Mulai lagi deh...

228 10 3
                                    

Keesokan harinya, Alix pergi ke sekolah mengendarai motor sport hitamnya. Dia langsung disambut oleh teman-temanya.

"Aliiiix!!" Ujar Helga yang berlari ke arahnya, hampir menjatuhkan mereka berdua saat Helga memeluk tubuhnya.

"Oi, aktif bet lo pagi-pagi." Ucap Devan yang ditangannya membawa tas Helga dan miliknya.
"Ambil noh, tas lo!" Helga cemberut.
"Ih, minta tolong pegang bentar aja juga."
"Berat bego!"
"Sebentar pantek!" Helga mendengus pelan.
"Oh iya, kita jadi ke kafe pulsek kan?" Tanya Helga, kembali ceria.
"Bipolar lo!" Ujar Devan.
"Bacot!"
Alix menggelengkan kepala melihat kedua sahabatnya.
"Jadi kok, tapi gue ketemuan sama tim basket dulu. Kalian pesen aja, ntar gue nyusul."
"Okeyy"
Mereka berjalan menuju kelas mereka, saat mereka membuka pintu kelas, mata Alix langsung tertuju kepada kursi dimana ada Farell yang tengah menulis di buku tulisnya. Alix menyeringai, menghampiri lelaki tersebut.
"Ngapain lo?" Tanyanya, Farell menatap ke arahnya.
"Harusnya aku yang tanya begitu. Kamu ngapain ke sini? Mau ganggu aku lagi?"
"Terus kenapa kalo iya? Mau ngelawan gue?" Farell hanya terdiam dan memilih untuk tidak menggubrisnya.
"Heh, anak baru. Gue ngomong sama lo." Bibirnya rapat dan matanya berfokus pada tulisan tangannya, menulis dengan cepat agar teralihkan dari kehadiran Alix. Merasa dihiraukan, Alix tersulut emosi, tangannya naik dan memegang sebagian rambutnya dan menjambak ke atas. Farell meringis kesakitan karena kontak tersebut.

"JAWAB GOBLOK!" Ujar Alix, tangannya dengan erat meremas helai helai rambutnya. Tapi Farell diam, dia tetap menutup mulutnya. Saat ia ingin menggelengkan kepalanya, hanya rasa sakit yang dia rasakan. Helga dan Devan yang baru saja memasuki kelas melongo saat melihat kelakuan temannya. Devan menghela nafas.

"Al, masih pagi loh, ini. Ayam aja belum pada bangun, lo udah nyari gara-gara aja."
"Iya loh. Jam sembilan aja, Al. Gue belum sarapan juga."
Mendengar aduan teman-temannya, Alix merotasi matanya dan melepaskan genggamannya pada rambut Farell.
"Terserah deh." Ucapnya dan langsung duduk di kursinya.
Farell yang melihat ini berpaling ke hadapan kedua teman Alix.
"M-makasih ya sudah bantu aku..."
Helga dan Devan menatap satu sama lain dan tertawa kecil.
"Nggak usah kepedean. Kita ngelakuin itu gara-gara masih ngantuk aja. Nggak usah mikir aneh-aneh." Ujar Helga, berjalan melewati Farell dan dengan sengaja menyenggol tubuhnya, begitu pun Devan.

Empat jam pelajaran berlalu dengan cepat, dan sekarang waktunya istirahat. Alix yang sudah gatal ingin memukul tidak bisa dilaksanakan karena langsung diheret Helga ke kantin sambil mengeluh kelaparan.
"Ayoo! Makan dulu!! Pingsan nih gue."
"Alay."

Sesampainya mereka di kantin, Helga langsung lari ke stand bakso Mang Aji. Bukan karena bakso merconnya yang terkenal seantero sekolah, tapi karena anak Mang Aji yang baru pulang dari rantauan dan lagi bantu ayahnya.
'Pinter, tinggi, pekerja keras, suka bantu ayahnya lagi! Idaman bangett!' Batin Helga.
"Mau pesen apa dek?" Tanya Angga, anak Mang Aji saat melihat Helga yang dari tadi berdiri di depan stand nya.
"Eum, baksonya satu kak." Jawab Helga sok imut, menyisir sehelai rambutnya ke belakang telinganya. Devan dan Alix yang melihat tabiat cewek itu geleng-geleng kepala dengan memasang wajah jijik.
"Gini nih, kalo ditinggal sedetik aja. Gatel." Ucap Devan.
"Lo tunggu bentar yak? Gue jagain dulu tuh anak." Alix mengangguk dan Devan pun pergi untuk memastikan Helga nggak nyuri rambutnya Angga buat di pelet. Sudah pernah terjadi, nggak ada yang mau itu terjadi lagi.

Sendiri, sendiri... Ngapain ya? Alix menghembuskan nafas, bosan.
'Nyebat aja kali ya?' Disaat Alix hendak berdiri, matanya tertuju pada sosok samsak yang baru saja masuk ke kantin. Farell celingak-celinguk, kemungkinan mencari tempat duduk yang tersisa. Bola lampu ide muncul di atas kepala Alix yang kemudian berdiri dan menghampirinya.

"Oi, Farell kan?" Farell menoleh saat mendengar namanya dipanggil dan seketika gemetar.
"I-iya... Kamu mau apa?" Tanya nya, berusaha menaikan suara, membuat Alix tertawa kecil.
"Santai kali. Gue cuman mau minta maaf aja, gue traktir sini!" Ucapan Alix membuat Farell melemaskan bahunya, tanda telah menurunkan tingkat kewaspadaannya.
"Beneran? O-oke..."

Farell pun bilang kalau dia ingin sekali makan bakso, hari itu juga lumayan dingin sehabis hujan deras tadi malam.
"Yaudah, tunggu sini." Alix pun pergi untuk memesan bakso di stand Bu Ratih. Emang the best sih, stand beliau, Alix akui. Dia memang sering makan di situ juga. Tak lama kemudian, Alix membawa semangkok bakso hangat ke tempat Farell duduk.

"Woi, anak baru."

Semua terjadi dalam sekejap, murid-murid yang lain tercengang dan ada yang tertawa kecil. Ada pula yang memasang reaksi yang susah ditebak.
"Hanget ya?" Tanya Alix, memegang mangkok bakso kosong yang telah dibalikkan di atas kepala Farell.
Bola-bola bakso terguling di atas lantai, kuahnya yang harum membuat siapa saja yang mendekat tertular baunya yang sedap.
Di saat itu, Farell hanya bisa diam, tidak tahu cara bereaksi terhadap perlakuan Alix kepada nya beberapa detik lalu.
Tidak mendapat reaksi yang diinginkan, Alix menaruh mangkok bakso itu di atas meja.
"Dih, nggak asik lo." Ucapnya, membalikkan badan dan berjalan ke stand bakso Mang Aji.
"Udah?" Tanya Alix pada Devan. Devan yang terlihat memakan bakso mercon yang telah ditelantarkan oleh Helga.
"Menurut lo aja Al."
"Helga mana?" Tanya Alix yang tidak melihat keberadaan temannya itu.
"Kayak nggak tau aja kelakuan dia. Tuh, lagi gombalin abangnya." Ucap Devan, menyuap lagi satu bakso ke mulutnya.
"...Untung cakep tuh anak."
.
.
.

Di stand Mas Aji.
"Aku tuh sering makan pedes loh, kak." Ujar Helga dengan sesekali memperbaiki rambutnya. Menebar pesonanya yang belum pernah ditolak cowok manapun disekolah itu.
"Iya kah, dek? Wah, berarti kamu sering mencret dong?"

Mean To MeanieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang