Ganti Korban

170 8 5
                                    

Beberapa minggu setelah kejadian itu, kehidupan sekolah Farell jadi kacau. Pelajaran di sekolah tidak ada yang masuk ke otak Farell, orang-orang rumah juga tidak ada yang membantu, dan ditambah lagi siksaan yang diberikan oleh Alix setiap hari tanpa gagal. Tanpa Farell ketahui, orang-orang disekitarnya pun mulai mempermainkan dirinya. Hari ini pun tidak kalah saing dibanding hari hari yang lainnya.
Saat ini, Farell sedang berusaha menggapai sebelah sepatunya yang telah dibuang teman sekelasnya ke kolam ikan sekolah yang sedang mengambang di tengah tengah kolam.

Dia kelihatan konyol dan agak menyedihkan dimata murid-murid lain. Seorang cowok dalam posisi berlutut dengan satu tangannya menjangkau ke tengah kolam, berusaha dengan keras untuk menggapai sepatunya, dan harus cepat karena sebentar lagi masuk kelas.

Keringat sempat bercucuran dari dahinya karena terik sinar matahari yang mengenai kulitnya yang terekspos. 'Ayo..' Batinnya, mencoba merentangkan tangannya lebih jauh. Tepat ketika tangan Farell sedikit lagi menyentuh sepatunya, dia merasa badannya terdorong ke depan, membuatnya terjatuh ke dalam kolam. Percikan air keluar dari batas muatan kolam itu, diiringi suara 'BYURR!'. Kepala Farell naik ke permukaan. Dia reflek mengusap wajahnya yang telah terkena air dan langsung dihadapkan dengan figur Alix yang berdiri di tepi kolam dengan senyuman miring. Dia sedikit membungkuk.

"Seger kan?" Ejek Alix yang lalu tidak sengaja mengeluarkan tawa kecil.
Farell bungkam. Tidak tahu harus berkata apa. Bagaimana bisa? Dia telah di didik untuk selalu berbuat baik kepada semua orang, hormat kepada yang lebih tua, dan yang pasti diajari untuk tidak pernah menyakiti perempuan, baik fisik, verbal, maupun mental. Dan dia selalu berpegang teguh pada ajaran-ajaran itu, apapun kondisinya.

Jadi, dia bereaksi seperti biasanya. Diam. Reaksi yang hanya membuat emosi Alix semakin tersulut.
Dari hari pertama mereka bertemu, Alix ingin melihat reaksi dari anak baru itu. Saat dia tidak bereaksi sesuai dengan ekspektasi Alix, Alix bersikeras untuk mendapatkan reaksi dari Farell. Minimal ya, perlawanan dari dia.

***
Hari itu juga, Alix tiba-tiba mendapat motivasi untuk kembali beraksi. Hari itu sebenarnya dia tidak tau harus melakukan apa padanya karena baginya, Farell hanya korban sementara. Korbannya yang lama, Robi masih di opname dirumah sakit dan tangan Alix sudah tidak sabar untuk melakukan sesuatu! Dia akhirnya memutuskan untuk resmi berpindah korban dari Robian Injavien ke Farell Argani yang harus melewati prosedur perpindahan korban— sebuah ide dari Helga.

"Hel, ini harus banget ya?" Tanya Alix kepada temannya yang sibuk mengeluarkan kertas-kertas dari binder yang bertuliskan 'Dokumen PPK' yang merupakan singkatan dari 'Dokumen Prosedur Perpindahan Korban'. Helga mengambil tiga lembar kertas dan pulpen yang kemudian disodorkan kepadanya.

"Ya iyalah! Gue masih punya hati ya." Alix menoleh ke arah Devan yang hanya membalas dengan tatapan yang menyuruh dia pasrah.

Selama tiga tahun bersekolah di sini, Alix sudah mengganti korban sebanyak lima kali, dan setiap dia ingin berganti korban, dia harus mengisi form yang telah dibuat oleh Helga. Isi form yang harus diisi kurang lebih hanya seputar siapa korbannya, kenapa mau berganti dari korban dulu ke yang ini, kira-kira korban ini bisa tahan atau tidak dan di paling bawah kertas ada space yang harus ditandatangani oleh Alix yang sebelumnya ada tulisan

'Saya berjanji tidak akan keterlaluan dalam bersenang-senang sampai merenggut nyawa mereka.'

Alix tidak pernah sampai membunuh korbannya, tapi ya lebih baik aman daripada menyesal.

"Hel, gue tau lo khawatir karena gue gampang kelepasan, tapi gue belum dan nggak akan pernah bunuh orang."
"Ya siapa tau! Robi aja sampe di opname." Ujar Helga. Alix menoleh ke arah Devan untuk mencari dukungan.
"Apa lo liat liat?" Alix berdecih, teman-temannya memang nggak solid.
***
Setelah mengisi dan menandatangani form perpindahan korban dengan sangat SANGAT malas, Alix akhirnya mendapatkan lampu hijau dari Helga.
Ketua kelasnya yang sudah dua kali menyaksikan prosedur ini menghampiri Alix untuk menanyakan sesuatu.

"Alix."
"Hm?"
"Gue nggak bermaksud apa apa, tapi kok lo nurut nurut aja sama si Helga?"
"Maksud lo?" Nah, sekarang Alix tertarik dengan percakapan ini- yah, lebih seperti tertantang. Arva mulai terintimidasi, tapi dia tidak menunjukkannya.
"Santai, penasaran aja. Gue udah dua kali liat lo ganti korban dan lo selalu nurut aja gitu sama Helga. Dia nyuruh lo ngisi form segala macem, nggak risih kah?" Pandangan Alix kembali menjauh dari lawan bicaranya.
"Risih."
"Terus ngapain lo turutin?" Alix berdiri dari kursinya dan menusukkan tatapan tajam ke arah sang ketua. Dia menggenggam kerah bajunya dan menarik figurnya mendekat.
"Karena dia sahabat gue, mereka berdua sahabat gue. Inget itu."
Dia pun melepaskan genggaman tangannya dari kerahasiaan baju Arva dan kembali duduk. Arva melepaskan nafas yang tidak sadar telah ia tahan. Jantungnya berdegup kencang, keringat dingin bercucuran, dan tidak lupa dengan kakinya yang gemetar yang mencoba untuk tidak tumbang saat berjalan keluar dari kelas.

Dengan sosok siluman kodok itu pergi, Alix akhirnya bisa melanjutkan kegiatannya sebelum interaksi tadi. Alix membuka sebuah notepad— hadiah kecil dari Devan dan mulai menulis menggunakan pulpen yang dia temukan di bawah kursi orang.
Apa yang sedang dia tulis?
Alix sedang menulis 'to do list' untuk hari ini, dan hal pertama yang dia tulis di list itu adalah:

'1. Kenalan dengan korban baru'

"Seru nih."

A/N: MAAF YA GUYS BARU UP😭😭 Ranking ku turun, terus aku disuruh fokus sampe ujian kenaikan kelas baru boleh lanjut. I'm back now, so yeah.. Aku usahain up nya konsisten from now on okayyy??? Hope you enjoyed!

Mean To MeanieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang