Chapter 7

1 0 0
                                    

Cika kembali ke tempat jajan bersama dengan teman nya, dia memakan makanan yang sudah di pesan, dengan ogah-ogahan. Sedangkan teman-temannya yang lain menyadari ekspresi Cika, setelah mengangkat telepon.

"Sutt, si Cika kenapa sih?" bisik Seyla.

"Mana gue tau, kan gue manusia," balas Alma acuh, dia fokus pada makanan nya.

Seyla mendelik ke arah Alma, padahal dia hanya bertanya kenapa Cika seperti orang murung. Mau bertanya secara langsung tapi Seyla merasa tidak enak, takutnya Cika sedang tidak baik-baik saja.

Mereka berlima makan dengan tenang, tidak ada obrolan sama sekali. Mungkin karena mereka lapar dan juga lelah, apalagi mereka harus menyiapkan tenaga untuk menjadi panitia camp mpls.

"Gue, udah selesai. Kapan mau balik ke sekolah?" tanya Cika, pada teman-temannya.

"Gue juga udah, yang lain udah juga. Ayolah kita balik ke sekolah," jawab Riyani, seraya berdiri dari duduknya.

Setelah membayar semua makanan dan membereskan semua bekas makan, mereka semua kembali ke sekolah dan mengerjakan semua tugas masing-masing.

Tidak terasa sudah hampir tiga jam mereka mengerjakan tugas dari divisi masing-masing, dan jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Mereka semua pamit kepada Denis dan pulang untuk menyiapkan keperluan camping.

"Jaga kesehatan kalian, sama jangan lupa persiapan buat besok, oke," ucap Denis.

"Siap Bapak ketua," balas Rima.

***

"Gue, mau lepasin dia, Kak."

Rena menghentikan kegiatannya yang sedang mengerjakan tugas kuliah, saat mendengar penuturan Rey tiba-tiba. Dia memandang intens wajah Rey, terlihat tidak ada kebohongan di sana.

"Kamu serius?" tanya Rena.

"Serius. Aku mau lihat Cika bahagia, Kak," jawab Rey, seraya mendudukkan dirinya di kasur milik sang Kakak.

Rena tersenyum, akhirnya Rey mau melepaskan Cika. Semoga saja kali ini Rey tidak main-main dengan ucapannya, karena Rena tidak mau jika Cika kembali, di permainan oleh Rey.

"Bagus, kalau begitu. Kakak seneng denger nya, tapi kenapa tiba-tiba? Pasti nya ada sesuatu yang membuat kamu, berubah pikiran, kan?" tanya Rena, heran.

Rey menghela napasnya, sebenarnya agak sulit bagi dia jika harus melepaskan perempuan yang sangat di cintai nya itu. Tapi apa boleh buat? Cika ingin bahagia.

"Tadi, gue telepon dia. Dan di telepon itu tiba-tiba Cika nangis, dan mohon-mohon untuk aku stop ganggu dia...,"

"Dan juga bilang, kalau dia udah gak ada perasaan apapun buat, gue. Jujur gue gak bisa kalau lihat atau denger Cika nangis. Gue emang cinta sama Cika...," Rey kembali menjeda ucapan nya.

"Tapi gue sadar. Bener kata Lo, kalau gue bukan sekedar cinta, tapi juga obsesi," jelas Rey.

"Akhirnya, Lo sadar juga! Gue yakin Lo pasti dapetin cewek yang lebih baik dari Cika. Dan sebaliknya, Cika pasti dapetin cowok yang lebih baik dari Lo, Rey," ujar Rena, menenangkan.

Rey hanya tersenyum dan mengangguk kan kepalanya, dia menghampiri Rena lalu memeluk erat Kakak nya itu. Rena yang melihat adiknya sedang tidak baik-baik saja, hanya tersenyum dan juga membalas pelukan Rey.

***

Cika termenung di meja belajar nya, dia baru saja selesai mempersiapkan berbagai keperluan untuk besok acara camping, dan kini dia memandang ke arah jendela.

Tidak ada bayangan lagi, dan juga sekarang hawa di kamar nya terasa lebih hangat di bandingkan dengan beberapa bulan kebelakang.

"Semoga, hal yang kemaren terjadi, gak akan terulang lagi," monolog Cika.

Ephemeral (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang