Tea Party

1.4K 120 1
                                    

Ruangan istana yang dipakai oleh Claudia Heather untuk menggelar pesta teh adalah sebuah ruangan yang sangat megah dan indah. Terletak di lantai atas istana, jendela-jendela besar memungkinkan cahaya matahari untuk masuk dan memberikan cahaya yang cukup pada ruangan itu. Dinding dihiasi dengan karya seni terkenal dan dengan lukisan bunga-bunga. Karpet merah mewah yang terbuat dari bahan wol berkualitas tinggi tergelar rapi dan menambahkan sentuhan hangat ke ruangan.

Claudia Heather duduk di tengah-tengah ruangan dengan puluhan cangkir teh dan kue dengan berbagai ukuran yang diatur dengan indah di atas meja. Perlahan tapi pasti, para tamu memasuki ruangan dan bergabung dengannya. Suasana riang tercipta di sekeliling ruangan yang bersih dan rapi. Namun, ketika Silencia Amarilys tiba, suara-suara yang ceria mereda dan semua mata tertuju padanya.

"Apakah kau lihat bagaimana Silencia datang terlambat lagi ke pesta ini?" tanya Lady Anne dengan suara serak berbisik.

"Iya, berbeda dari kebiasaannya. Dia biasanya selalu tepat waktu," ujar Lady Samantha.

"Apakah kau tahu bahwa dia dulu sering membuat sandiwara jahat untuk menguasai Pangeran Mahkota?" tanya Claudia kepada para lady lain.

"Tidak, benarkah itu?" tanya Lady Elizabeth Hart dengan wajahnya penuh rasa penasaran.

"Iya, aku mendengarnya dari sumber yang dapat dipercaya," jawab Claudia dengan sopan, tetapi dengan maksud jahat.

"Aku tidak percaya pada hal itu. Dia tampaknya baik-baik saja bagiku," sahut Lady Catherine, mencoba membela Silencia.

"Itu hanya karena dia mahir berakting. Kau tidak boleh mempercayainya," pungkas Claudia.

Semua lady setuju dengan percakapan Claudia, meskipun Silencia benar-benar tidak salah. Mereka mengangguk-anggukkan kepala dengan pandangan curiga pada Silencia, dan tidak menyadari bahwa semua itu adalah rencana Claudia untuk membentuk pandangan buruk tentang Silencia.

"Oh, lihatlah. Itu Silencia," ujar Claudia dengan suara pelan. "Dia kelihatan sangat lelah dan lesu hari ini."

"Iya, apakah kau lihat bagian matanya yang sembab? Tentu saja tidak seindah yang dulu." jawab Lady Anne.

"Ya, dulu dia seperti seorang berlian yang bersinar di pesta, tetapi sekarang dia tampak jauh dan kehilangan cahayanya," ujar Lady Catherine.

"Lihatlah, matanya bahkan tampak sedikit merah," Pungkas Lady Samantha, sambil menambahkan, "Aku rasa dia kesulitan mengatasi tekanan posisinya di kerajaan."

"Seharusnya dia dapat mengatasinya, mengingat dia adalah salah satu bangsawan paling bisa diandalkan di kerajaan," kata Lady Elizabeth dengan nada kecewa.

Silencia mendengar semua itu, namun ia tetap tegar, tenang dan menjaga ekspresinya. Gaun yang dikenakannya begitu indah, sayang jika harus menimbulkan situasi buruk. Tangannya sangat ingin menjambak rambut para lady tersebut, tapi saat ini yang sangat ia butuhkan adalah pikiran rasional. Silencia melangkah menuju Claudia, kedua tangannya tergenggam.

"Selamat siang, Lady Claudia Heather. Terimakasih telah mengundang saya ke pesta teh kali ini," ucap Silencia dengan ramah, tersenyum ke arahnya.

Claudia terkejut dengan sikap Silencia yang ramah padanya dan bahkan terdengar sangat tulus, meskipun hanya sedikit terlihat seperti itu. Dia merasa tertarik dengan kata-kata Silencia yang sangat tulus tersebut. "Selamat siang, Silencia," balas Claudia.

"Lady.." Tegas Silencia. "Anda hanya seorang putri Baron, dan saya adalah putri seorang Duke. Tunjukkan rasa hormat anda pada saya. Panggil saya Lady Amarilys. Kita tidak berada dalam situasi yang akrab untuk saling memanggil nama." Keanggunan Silencia tidak bisa diragukan lagi.

Claudia merasa terkejut dengan ucapan Silencia yang tegas dan langsung. Dia tidak pernah mendengar Silencia berbicara seperti itu sebelumnya. Claudia merasa kesal karena merasa Silencia mencoba menunjukkan kekuasaannya. Para lady yang tadinya memihak Claudia pun terdiam. Jika mereka sadari, lady yang berstatus tinggi di ruangan itu hanya Silencia seorang.

"Baiklah, Lady Amarilys. Saya minta maaf atas tindakan saya. Saya harap kita semua menikmati pesta ini, silakan nikmati semua yang tersaji," jawab Claudia setelah mereka saling menatap. Ia mempersilakan para lady untuk menikmati kue dan teh yang telah disediakan.

Silencia merasa lega karena akhirnya memiliki waktu untuk berbicara jujur dan tegas kepada Claudia. Menurutnya, Claudia mungkin terlalu sombong dan merasa bahwa dia memiliki kekuasaan lebih besar di istana hanya karena ia adalah kekasih Pangeran Mahkota.

"Saya tidak ingin kita memiliki hubungan yang salah," lanjut Silencia, mencoba menjelaskan dengan cara yang lebih tenang. "Saya hanya ingin bahwa hubungan kita sebagai bangsawan harus dilandasi dengan rasa hormat dan kesopanan yang layak."

"Anda benar, Lady Amarilys." Lady Anne mendadak mencoba terlihat akrab dengan Silencia. Wajahnya sedikit berkeringat.

Silencia menatap Lady Anne dengan tajam, namun tetap mempertahankan sikapnya yang tenang. "Apakah Anda mengerti maksud saya, Lady Anne?" tanyanya.

Lady Anne mengangguk dengan ragu. "Saya mengerti, Lady Silencia. Tapi, saya merasa bahwa kita sudah lama tidak berinteraksi seperti dulu. Kita bisa bersikap lebih akrab dan bersahabat, bukan hanya sekadar berbincang-bincang mengenai tugas-tugas bangsawan."

"Tentu saja lady," Tukas Silencia sambil tersenyum. Silencia lalu beralih pada Claudia sambil menyeruput teh yang tersaji. "Teh yang sangat nikmat, lady Heather," pujinya.

Lady yang lain tampak gugup dengan ketegasan Silencia. Mereka lalu serba salah dan saling melempar pandangan setelah menyadari status Silencia.

"Ah iya.. Ini saya dapatkan dari pangeran mahkota." Pamer Claudia.
"Apakah anda akan bertunangan lady?" Tanya lady Elizabeth pada Claudia. Mereka tahu pertunangan Silencia dan Pangeran Mahkota telah terputus, jadi tentu saja Claudia akan menjadi Putri mahkota selanjutnya.

"Sebenarnya, saya tidak yakin dengan itu. Bagaimana saya yang berstatus rendah ini bisa menjadi seorang putri mahkota?" Claudia kembali berakting untuk mendapatkan simpati para lady.

Silencia yang sudah muak berdiri dari kursinya. "Saya permisi sebentar.." Izinnya.

Lalu ia melangkah keluar dari aula pesta teh diiringi tatapan para lady. Ia turun ke lantai satu istana dan menuju taman.

Silencia keluar dari aula pesta teh dengan sedikit tergesa-gesa. Dia merasa muak dan lelah dengan suasana di sana, dan membutuhkan waktu sejenak untuk menenangkan diri. Ia berjalan dengan langkah cepat menuju taman istana yang indah, dimana ia bisa menghabiskan waktu untuk menenangkan diri.

Tiba di taman, Silencia menghirup udara segar dan merasakan semilir angin yang menyapu wajahnya. Dia merasa sedikit lebih tenang dan berpikir bahwa hatinya akan terasa lebih baik jika dia duduk di bawah pohon cemara. Namun, ketika Silencia mencapai pohon cemara, dia melihat Pangeran Orion duduk di bawahnya lebih dulu.

Sesuai dengan deskripsi karya aslinya, Silencia mengenali Pangeran Orion dari rambut panjangnya yang berwarna putih keemasan dan anting di kedua telinganya.

Pangeran Orion yang menutup mata merasakan seseorang menghalangi sinar matahari untuknya. Ia mengintip dengan membuka sebelah matanya.

"Silencia?" Ia terkejut, lalu menutup mulut dengan tangannya ketika sadar ia memanggil Silencia dengan tidak sopan.

The Duke's Adopted Daughter (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang