BAB I : Putus Asa

246 24 0
                                    

Jangan lupa voment.

.

Dalam sebuah unit apartemen yang sederhana, seorang pemuda tengah menangis tanpa suara dengan pergelangan tangan kiri yang sudah tersayat cukup dalam membuat darah segar terus mengalir. Sebelah tangannya memegang cutter yang baru saja ia beli di toserba.

Dirinya terus menangis dengan bayangan kehidupan yang sangat hancur. Bahkan ia tidak tau harus kemana arah tujuan hidupnya sekarang.

Tatapannya kosong, sesekali ia menertawakan kehidupannya yang hancur.

"Payah.." sejenak ia berhenti lalu mendongakkan kepala. Mengangkat sebelah tangannya dengan tetesan darah yang menitik ke wajah cantiknya.

"Hey, Tuhan. Kapan kau akan mengambil nyawaku? Aku sudah tidak tahan hidup di dunia ini. Lagipula aku sudah tidak punya siapapun untuk kembali pulang dan berkeluh kesah. Apa kau masih menyebut ini sebuah cobaan?" Ia tertawa namun terdengar begitu menyedihkan.

"Jika saja jual diri itu mudah, sudah sedari dulu ku lakukan. Huh.. aku tidak cantik, tubuhku juga tidak mulus.." mengingat saat dulu kedua orang tuanya selalu menganiaya hingga tubuh kecilnya kini dipenuhi oleh luka yang sulit memudar. Entah luka fisik maupun batin.

Di sekolah juga ia kerap jadi bulan-bulanan murid lain karena background keluarganya yang kacau dan ia hanya tinggal sebatang kara. Tak punya teman, dan tidak ada yang sudi melindungi dirinya yang lemah.

Ia sudah tak menangis, ia raih ponselnya dan berniat mengalihkan kesedihannya dengan mencoba hal nekat.

Jari jemari lentiknya mengescroll layar persegi panjang itu sampai di satu video.

"Cara hidup bahagia dengan bantuan iblis?" Tatapan yang tadinya menyendu, perlahan berubah yakin. Giginya menggeretak sembari meremas ponselnya.

Tanpa pikir panjang, ia segera pergi menyiapkan semuanya untuk ritual nanti malam.

.

02.14 Jakarta Apartement, Indonesia.

Sekarang ia sudah duduk manis dengan lampu apartemen yang sengaja ia matikan semua dan hanya diterangi sebuah lilin kecil karema itu salah satu persyaratannya. Dirinya mulai menyayat kembali pergelangan tangannya dengan cutter lalu meneteskan sebagian darahnya ke atas simbol pentagram yang sudah ia buat.

Tak berselang lama cahaya ungu yang sungguh dahsyat keluar dari simbol pentagram itu, hingga perlahan keluar lah sosok hitam besar bermata merah yang hanya nampak seperti kepulan asap.

Dirinya terkejut dan menjauh, ia tidak tau jika akan betulan berhasil.

"Mendekatlah manis, bukankah kau yang memanggilku?" Ujar suara besar itu yang seakan menggema di satu ruangan.

Lelaki manis itu mengangguk ragu lalu perlahan berdiri berjalan mendekati makhluk itu.

"Aku.. aku ingin kehidupan yang bahagia, aku ingin tau apa tujuan hidupku sebenarnya dan ingin merasakan hidup tanpa kecemasan. Aku hanya ingin dicintai.. hiks.. a-aku.." ia tak kuasa menahan tangisnya yang pecah saat itu juga. Ia tidak menangis karena luka di pergelangan tangannya, melainkan keinginannya yang sangat menyedihkan untuk didengar orang lain.

"Hey, aku bukan orang. Aku ini iblis!"

Kepulan asap hitam keunguan itu perlahan berubah menjadi wujud seorang lelaki dengan jaket kulit hitam bercorak merah dipadukan dengan setelah formal yang dominan hitam. Bermata merah darah, rahang yang tegas dan juga wajah yang sangat tampan untuk ukuran manusia. Bersamaan dengan lampu apartemen yang tiba-tiba menyala sendiri.

Tubuh kecil yang bergetar itu perlahan naik ke gendongan iblis yang sekarang berwujud manusia itu menggendongnya seperti koala lalu mencium bibir ranum itu hingga sang empu membelalakkan matanya terkejut.

Suram - JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang