Chapter 8

1 0 0
                                    

Setengah jam perjalanan mereka lalui, kini rombongan dari peserta Mpls sudah sampai di tempat khusus camping. Setiap gugus mendirikan tenda yang sudah di persiapkan dari pihak sekolah, adapun yang membawa tenda sendiri.

"Seyla! Lo bisa gak sih, pasang tenda nya?!" tanya Alma.

"Ck, berisik! Lo mending bantuin deh. Daripada ngomong terus tapi gak kerja!" balas Seyla tidak mau kalah.

"Tugas gue, kan nyiapin konsumsi. Bukan pasangin tenda, lagian lo harusnya gerak cepet dong. Pasangin tenda aja lama," cibir Alma.

"Banyak bac*t Lo! Pergi sana!" usir Seyla, seraya melempar kayu kecil.

Alma hanya tertawa mendengar Seyla yang sudah terpancing emosi, dia memang sengaja membuat Seyla emosi. Apalagi terlihat dari tadi Seyla menahan kesal, karena tendanya sulit untuk berdiri kokoh.

"Lo jail banget, sumpah. Sampe emosi gitu si Seyla," ujar Denis pada Alma.

"Lo kaya gak tau gue aja. Sehari gak gelut sama tu anak, aneh aja gitu, haha," ungkap Alma dengan tawa di akhir.

Denis hanya menggelengkan kepalanya, ada-ada saja tingkah teman-temannya itu, kalau tidak ribut ya pasti saling diam.

"Yaudah, Lo urusin konsumsi yang bener! Biar nanti gue yang urusin minumannya," titah Denis.

"Iya, siap Paketu!"

Semua panitia kini sibuk mempersiapkan peralatan untuk acara nanti siang, kini semua peserta di berikan waktu istirahat. Dan setelah istirahat mereka akan mengikuti berbagai kegiatan di camping.

"Cika! Diam-diam bae Lo. Mending Lo bantuin yang lain sono, biar keliatan berguna lah," ujar Riyani.

"Sumpah ya, tugas gue tuh nyusun nih acara. Aslian gue mumet ini, gimana coba nyusun nya," jelas Cika.

Riyani mengerutkan keningnya, susunan acara kan sudah selesai dari kemaren sore, kenapa sekarang Cika sibuk menyusun susunan acara.

"Lah, bukannya itu selesai ya kemaren sore?" tanya Riyani heran.

"Iya, tapi tiba-tiba guru yang ikut nambahin acara. Tadinya gue mau nempatin di akhir acara gitu, kan...," Cika menjeda ucapan nya.

"Tapi, tuh guru nyebelin banget. Katanya masa ide guru di simpen di akhir acara, gitu coba. Gimana gue gak pusing," gerutu Cika, seraya mencoret-coret kertas.

"Kebiasaan deh, yaudah sekarang mending kita obrolin sama si Denis. Biar dia yang tentuin," saran Riyani.

Cika menganggukkan kepalanya, dan beranjak dari duduknya untuk menemui Denis.

***

"Ari."

Seorang laki-laki yang di panggil Ari itu, membalikkan badannya. Dan tersenyum ramah saat melihat teman nya lah yang memanggilnya.

"Eh, Van. Kenapa?" tanya Ari.

"Ah, ini. Gue mau tanya, cuman gak enak," jawab Devan.

Ari mengernyit heran, mau nanya tapi gak enak. Yaudah sih enakin aja gak sih?

"Yaelah, Lo kaya sama siapa aja," ujar Ari.

"Hehe, tapi Lo jangan ejekin gue loh!"

"Haha, emang mau nanya apa sih? Sampe segitunya," sergah Ari.

"Gue, mau nanya itu. Temen cewek Lo yang waktu itu di cafe, Lo punya no handphone nya?" tanya Devan.

"Howalah, Cika? Kalau dia mah udah gue anggap adek kali Van. Kenapa Lo, naksir?" tanya Ari.

Ephemeral (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang