Pada suatu siang, dilantai atas salah satu gedung universitas.
"DASAR DOSEN GILA!" Umpat Ara dengan penuh emosi.
"Siapa gila?" Tanya seseorang dibelakangnya.
"Lu gila!" Jawab Ara dengan cepat dan lantang tanpa membalikkan badannya.
Namun seketika ia terperanjat saat menyadari sesuatu.
"Suara ini .... Mampus, gue!" Lirihnya, seraya menepuk keningnya.Hening.
"Kenapa diam? Sudah menyadari sesuatu?" Ujarnya dingin, dan beberapa saat kemudian, ia mengambil langkah menjauh untuk pergi.Dengan kepala menunduk dan tangan saling bertaut didepan badannya, pelan-pelan Ara memutar badannya ke belakang dengan penuh ketakutan.
"Ma...maaf, Pak." Ucapnya dengan suara yang amat pelan.
Ammar berhenti sejenak, tanpa membalikkan badan ia berkata, "Hm."
Ara melongo melihat respon dosennya itu.
"He? Gitu doang? Astaga, gue kira bakal ada huru-hara. Lagian kok ada ya orang modelan begitu? Boro-boro senyum, pas gue tadi keceplosan aja kayak nggak ada marah-marahnya. Jangan-jangan tuh orang pas Tuhan bikin acara pembagian ekspresi, dia gk dateng, makanya cuma datar gitu doang mukanya. Ckckck! Tapi ya syukur sih, kalo Dosen lain mungkin udah mampus dihukum gue. Untung aja tuh orang muka rata." Gumamnya sembari merapikan tasnya, bersiap untuk pergi dari sana juga."Kamu ngejek saya?" Ujar pria tersebut yang membuat Ara kembali membeku ditempatnya.
'Loh? Kok ada disini? Bukannya tadi udah turun?' Batinnya.
Kembali Ara membalikkan badan dengan lesu, seraya berkata,
"I...iya, Pak. Saya gak bergumam macem-macem kok, cuma ... cuma ... e..anu itu ..."'Astaga, otak gue ngeblank, duh!' Batinnya, menggerutu.
"Cuma apa?" Desak Ammar dengan menaikkan salah satu sisi alisnya.
"Cu...cuma bil-"
"Bilang apa?" Potongnya lagi.
'Astaga! Nih Dosen nyebelin banget, sumpah! Main serobot aja sih. Ck!' Gerutu Ara dalam hati.
"Sa..saya saya cuma bilang anu ... eh.. Ba..bapak ganteng hari ini. Iya, gitu Pak. Hehe.." Ucapnya sambil memaksakan tawa.
'Cih! Boro-boro ganteng, killer iya.' Batinnya.
"Benar begitu?" Tanya Ammar, memandangnya curiga.
"I...iya, Pak. Gitu beneran kok." Jawab Ara yang masih memaksakan cengirannya.
Ammar tersenyum melihat tingkah mahasiswi yang berdiri dihadapannya itu.
Dan Ara tertegun, untuk pertama kalinya ia melihat Dosen itu tersenyum,
'Astaga, nih Dosen ternyata senyumnya manis juga. Tapi, rasanya kok aneh ya? Senyumannya seperti .... mencurigakan.' Batin Ara."Terima kasih pujiannya, saya sangat tersanjung. Sebagai tanda terima kasih, saya beri kamu hadiah." Ujar Ammar.
Kemudian ia maju mendekat, lalu mengulurkan sebuah buku setebal nyaris seribu halaman yang sedari tadi ia pegang, ketika tangan Ara sudah menerima buku itu, senyum di wajah Ammar mendadak hilang.
GLEK!
'Ada apa, nih?' Batin Ara, tak tenang.
"Saya pinjamkan kamu buku itu, baca, kemudian rangkum pokok-pokok pentingnya. Lusa, kamu sudah harus serahkan itu dimeja saya!" Perintah Ammar.
Setelahnya ia benar-benar pergi meninggalkan Ara yang masih terbengong dengan tampang cengonya.
"Buku setebel ini? Lusa? KYAAAAAA!!!! DOSEN GILAAAAAAA!!!" Umpat Ara, tak peduli lagi sang Dosen masih mendengarnya atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
ChickLitZahra Synclair Tak secantik Mawar, tak sewangi Melati, tak seindah Lily, dan tak seabadi Edelweis. Tapi apa kau tau? Meski Dandelion tampak seperti bunga yang rapuh, namun ia bisa tumbuh ditengah-tengah tanaman liar, walau harus melewati celah batu...