Tak Kenal Maka Tak Jadi Dibully

326 25 5
                                    

Cowok itu berdiri didepan kelas dengan senyuman kecil di wajahnya.

"Hai, uhm.. Namaku Farrel Argani, aku pindahan dari SMA Darya. Semoga kita akrab ya..!" Sebagian murid menanggapi perkenalannya itu, adapun yang cekikikan dan asyik sendiri. Bu Tia menepuk tangannya.

"Okey, terima kasih Farell! Semoga kamu nyaman ya, di sini! Baik, kamu duduk di... Samping Lara aja deh. Lara, angkat tangannya, nak!" Seorang cewek dengan rambut panjang berwarna coklat gelap mengangkat tangannya. Farell pun langsung menghampiri dan duduk di sebelahnya.

Pelajaran berjalan dengan Bu Tia yang tengah menjelaskan tentang materi yang baru saja mereka masuki.

"Berdasarkan hasil hitungan dari sudut lingkaran yang tadi ibu gambar, berapa hasilnya jika sudut A ditambah sudut B dikali sudut C? Ada yang mau jawab? Ibu nggak mau kalau Alix yang jawab, harus yang lain." Hening. Tidak ada yang mau menjawab karena sebagian besar masih tidak paham dengan apa yang barusan Bu Tia jelaskan. Bu Tia mendengus kesal.

"Yasudah, deh... Alix, apa jawabannya?"

"265 bu." Bagus, memang ini yang dari tadi direncanakan seisi kelas. Setiap mereka tidak bisa menjawab, mereka akan menunggu supaya Bu Tia pasrah dan menyuruh Alix untuk menjawab pertanyaannya.

Memang, meski Alix adalah tukang buat masalah, tukang bolos dan tukang bully, dia tetap menganggap bahwa nilai sekolah itu penting. Sesuai dengan yang selalu dikatakan oleh mamahnya. 'Nakal boleh, goblok jangan.'

"Benar. Duh, kalian ini gimana sih? Padahal semua sudutnya sudah ditulis di papan loh. Tinggal kalian tambahin sudut A dengan sudut B terus dikalikan sudut C. Yasudah, kalian ibu kasih PR halaman 53 sampai 59. Kerjakan semuanya di buku tulis kalian dengan caranya, dikumpulkan minggu depan. Jam pelajaran ibu tinggal lima menit lagi, tapi ibu pergi sekarang. Kalian jangan ada yang keluar kelas, ya?"

"Iya, bu!"

"Okey, ibu pamit dulu, selamat pagi."

"Pagi bu!"

Tapi yah, permintaan Bu Tia pun tidak mungkin dipenuhi oleh murid-murid kelas ini, sedang kelas mereka adalah kelas C. Biasanya kelas-kelas seperti ini adalah kelas yang berisi anak-anak kurang pintar, tetapi kenapa Alix di kelas ini? Ya karena-

"Heh, lo Farell kan?" Farell mengangkat kepalanya dan dihadapkan dengan Alix.

"Oh, iya. Ehm, salam kenal ya!" Balas Farell dengan senyuman yang dibalas dengan seringai dari Alix. Tanpa peringatan, Alix merampas buku tulis matematikanya, membuat Farell kaget.

"Oh, marga lo Argani? Mau dibuktikan nggak?" Farell menatapnya, bingung.

"M-maksudnya?" Alix tidak menjawab dan malah merobek sampul buku tulisnya itu dan membiarkannya jatuh ke lantai. Farell membulatkan matanya.

"E-eh, jangan! Kamu ngapain?!" Farell berusaha untuk mendapatkan bukunya kembali, tapi Alix justru mengangkat bukunya diatas kepala.

"Lo mau buku lo balik? Ambil lah." Farell beranjak dari kursinya dan mencoba untuk meraih bukunya, tapi dibuat makin sulit dengan Alix yang berjalan menjauhi Farell. Farell dibuat semakin panik karena setiap beberapa langkah yang Alix ambil, dia merobek selembar kertas dari bukunya.

Farell mengejar Alix ke sekeliling kelas, dia merasa sakit hati, karena tidak satu dari teman sekelasnya yang mau membantunya dan malah tertawa melihat aksi mereka.

Saat Farell mulai mendekati Alix, cewek itu menendang kursi sampai jatuh, menghalangi Farell untuk mendekatinya. Meski begitu, Farell tidak menyerah, dia mengangkat kursi tersebut dan menyingkirkannya. Alix yang berada di samping kursinya memegang buku tulisnya yang tinggal sisa beberapa lembar itu di depannya.

"Nih, ambil." Ucapnya sambil menggoyang goyangkan buku tersebut. Farell mendekati Alix, hendak meraih bukunya. Tapi sebelum dia meraih bukunya, Helga 'tidak sengaja' membuatnya tersandung, hingga Farell jatuh ke lantai. Dengan cepat pun, Alix membuka jendela kelas.

"Heh, anak anjing. Main yok, noh, ambil!" Dengan tanpa keraguan, Alix melempar bukunya keluar jendela ke halaman sekolah. Farell beranjak dari lantai dan melihat ke bawah. Buku tulisnya berserakan di halaman.

"Tuh, kalo lo mau buku lo balik. Ambil sana." Ucap Alix, sambil tertawa kecil dengan teman-temannya. Farell tidak membuang waktu dan langsung pergi untuk mengambil bukunya.

"Heh, lo mau kemana?" Farell membalikkan badannya dan dihadapkan dengan Arva, sang ketua kelas.

"M-mau ambil buku aku..."

"Lo nggak denger kata Bu Tia? Nggak boleh keluar kelas. Balik ke kursi lo!" Bentak Arva.

"T-tapi kan aku cuman mau ambil buku aku-"

"Alah, nggak ada! Balik ke kursi lo! Entar gue lagi yang kena amuk." Farell menatapnya dengan penuh kebingungan. Yang bener aja! Masa dia nggak boleh ambil bukunya! Dia sendiri lihat kan kalau si Alix yang melempar bukunya ke luar jendela! Farell merasa ingin menangis.
Dengan berat hati, Farell kembali duduk ke kursinya dan menunggu guru selanjutnya masuk.

Akhirnya, setelah pelajaran Bahasa Indonesia selesai, waktunya istirahat. Farell tidak membuang waktu dan langsung keluar kelas dan berlari menuju halaman sekolah dimana bukunya jatuh.

Saat dia sampai di sana, dia bertemu dengan Pak Nur. Alias guru paling strict dan killer diseluruh sekolah. Dan Pak Nur sedang memegang lembaran-lembaran kertas daribuku tulisnya itu. Pak Nur menoleh dan melihat Farell mendekatinya.

"Kenapa kamu?" Tanya Pak Nur, figurnya yang tetap dan gagah membuat Farell merasa terintimidasi, tapi Farell memberanikan diri.

"Ehm, itu pak... Saya mau ambil itu..." Jawab Farell sambil menunjuk lembaran-lembaran kertas yang ada di tangan Pak Nur.

"Oh, jadi kamu yang buang sampah sembarangan?!" Farell tersentak mendengar pernyataan Pak Nur.

"E-nggak pak! Tadi bukunya dilempar keluar jendela-"

"Terus kenapa nggak langsung kamu ambil?!"

"K-kami nggak boleh keluar dari kelas tadi, pak... M-makanya saya tunggu sampai istirahat, baru saya ambil..." Pak Nur mendecak kesal.

"Halah! Alasan aja kamu! Kamu bapak hukum mungutin sampah disekitar halaman ini! Bapak mau kamu mungut paling enggak seratus sampah. Cepet!" Dengan itu, Pak Nur pergi.

Farell yang telah dibuat malu itu sekarang harus mengumpulkan seratus sampah di halaman sekolah. Apa nggak stres itu! Lagian, Farell mau mungutin apa? Halaman sekolahnya nggak ada kelihatan sampah sama sekali! Murid-murid di sekolah ini sangat takut pada Pak Nur, sampai-sampai tidak berani untuk membuang sampah sembarangan.
Pasrah, Farell mulai mencari sampah disekitaran halaman.

Disaat Farell hendak memungut sebuah sampah bungkus permen, sebuah bayangan menutupi figurnya. Farell menoleh kebelakang, matanya bertemu dengan wajah Alix. Alix memegang telapak tangannya, lalu mengeluarkan sisa permen karet dari mulutnya ke tangan Farell.

Tanpa berkata apa-apa, Alix berjalan pergi meninggalkan Farell yang masih memegang sisa kunyahan permen karetnya. Betapa inginnya Farell menangis...

-------
A/N: Hai hai! Aku balik lagi sama chapter selanjutnya!! Jangan lupa vote dan komen ya! Dua hal itu yang bikin aku makin semangat nulis :3
Bai bai! Jumpa chapter selanjutnya!!

Mean To MeanieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang