Pasha-14

11.9K 1.1K 25
                                    

Hm... rajin kali diriku ini
...
..

Seminggu lalu adalah hari dimana dua buntut Aslan lulus dari sekolah, Gio dan Pasha. Kedua bocah itu udah kelar dengan masa SMP. Tak lama lagi akan berkecimpung dalam dunia putih abu-abu seperti Jean. Btw Jean udah kelas XII dong, dia peringkat 7 membuat Gio menghina habis-habisan.

Bisa-bisanya anak yang gak niat sekolah cem Jeansya masuk 10 besar. Hm.. Gio tak habis thinking.

Dan berhubung lagi pada libur, makanya pagi ini mereka tak sibuk seperti biasanya. Bahkan Aslan saja yang biasanya jam 6 udah klimis sekarang masih belekan. Dia bangun-bangun langsung keluar kamar dan mendapati anak-anaknya berjejer di ruang keluarga.

Satu yang membuat fokus Aslan langsung terkunci di detik pertama. Penampilan Pasha yang beda banget dari biasanya. Anak itu memakai kaos tanpa lengan dengan celana pendek sebatas lutut. Mukanya kusut, terlihat menguap beberapa kali.

Percaya atau enggak, cuma gara-gara pakaian begitu Pasha jadi makin keliatan tengil dimata Aslan tanpa dia berbuat apa-apa.

"Pa, kasih makan Atlas. Tolong."

Aslan melirik Atlas. Tapi si anak malah berdecak dan menjitak kepala Pasha yang berujar barusan.

"Maksudnya kelinci dia, bukan aku." Ujar lelaki itu menatap sinis ayahnya. Aneh, Pasha yang bertingkah kok malah bapaknya yang dijulidin.

"Okey."

Jean melihat ayahnya berlalu pergi menggeleng miris, "Bapak lo patuh amat dah." Katanya entah pada siapa.

"Gi.." Pasha menyenggol Gio yang membujur di karpet dengan mata terpejam.

"Hmm..."

"Laper gak?"

Si Gio langsung duduk. Rambutnya mencuat kemana-mana. "Ya laperlah. Temenin gue beli nasi uduk."

"Ck, gue maunya soto."

"Ya beli jugalah, duit bapak lo kan banyak."

Si adik mengangguk, "Oke. Nanti uduk lo bagi dua ya."

"Dih, ogah. Mana kenyang."

Gio menguap lebar. Dia berdiri sembari menggaruk-garuk perutnya. Kemudian dengan kurang ajar menempeleng kepala Atlas yang nyaris tertidur di sofa.

"Bang, kunci motor lo taro mana?"

Yang tua berdecak malas, "Di kamar."

"Gue pinjem yak. Kalo nitip chat aja di grup. Tapi nanti bayarnya dua kali lipat."

Setelah kepergian dua bocah termuda di antara mereka, Jean beringsut pada Atlas yang tampak pasrah saja. Ia tepuk pelan lutut abangnya itu.

"Terima aja lo bang digituin Gio? Kalau gue udah gue tumbuk palanya kali."

"Hm.. biar aja."

Atlas itu tak akan pernah membalas walau di apa-apain sama adiknya. Kecuali dia sedang sinting-sintingnya baru adiknya dianiaya tanpa sebab.

Sementara Jean dan Atlas lanjut lagi berbincang. Evan terduduk sendirian di sofa single. Merekam jelas interaksi adik-adiknya sedari tadi tanpa ada seorangpun memperdulikan dirinya. Padahal Evan sudah mandi pagi-pagi sekali, mukanya segar pas keluar kamar. Tapi balik lagi, gak seorang pun menyadari eksistensi dirinya disini.

Gak pa-pa. Evan gak pa-pa. Dia udah biasa kok terdiam dalam bayang-bayang sepi seorang diri layaknya sekarang ini.

Hm.. Evan daijoubu.

|||||||||

Aslan sudah selesai mengurusi Atlas—maksudnya kelinci Pasha. Dia kembali ke ruang keluarga. Tapi kok ini anaknya malah berkurang dua.

Just Say That!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang