Chapter 9

1 0 0
                                    

Persiapan untuk kegiatan jurit malam sudah selesai semua. Kini semua peserta dan panitia tengah berkumpul untuk bermain game di sekitar api unggun.

Karena kegiatan jurit malam, akan di laksanakan pukul sepuluh malam hingga pukul dua belas malam.

"Oke, sebelum ke kegiatan selanjutnya. Kita adain kegiatan unjuk bakat, jadi siapa yang merasa dirinya memiliki bakat. Boleh maju kedepan," jelas Reda, selaku wakil ketua OSIS.

"Kak, boleh nampilin apa aja, kan?" tanya salah satu peserta.

"Iya, boleh. Kalian mau nampilin apa aja, kayaknya nyanyi, dance, pantomim, ataupun yang lainnya. Sangat boleh! Oke," jawab Reda.

Semua peserta mulai berbisik-bisik, seperti sedang berdiskusi ingin menampilkan apa di depan. Sedangkan para panitia hanya diam mengawasi, takut jika ada peserta yang sakit.

"Baik, apa ada yang mau mau ke depan?" tanya Reda, kepada semua peserta.

Para peserta saling melirik, seolah-olah berkomunikasi lewat mata. Sampai pada akhirnya ada satu siswa yang maju kedepan.

Beberapa peserta sudah menunjukkan bakat nya di hadapan semua orang, hampir seluruh peserta yang berani tampil, rata-rata menampilkan bakat bernyanyi dan juga dance.

"Wah, kalian hebat-hebat ya! Suara sama dance nya gila bagus-bagus. Sampe kalah kita aja, iya gak guys haha," ujar Reda, dengan tawa.

"Oke, karena jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Jadi ada kegiatan yang kalian tunggu-tunggu, kan?" tanya Reda.

"IYA DONG KAK!" jawab serempak, para peserta.

"Nah, kegiatan jurit malam ini hanya di laksanakan di sekitar sini saja. Sudah ada tanda petunjuk, untuk menuju dari pos satu ke pos yang lainnya...,"

"Terdapat empat pos yang di sediakan, di setiap pos akan di berikan misi dan setiap misi nya itu berbeda-beda. Setiap kelompok akan di berikan satu lilin yang menyala, jangan sampai lilin itu mati di perjalanan...,"

"Jika lilin itu mati, maka kalian tidak bisa menyalakan nya kembali sebelum sampai di pos selanjutnya," jelas Reda.

"Sampai sini paham?!"

"Paham Kak!"

Para panitia kini sudah berpencar untuk berjaga di setiap pos, sedangkan para peserta tengah bersiap menunggu giliran.

Di awal kegiatan masih berjalan dengan baik dan juga lancar, namun saat bertepatan pukul dua belas malam, tiba-tiba peserta terakhir tiba-tiba berteriak. Dan hal itu membuat semua orang di sana terkejut, dan ternyata ya seperti biasa...

Di setiap kali mereka melakukan jurit malam pasti akan ada hal yang seperti ini, tidak di sekolahpun tetap sama. Kejadian seperti ini selalu terjadi.

"Kenapa? Ada kejadian apa?" tanya Alma.

"Biasa, kesurupan kayaknya," jawab Rima.

"Haduh, jam berapa sih?" tanya Alma kembali, seraya melihat ke handphone. "Howalah pantesan, jam dua belas toh," lanjut Alma.

"Iya, udah biasa. Yaudah yuk kita kesana," ajak Rima.

Semua panitia kini berkumpul di dekat pos utama, kini terlihat para peserta sedang mengelilingi peserta yang kerasukan.

"Buat peserta lain, masuk ke tenda masing-masing. Jangan ngelamun, langsung istirahat aja. Nanti kita bangunin untuk kegiatan selanjutnya," titah Cika.

Semua peserta menuruti perintah Cika, mereka semua masuk ke dalam tenda masing-masing. Kecuali peserta yang sedang kerasukan.

"Heh! Lo juga jangan ngelamun. Kerasukan baru tau rasa Lo!" sentak Seyla, pada Cika.

"Ck, iya! Siapa juga yang ngelamun, gue tuh lagi mikir. Itu kenapa anak-anak OSIS yang lain juga malah kerasukan, njir...,"

"Terus pas beres kerasukan kok bisa cerita-cerita kaya gitu, noh coba liat sama Lo itu," tunjuk Cika, pada segerombolan OSIS kelas sebelas.

"Lah iya, mana ada orang abis kerasukan ceria begitu. Itu sih kayaknya drama," ucap Seyla julid.

"Kalian, kaya gak tau anak-anak OSIS kelas sebelas aja. Emang drama kali," ujar Alma.

Mereka semua menatap tak suka ke arah OSIS kelas sebelas, sudah tidak asing jika anggota OSIS dari kelas sebelas dan dua belas itu terbilang tidak akur.

Karena memang seringnya, berbeda pendapat dan juga minim nya komunikasi.

"Gue, sebel. Liat mereka yang caper mulu sama guru-guru," gerutu Riyani.

"Sama! Apalagi setiap di sekolah sok paling iya, sebel njir. Gak tau diri banget, padahal setiap ada event kita yang riweuh," sergah Rima.

"Haha, udah gak aneh sama kelakuan mereka. Si paling iya dah!" desis Cika.

"Udahlah, istirahat aja kita. Nanti harus bangun lagi jam tiga pagi," ajak Riyani.

Mereka semua masuk ke dalam tenda, untuk istirahat. Tidak memperdulikan keadaan yang sedang kacau, karena para peserta kerasukan.

***

"Woy, Dev. Kenapa Lo?! Diam-diam bae."

"Ngagetin aja Lo!" sentak Devan.

"Haha, ya lagian Lo. Ngapain segala bengong disini, mana tengah malam gini lagi," ucap seseorang itu.

"Ya gue lagi ngadem aja, btw Lo ngapain disini, Riz?" tanya Devan.

Yang di panggil Riz, hanya terkekeh kecil. Dia memang sengaja berkunjung ke rumah Devan. Tidak ada keperluan apa-apa sih, hanya sekedar berkunjung saja.

"Emang gak boleh, kalau gue ke sini?" tanya Riz.

"Haih, bukan gak boleh. Ya tumben aja biasanya juga siang kalau ke sini, ini tengah malam," jawab Devan.

"Hehe, gue mau cerita-cerita aja gitu," ujar Riz.

Devan hanya menganggukkan kepalanya, dia kembali termenung. Mengingat dia ingin mendekati Cika, namun dari sisi Cika nya terlihat menolak kedatangan Devan.

"Riz, gue mau nanya deh," ucap Devan tiba-tiba.

"Nanya apa?"

"Lo kalau lagi suka sama cewek nih ya, tapi si cewek nya tuh kayak nolak kehadiran Lo. Lo bakal ngelakuin apa?" tanya Devan.

Riz mengernyit heran, seorang Devan bertanya seperti itu? Dia tidak salah dengar ini. Riz bingung aja, di antara pertemanan mereka, baru kali ini Devan bertanya tentang perempuan.

"Tumben Lo nanya kaya gitu, kenapa lagi deketin cewek ya Lo?!" bukannya menjawab pertanyaan dari Devan, justru Riz malah balik bertanya.

Devan hanya mendelik tajam ke arah Riz, sepertinya dia salah bertanya seperti itu kepada Riz.

"Gue nanya, bukan minta di ledek. Salah gue nanya kek gini ke Lo," ucap Devan.

"Yaelah, baper amat Lo. Gini-gini, kalau si cewek kaya nolak kehadiran kita, ya gue lebih deketin sih. Terus tanya terang-terangan gitu, boleh gak buat gue deketin dia," jelas Riz.

"Emang gak papa ya, kalau nanya langsung kayak gitu?" tanya Devan kembali.

"Ya gak papa, lagian kita cuma memastikan aja, kan. Buat kita maju atau mundur gitu," jawab Riz.

Devan diam memikirkan ucapan Riz, sepertinya Cika memang harus di dekati secara terang-terangan. Tapi Cika terlihat sangat membatasi interaksi dengan laki-laki.

"Tapi ya Riz, cewek yang lagi gue deketin tuh, kay ngasih jarak sama laki-laki. Lo ngerti gak sih, orang yang punya trauma sama laki-laki gitu," jelas Devan tiba-tiba.

"Lo coba deketin aja. Dan Lo yakini dia kalau Lo bakal jadi obat, dari luka dia yang sebelumnya," ucap Riz.

Devan menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Dia akan mencoba menghubungi Cika kembali besok siang. Pasti acara di sekolah nya sudah selesai.

"Oke lah, thanks ya, Riz!"

"Oke, kayak sama siapa aja Lo."

BERSAMBUNG...
JANGAN LUPA VOTE DAN COMENT YA!

Ephemeral (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang