Chapter 10

1 0 0
                                    

Para peserta Mpls kini telah berkumpul untuk pulang, setelah melaksanakan kegiatan camp yang sedikit berantakan itu. Namun dengan adanya kejadian itu para peserta maupun panitia, mendapatkan pelajaran.

Jangan pernah mengosongkan pikiran, tetap ingat kepada Tuhan, dan juga selalu berfikir positif.

"Semuanya, udah selesai, kan?" tanya Denis.

"Udah. Sekarang kita tinggal pulang," jawab Reda.

Setelah upacara penutupan Mpls, dan juga amanat dari kepala sekolah sudah terlaksana. Kini waktunya pulang ke rumah masing-masing, dan untuk hari esok peserta dan panitia di berikan libur untuk istirahat sementara.

"Gue capek banget, apalagi pas semalem gak bisa tidur. Terus juga semua kerjaan malah kita yang handle, anak OSIS kelas sebelas mana ada bantu!" gerutu Rima.

"Iya, mereka mah enak cuma gaya doang. Lah kita, capek!" balas Alma tak kalah kesal.

Tidak sampai situ, mereka terus saja mengomel dan menggerutu. Karena kesal, harus capek ngurus semuanya. Sedangkan OSIS kelas sebelas hanya berkerja saja.

***

"Rey."

Rey yang merasa di panggil, hanya melirik sekilas ke arah orang yang memanggil nya. Lalu dia kembali fokus pada pekerjaannya.

"Di panggil bukannya nyahut, ini malah diam aja. Dasar manusia kulkas," sindir Rena.

Rey hanya mendelik tajam ke arah Rena, sudah tau dia sedang sibuk pada pekerjaannya. Sulit bagi Rey jika harus berinteraksi dengan orang lain jika sedang sibuk.

"Lo, mau apa? Cepet ngomong. Gue sibuk!" sentak Rey pada Rena.

"Hehe, kenapa sih? Sensi banget Pak, gue cuma mau pastiin aja, Lo baik-baik aja gak setelah omongan Lo waktu itu," ucap Rena.

"Seperti yang Lo lihat, gue baik-baik aja."

Rena hanya tersenyum saat mendengar jawaban dari Rey, yang terlihat sedikit masam. Dan juga ya terlihat sedang mengontrol emosinya.

"Adek gue udah besar ternyata, Lo ngambil keputusan terbaik Rey. Gue yakin Lo pasti nemuin seseorang yang tepat, begitupun dengan dia," ujar Rena, seraya mengusap lembut kepala Rey.

Rey tidak menjawab perkataan Rena, dia hanya menatap Rena datar. Tidak ada kata sepatah katapun, sulit sekali bagi Rey untuk mengambil keputusan ini, terlebih dia sangat mencintai Cika.

"Gue tinggal ya, jangan lupa makan. Inget kesehatan juga harus di perhatikan," pesan Rena.

Kali ini Rey hanya menganggukkan kepalanya, dan kembali fokus pada pekerjaannya. Sedangkan Rena hanya tersenyum maklum karena memang itulah sifat Rey.

Setelah Rena keluar dari ruangan kerja Rey, kini Rey hanya sendiri dan menghela napasnya berat. Sudah satu hari ini dia tidak menghubungi Cika, dan juga tidak berinteraksi dengan teman-teman nya.

"Hidup gue kayak gak punya tujuan, huft," monolog Rey.

Dia hanya berdiam diri tanpa minat melanjutkan pekerjaannya. Hilang sudah semangat kerjanya. Sebenarnya dia mengalihkan pikirannya untuk tidak terus menerus memikirkan Cika, tapi ternyata itu tidak semudah itu.

"Kenapa sulit sekali, Tuhan!" teriak Rey frustasi.

"Bisa yuk bisa!"

***

"Huft, akhirnya sampai juga di rumah. Waktunya tidur!" monolog Cika.

Namun baru saja Cika, ingin merebahkan tubuhnya pada kasur empuk miliknya tiba-tiba, ibu nya berteriak dari arah dapur.

"CIKA! JANGAN LANGSUNG TIDUR KAMU!" teriak ibu Cika.

Dengan terpaksa Cika bangun dari tidurnya, sebenarnya dia gerah juga sih, dari kemarin sore dia belum mandi.

"Iya Bu. Ini juga Cika mau mandi," ucap Cika, seraya berjalan menuju kamar mandi.

"Abis mandi, kamu makan. Kalau udah mandi sama makan, kan. Seger," ucap Ibu Cika.

Cika hanya berdehem menjawab perkataan ibu nya, dia hanya ingin cepat selesai mandi dan juga makan. Setelah itu dia bisa tidur seharian, membalas semua rasa kantuk semalam.

Tidak sampai sepuluh menit, Cika selesai dari mandinya. Dan segera makan, karena jika dia tidak menuruti perintah ibunya maka siap-siap saja lah sang Kanjeng Ratu akan mengomel.

"Aku gak laper-laper banget, Bu. Lagian tadi sebelum pulang aku makan dulu kok," ucap Cika, saat ibunya menaruh nasi di atas piring miliknya.

"Makan yang banyak. Biar sehat, jangan kebiasaan nunda-nunda makan kamu tuh!"

Cika hanya menganggukkan kepalanya, dia tidak ingin menjawab perkataan ibunya itu. Karena pasti saja sang ibu akan terus-menerus membahas nya.

"Nah, habisin ya!" titah Ibu Cika.

"Hm, iya."

*
*

"Devan! Mau kemana kamu!" sentak seorang pria paruh baya.

Devan yang baru saja melangkah, kan kakinya dari pintu utama terpaksa mengehentikan langkahnya. Karena dia tidak ingin berdebat dengan seorang pria paruh baya itu.

"Masih punya kuping gak? Susah banget kayaknya buat jawab," sindir pria paruh baya itu.

Devan yang mendengar itu, hanya menghela napasnya dan juga sedikit tersenyum saat membalikkan tubuhnya.

"Kenapa, Aba? tanya Devan.

"Mau kemana kamu?! Aba kan sudah bilang, kalau hari ini kita akan kedatangan tamu spesial," jelas Aba Devan.

"Aku cuma mau keluar sebentar, sebelum malam juga aku bakal pulang.
Kok," kata Devan.

"Tapi tetap aja, kamu sebaiknya diam aja di rumah. Soalnya susah kalau kamu udah di luar rumah," balas Ayah Devan.

Sedangkan Devan hanya diam mendengar penuturan sang Aba, kenapa tiba-tiba Aba memanggil nya.

"Ck. Emang siapa sih? Kenapa aku gak boleh keluar," heran Devan.

"Calon istri kamu! Jadi jangan coba-coba kabur!" tegas Aba Devan.

"Aku pamit. Assalamualaikum," ucap Devan lalu pergi dari hadapan Aba nya yang sekarang sedang misuh-misuh.

"Dasar anak itu!"

BERSAMBUNG...
JANGAN LUPA VOTE DAN COMENT YA.

Ephemeral (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang