Chapter 6

2 0 0
                                    

Rey berdecak malas, saat seseorang yang memanggilnya kini sudah berada tepat di hadapannya. Entah, apa yang akan dilakukan seseorang itu.

"Mau apa?" tanya Rey, singkat.

"Please, aku mau bicara sama kamu," jawab seseorang itu.

"Yaudah si, kalau mau ngomong tinggal ngomong," ujar Rey.

"Rey, aku minta kamu putus sama Cika bukan tanpa alasan. Cika terlalu baik, untuk kamu yang seperti ini...,"

"Dia anak yang sangat pengertian, bahkan selalu menuruti apapun yang kamu perintahkan. Lepaskan dia Rey, Kakak mohon," mohon seseorang itu.

"Lo gak ngerti Kak! Gue cinta sama dia. Gue gak bisa liat dia sama cowok lain!" sentak Rey.

"Itu bukan cinta! Tapi obsesi. Mana ada orang yang cinta sama pasangannya tapi malah ngebuat si pasangan nya takut. Itu hal tergila asal kamu tau Rey!" balas Rena.

Rena adalah Kakak angkat Rey, dia sangat mengenal kepribadian adik angkatnya itu, terlebih Rey sering kali membuat orang-orang di sekitarnya kalut hanya karena kelakuannya.

"Gue lakuin itu, karena gak mau dia pisah sama gue."

"Please Rey. Lepasin dia," mohon Rena kembali.

"Gak!" jawab Rey kukuh.

"Kalau dia udah nemuin seseorang yang bikin dia nyaman, apa kamu bakal lepasin dia?" tanya Rena.

Rey hanya diam saat mendengar pertanyaan Rena, dia tidak bisa melepaskan Cika begitu saja. Cika adalah satu-satunya perempuan yang membuat dirinya lebih baik, meskipun dia banyak sekali melarang Cika.

"Mending Lo keluar! Gue mau istirahat," ucap Rey, mengalihkan pembicaraan.

"Oke, tapi ingat satu hal Rey Pratama. Lambat atau laun, Cika akan menemukan seseorang yang lebih baik dari kamu...,"

"Dan kamu gak bisa terus-terusan, menghalangi dia mendapatkan kebahagiaan."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Rena keluar dari kamar Rey. Sedangkan Rey termenung mendengar penuturan Rena, dia sadar karena selama ini bukan membuat Cika bahagia tapi justru membuat Cika menderita.

"Apa gue harus rela, lepasin dia?" tanya Rey pada dirinya sendiri.

"Sulit, kamu terlalu berharga untuk aku lepaskan Cika."

***

Tepat pukul enam pagi, kini Cika dan teman-temannya sudah berada di lingkungan sekolah. Terbilang cukup rajin ya, hari ini merupakan hari kedua mpls.

Dan ada beberapa perubahan dari acara mpls, jadi ketua OSIS serta pembinanya. Meminta agar seluruh anggota OSIS mengadakan rapat dadakan.

"Ini emang acaranya, mau di ubah jadi kaya gimana sih? Sebel banget mana gue baca chat di grup pas tadi pagi lagi," gerutu Alma.

"Gak tau deh, katanya sih mau ada acara camp gitu. Tapi belum pasti juga, cuma guru-guru yang minta itu," jelas Riyani.

"Acara camp? Dadakan banget gila. Padahal kan besok hari terakhir mpls," ujar Cika.

"Nah makanya itu, sekarang kita di suruh rapat, noh sama si Denis. Dia juga semalem spam gue terus minta pendapat harus kaya gimana," jelas Riyani kembali.

"Kebiasaan deh! Pihak sekolah tuh suka bikin acara di dalam acara. Maksud nya gini kita kan udah susun acaranya dari jauh-jauh hari, masa harus di ubah secara tiba-tiba sih!" geram Alma.

"Udah gak aneh, pihak sekolah kan emang gitu. Gak menghargai kerja kita," desis Rima.

"Udahlah. Kita tunggu aja keputusan pembina gimana, sia-sia kita ngomong ini itu juga. Tetap yang bakal di laksanakan ya acara pihak sekolah," kata Seyla.

Mereka berlima hanya mampu menghela napasnya, sudah tidak aneh dengan tingkah pihak sekolah mereka yang suka mengganti susunan acara secara tiba-tiba.

Rapat itu dilaksanakan kurang lebih satu jam, sebelum jam belajar dimulai. Dan keputusan yang di ambil tentu saja acara dari pihak sekolah, yaitu mengadakan camp sebagai penutupan mpls.

"Sia-sia tadi kita debat. Kalau akhirnya sama aja!" gertak Seyla.

"Gue tuh bukan masalah ke camp nya, tapi masalah pihak sekolah gak menghargai banget kita yang udah susun acara di jauh-jauh hari," gumam Alma.

"Dahlah, gue mah capek. Mending sekarang kita masuk ke gugus masing-masing, pasti mereka udah pada nunggu kita," ajak Cika.

Mereka semua menganggukkan kepalanya, lalu mulai melangkah kan kakinya ke arah kelas gugus mereka masing-masing.

Seperti hari pertama, akan ada beberapa materi dari guru dan juga game dari anggota OSIS. Dan di akhir acara setiap pembina gugus akan memberikan kabar jika hari terakhir mpls akan di adakan camp.

"Mohon perhatiannya! Seperti yang sudah di ketahui, besok adalah hari terakhir mpls, untuk besok kita akan mengadakan camping sebagai penutupan mpls kali ini...,"

"Untuk tempat dan jam berapanya, akan di beritahukan di grup gugus masing-masing. Jadi saya harap kalian semua jaga kesehatan, dan sampai jumpa di camping ceria besok!" jelas Cika.

Semua peserta bersorak senang saat mendengar akan di adakan camping di akhir mpls, tapi tidak dengan para anggota OSIS. Mereka semua tertekan karena harus menyiapkan segala sesuatunya.

"Sekarang kita pulang jam berapa coba! Mana harus nyiapin ini itunya lagi," gerutu Rima.

"Yaudah lah, kita kalau udah beres tinggal pulang. Jangan pedulikan yang lain," ucap Alma.

"Nah, mending sekarang kita jajan dulu. Baru deh kita selesaikan tugas masing-masing," ajak Riyani.

Mereka semua pergi meninggalkan, lingkungan sekolah untuk jajan di luar. Kebiasaan mereka jika OSIS mengadakan rapat dan juga acara secara dadakan.

*

"Lo kenapa sih Cika? Dari tadi murung banget kayaknya," tanya Alma.

"Gue semalem susah tidur, dia ganggu gue lagi," jawab Cika.

"Makin menjadi-jadi?" tanya Alma kembali.

"Iya. Dia malah muncul di depan gue, sialan banget emang," ucap Cika sebal.

Alma menatap Cika bingung, sebenarnya dia tidak heran dengan kelakuan Rey. Namun kenapa Rey sebegitu nya terhadap Cika.

"Lo kenapa natap gue kaya gitu?" tanya Cika.

"Gue cuma bingung aja, kenapa si Rey ngelakuin hal kaya gitu. Heran gue, se obsesi itukah dia sama Lo," sergah Alma.

"Lo aja bingung kan? Apalagi gue," ucap Cika.

Mereka berdua hanya diam, bingung harus bagaimana lagi. Rey emang cowok brengsek yang selama ini mereka kenal.

"Woy, ngelamun aja Lo pada! Itu di tanya sama si ibu mau pesen apa!" sentak Seyla.

"Eh, iya Bu. Saya mau pesen bakso sama minum nya es teh," ujar Alma.

"Lo apa Cik?" tanya Rima.

"Samain aja," jawab Cika singkat.

Cika hanya fokus kembali ke handphone nya, dia sedang berusaha menghubungi Rey. Apa sebenarnya tujuan dia mengirim hal di luar nalar itu.

Dan ya baru saja Cika mengirim pesan pada Rey, dan kini handphone nya tertera nama Rey. Dia menelpon Cika. Cika hanya menghela napasnya, dia lelah dengan kelakuan Rey.

"Guys bentar ya, gue mau angkat telepon dulu," izin Cika.

Cika pergi cukup jauh, untuk mengangkat telepon dari Rey. Dia mencoba menenangkan pikirannya terlebih dahulu untuk menjawab telepon itu.

"Hallo?"

"Hallo, sayang."

Bersambung...

JANGAN LUPA VOTE DAN COMENT!
MOHON DUKUNGANNYA.

Ephemeral (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang