PROLOG : Putih Abu-abu

311 26 10
                                    


Playlist - Zhao Lusi - Just Want To Secretly Hide You

**


Upacara hari senin dengan cuaca panas memang sangat luar biasa. Meski hanya bertugas sebagai pembaca protokol, gadis berseragam putih abu itu nampak kepanasan setelah rangkaian upacara selesai. Napasnya terdengar payah seraya duduk di sebelah temannya.

"Gila, panas banget." Keluh Amira, teman paskibranya.

"Jadi pembaca protokol aja panas, apa lagi kamu jadi petugas pengibaran." Balas gadis itu mengibaskan kedua tangannya, berharap mendapat sedikit angin menyejukan.

"Minggu depan kamu ya, Shey. Gantian, ya?" Pintanya.

"Kamu aja, aku cukup jadi protokol. Nggak mau yang lain." Di daerah sini, bahasa aku-kamu itu sangat wajar. Jadi tidak aneh lagi. Tentu saja, ini bukan kota sebesar Jakarta, hanya kota kecil yang memiliki banyak kenangan masa kecilnya bagi Sheya.

"Ayolah," bujuk Amira setengah memohon.

"Ogah! Lagian kamu tahu sendiri tinggi badanku berapa? Kalau aku di tengah Abi sama Indra, tenggelam namanya." Sheya sudah bisa membayangkan bagaimana jadinya jika dirinya yang menjadi pembawa bendera. Dengan tingginya yang hanya 155 sentimeter ini, tentu saja tidak ada yang bisa diharapkan. Bahkan untuk menjadi Paskibra Kota saja Sheya tidak berani mendaftar. Sudah pasti ia kalah diantara teman-temannya yang lebih tinggi seperti tiang.

Amira tertawa geli. "Sekali-kali, Shey."

"Nggak. Lagian Abi itu pasti maunya sama kamu. Kan pacarnya." Katanya seraya berdiri dan membersihkan belakang rok abunya.

"Mau kemana?" Tanya Amira.

"Mau ke kantin dulu sebentar beli minum." Lalu setelah itu Sheya pun melangkah pergi menyusuri koridor sekolah yang masih nampak lamai dengan lalu-lalangnya. Suasana yang khas setelah ucapara bendera bubar.

"Kak Sheya." Salah satu adik kelas menyapanya. Sheya hanya tersenyum mengangguk.

Sebagai anak kelas sebelas dan termasuk murid yang terkenal, tentu saja nama Sheya tidak asing bagi kalangan di sekolah ini. Bukan karena Sheya pintar, karena nyatanya Sheya justru termasuk dalam kategori murid dengan nilai kurang. Sheya sendiri tidak tahu kenapa banyak yang mengenalnya. Bahkan dikalangan anak kelas tiga pun demikian. Padahal ia pun bukan termasuk murid dengan predikat cantik. Biasa saja. Apa karena ia sangat aktif dibeberapa eskul? Tapi apa benar itu yang

"Mau makan atau minum, Neng?" Kata Ibu Kantin saat Sheya tiba di sana.

"Es teh manis aja, Bu." Pintanya seraya memberi uang. Lalu duduk di kursi, menikmati segelas es teh kesukaannya.

Mata Sheya menelisik ke sekitar, suasana kantin nampak sedikit ramai. Banyak siswa berkumpul dengan circle masing-masing. Terutama circle anak laki-laki IPS yang nampak urakan seperti biasa di pojok kantin ini. Entah, Sheya tidak mengerti kenapa vibes anak IPS dan IPA itu kentara sekali perbedaannya.

"Kamu kok masih di sini, Shey? Bukannya jam pertama kelas kamu ada Pak Bambang, ya?" Kata gadis di depan Sheya. Entah Sheya tidak tahu namanya. Salah sendiri tidak ada name tag-nya. Namun yang jelas dia anak kelas sebelas juga.

"Males masuk kelasnya. Kan hari ini Pak Bambang nggak masuk, kata Ibu Intan. Jadi cuma ngerjain tugas doang di kelas."

"Yang benar?" Firda memastikan dengan wajah senang.

Nothing Else But YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang