobrol kan?

Chaeyoung sejenak terdiam sebelum ia angkat kembali tangannya, "Aku tak terlalu bisa berbahasa isyarat karena baru belajar."

"Tidak masalah, kita bisa menggunakan ponsel. Kau punya?"

Chaeyoung mengerjap. Sejujurnya ia cukup bingung kenapa Jennie terlihat santai saja tak mengenal dirinya.

Dia mulai bertanya tanya apakah kepopulerannya telah menurun setelah tak pernah tampil lagi di layar televisi.

"Hei!" Lagi, Jennie menepuk pundak Chaeyoung.

Chaeyoung segera tersadar dan mengulas senyum, "Aku akan memikirkannya."

Jennie mengerutkan keningnya, "Memikirkan apa?"

"Berteman denganmu."

"Harus sekali memikirkannya?"

Tanpa ragu, Chaeyoung mengangguk menjawab pertanyaan Jennie, "Maaf sekali tapi aku orang yang sangat waspada." Wajahnya terlihat serius ketika menjawab tapi entah kenapa Jennie tertawa melihatnya. Hal tersebut membuat Chaeyoung kebingungan.

"Baiklah, aku mengerti. Senang bisa mengenalmu Chaeyoung."

"Senang mengenalmu, Jennie."

[I heard your voice]

Dengan sekantong berisi makanan ringan, Giselle menentengnya dengan ringan menuju apartemen Roséanne.

Dengan satu tangan memegang ponsel ia tengah menghubungi CEO perusahaan mereka.

"Rosé harus beri kejelasan jika ia masih ingin di perusahaan, Giselle."

"Ya, saya tau sangjanim. Tapi kondisinya sekarang, ia harus banyak beristirahat."

"4 tahun? Apakah itu tidak cukup?"

Giselle menekan tombol lift dan menghela nafas, "Sangjanim, kesehatan artis lebih penting. Kita tak bisa membuat ia tertekan apalagi dengan kondisinya yang seperti ini sekarang."

"Giselle, kau fikir aku tak bersabar menunggunya selama ini? Aku sudah bersabar!"

"Sangjanim, berikan dia sedikit-"

"Aku beri waktu dua minggu, kalau dalam dua minggu dia belum memberikan jawabannya, aku akan mengumumkan bahwa ia sudah tuli!"

"T-tunggu! Sangjanim! Bukankah itu keterlaluan? Kita sepakat- hallo? Hallo? Sangjanim? ck, sial!" Giselle secara kasar meletakkan ponselnya di saku hoodienya dan menghela nafas secara kasar. Ia begitu jengkel dengan bossnya yang tak memiliki perasaan itu. Yang ia fikirkan hanya uang dan uang.

Ting!

Lift kembali terbuka tapi ini bukan tujuan Giselle. Seorang perempuan masuk, Giselle dan ia sama sama membungkuk dan tak lupa tersenyum ramah.

Pintu lift tertutup. Keheningan terjadi di antara keduanya.

Giselle melirik perempuan di sampingnya, agak lebih pendek darinya dan rambutnya tak terlalu panjang.

I heard your voiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang