Saat hari kerja berakhir, Rayna selesai dengan tugas-tugasnya. Ketika dia keluar dari kantor, dia melihat bosnya sedang bersiap-siap untuk pulang kerumahnya. Rayna memutuskan untuk meminta tumpangan pulang kepada bosnya saja.
"Pak, tunggu sebentar," panggil Rayna.
"Ada apa?" tanya Rian menaikkan sebelah alisnya.
"Pak, bolehkah saya pulang bersama Anda?" Rayna menghampiri bosnya yang hendak masuk mobil.
Rian menjawab dengan suara datar, "Kamu bisa naik taksi saja, saya buru-buru ingin pulang." Dia tidak tak ingin mengantarkan Rayna pulang, karena dirinya pun sedang buru-buru pulang juga.
"Mohon bantu saya, Pak. Saya benar-benar tidak punya uang untuk membayar taksi." Rayna memohon kepada bosnya untuk pulang bareng, apa lagi dirinya sudah tidak mempunyai uang sama sekali untuk biaya ongkosnya.
Rian merasa tergerak dan akhirnya berkata, "Baiklah, masuk ke mobil." Dia mengizinkan Rayna untuk naik ke dalam mobilnya.
Di dalam mobil, keduanya terdiam, menciptakan atmosfer yang canggung. Rayna merasa canggung karena biasanya ia yang mengisi percakapan, tetapi kali ini ia diam saja. Sementara itu, Rian tidak bisa menghindari pandangan ke arah paha milik Rayna yang mulus terlihat jelas karena pakaiannya yang sangat pendek.
"Lain kali, jangan memakai pakaian seperti itu lagi," ucap Rian, mencoba menutupi paha Rayna dengan jas miliknya.
"Kenapa? Apa ada yang salah dengan pakaian saya, Pak?" tegur Rayna merasa heran mendengar komentar bosnya.
"Kamu pikir dengan pakaian seperti itu, tidak akan membuat pria tergoda? Saya juga pria normal, Ray," sahut Rian, fokus pada mengemudi dan enggan menatap Rayna.
Rayna menundukkan kepala dan menyesali pilihan pakaiannya. "Maaf, Pak."
Mobil akhirnya sampai di depan rumah Rayna. "Terima kasih atas tumpangannya, dan maaf atas kesalahan saya," kata Rayna sambil keluar dari mobil dengan rasa bersalah.
Rian tiba di rumahnya, dan di ruang makan, ia disambut oleh istrinya dan keluarganya yang sudah menunggu. Istrinya, Marsya, menawarkan makan atau mandi terlebih dahulu.
"Kamu mau makan dulu atau mandi, Mas?" tanya Marsya dengan senyum.
"Aku akan makan dulu, Sya," jawab Rian sambil duduk di mejanya.
Marsya menggandeng suaminya menuju meja makan dan menyiapkan makanan. Keluarga Rian sudah berkumpul di ruang makan, termasuk orang tuanya dan adiknya.
Tama, ayah Rian, mulai bertanya tentang keinginan mereka untuk memiliki anak. "Sampai kapan kalian berdua belum punya anak?"
"Kami sudah mencoba, Pah, tapi belum diberi anugerah anak." Rian mencoba menjelaskan kepada papahnya, agar papahnya itu pun mengerti dengan kondisi keluarga kecilnya ini.
"Mungkin mereka berdua ada yang mandul, Pah." Alby, saudara laki-laki Rian, dengan nada ejekan, menyebut kemungkinan yang buruk.
"Jangan bicara sembarangan, Al." Tama meminta anak keduanya untuk tidak berkata yang tidak-tidak.
"Pikir aja Pah, udah 2 tahun mereka menikah, tapi masih belum punya anak." Alby tahu pernikahan Rian dan Marsya sudah lama, tetapi mereka berdua sama sekali belum memiliki anak.
Tama mulai kehilangan kesabaran, "Kamu!"
Lina, ibu Rian, mencoba meredakan suasana, "Sabar, Pah. Jangan marah, nanti penyakitmu kambuh lagi."
"Orang seperti dia tidak pantas untuk dibela!" ucap Alby menatap tajam ke arah Rian.
Alby berdiri dan meninggalkan ruangan, meninggalkan perdebatan, dan rasa laparnya yang hilang. Di dalam hatinya, dia masih membenci abang kandungnya dengan keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tawaran Pelakor Bayaran
RomanceWarning !!! Dilarang memcopy paste cerita saya ini murni karangan saya! Jangan lupa follow Biar selalu ada Notification ketika update !! hargai karya orang. "Kopi apa ini? Rasanya sungguh tidak enak!" keluh Rian sambil memuntahkan kopi yang telah di...