RUMAH BARU

2 2 0
                                    

Najmi's POV
   
Meregangkan otot-otot sembari menikmati sinar matahari di teras rumah, pagi yang baru di kampung syahidan. Tapi ketenangan memang selalu fana, tak bisa bertahan sedikit lebih lama, panggilan bapak mulai menggema, berirama semakin mendekat saja, ahh rasanya ingin pergi sebelum sosoknya tiba.
   
"Najmi!!!" Suara bapak membuatku memasang wajah penuh senyum kepalsuan. Inilah saatnya.....
   
"Ayo ikut bapak." Titah bapak mutlak tak bisa ditolak.
   
Berjalan malas ,membuntuti bapak yang beringas. Menuju tempat baruku, halaman belakang....
   
Entah sejak kapan bapak merubah halaman belakang rumah menjadi kebun binatang mini. Sebuah kandang sapi di kanan jalan setapak yang kulewati, ada tiga ekor yang salah satunya masih kecil, kami biasa menyebutnya pedhet. Disebelahnya ada kandang kambing dengan lima ekor didalamnya. Sementara disebelah kiri ada pagar tinggi, suara ayam dan bebek bergantian menandakan keberadaannya disana. Dan diujung sana ada sebuah kolam kecil dengan saung diatasnya, biar kutebak isinya pasti ikan paus dan lumba lumba.
   
"Denger gak mi??" Suara bapak mengakhiri pengamatan ku.
   
"Hah apa??" Wajah bloonku keluar, aku sendiri kadang heran kenapa aku bisa sebodoh ini di rumah.
   
"Jadwal ngasih makan nduk." Bapak terlihat hilang kesabaran, membuatku menciut ketakutan.
   
"Sapi sama kambing kasih makan tiap sore sama pagi, sapinya dikasih minum kalau kambing gak usah." Bapak menjelaskan perlahan, membuatku takjub karena biasanya bapak akan bersikap tegas.
   
"Terus ayam sama bebek kasih makan dua kali juga, pake ember itu." Bapak menunjuk sebuah ember buluk di dekat sebuah karung.
   
"Kalau ikan dikasih tiap sore aja."
   
Aku mengangguk. "Rumput buat sapi sama kambingnya dimana??"
   
"Tunggu aja, bentar lagi juga dateng. Kamu kasih makan ayam sama bebek dulu, kalau ada telurnya ambil terus simpan, kalau udah banyak nanti dijual uangnya buat kamu."
   
Mataku  berbinar, akhirnya sekarang aku punya pendapatan pribadi. Jutaan wishlist muncul seketika namun dihempas oleh bapak dengan ucapan..
   
"Uangnya ditabung, jangan kebanyakan jajan."
   
Aku tersenyum simpul, selamat tinggal dunia penuh percikian.
   
"Bapak pergi dulu, kalau kamu rajin ngurusnya nanti bapak tambahin gaji tiap bulan."
   
"Makasih bapak." Aku tersenyum senang.
   
"Oh iya, buat sapi jangan lupa mandiin seminggu sekali terus bersihin kotorannya setiap pagi. Yang rajin." Bapak berlalu setelahnya meninggalkanku yang sudah terlanjur senang. Oke, kesenangan memang selalu fana.
   

_____🇳 🇦 🇯 🇲 🇮______
ᵗʰᵉ ⁿᵉʷ ᵇᵉᵍⁱⁿⁿⁱⁿᵍ

  
Aku mengusap peluh di keningku, aku sekarang sama baunya dengan para ternak ini. BAU KOTORAN.
   
"Tinggal kasih makan sapi Sama kambing."
   
"Eh,, mana rumputnya?? Kok belum datang??"
   
"Apa aku mandi dulu ya??"
   
"Tapi nanggung, nanti bau lagi."
   
Mataku menatap sekitar, sebuah bangku panjang jadi tujuan selanjutnya. Duduk sambil memainkan sis rumput ditangan, hingga sebuah suara membuatku menoleh. SUARA TUMPUKAN RUMPUT YANG JATUH
   
"Najmi??"
   
"Kak Arif??" Aku bingung dengan kehadirannya, tapi kak Arif malah tertawa bahagia lalu duduk di ujung bangku.
   
"Astaghfirullah al adzim, dugaan kakak bener ternyata." Kak Arif masih tertawa, air minum yang tengah diteguknya pun berhamburan kemana mana.

Aku mengerutkan kening, bingung dengan kehadirannya disini. Bukankah dia punya ternak herbivora di rumahnya?? Atau sudah dijual?? Atau jangan jangan kambing kambing ini adalah miliknya?? Hmmmm....

"Kakak ngapain kesini??"

"Nganter rumput lah, ngapain lagi."

"Kenapa nganter rumput kesini?? Kambing kakak sekarang makan nasi kah??"

Kak Arif menghela nafas. "Kambing itu gak penting." Kak Arif berdiri, aku mengamatinya yang berjalan mendekat lalu berhenti di depanku.

"Kamu apa kabar??"

_____🇳 🇦 🇯 🇲 🇮______
ᵗʰᵉ ⁿᵉʷ ᵇᵉᵍⁱⁿⁿⁱⁿᵍ

Kak Arif mengangguk paham setelah aku menceritakan tentang kabarku setelah kejadian itu.

"Kalau kakak, apa kabar??" Tanyaku setelah menyudahi tugas tugasku.

"Baik, Alhamdulillah baik nas."

Aku mengangkat alisku, nas?? Panggilan akrab kak Arif untuk Najwa, kenapa dia memanggilku dengan sebutan itu?? Padahal biasanya dia memanggilku mi.

"Allah maha baik nas, Dia membalas semua perjuangan kakak selama ini."

Kak Arif mendongak, mengingat kembali. "Kampung ini sekarang sudah kembali ke jalan yang benar, tidak ada lagi hal musyrik, para jin yang mengincar mu pun sudah lenyap tak bersisa."

"Tapi kak Shinta??" Aku menatapnya penasaran, pasalnya aku masih bisa melihat guratan amarah dimatanya semalam.

Kak Arif terkekeh. "Perempuan memang aneh nas."

"Najwa sudah memberikan bubuk pelupa itu pada kakak. Kakak sudah membuat semua orang lupa dengan masalah itu, tapi perempuan memang hanya bisa melupakan tanpa bisa memaafkan."

Aku tersenyum simpul, kak Arif benar.

"Kak Shinta masih sering merajuk setelah kejadian itu. Semua hal bisa memancing emosinya, tak ada yang tahu penyebabnya mudah marah. Sampai akhirnya kakak sadar, rumah itu masih menyimpan aura kemarahannya." Kak Arif menunduk sedih.

"Setelah mempertimbangkan semuanya, akhirnya kakak memilih untuk segera menyelesaikan proyek pembangunan rumah kakak yang terbengkalai bertahun-tahun lamanya."

Kak Arif tertawa hambar, seakan menertawakan dirinya sendiri. "Kakak membuat rumah sendiri, dengan modal seadanya dan bantuan tetangga."

"Sebuah rumah kecil, bahkan rasanya tak pantas untuk disebut rumah. Tapi kakak senang, akhirnya kak Shinta menyudahi semua emosinya."

Kak Arif menghela nafas lalu tersenyum. "Kemudian datang pak Hamadi, beliau menawarkan untuk mengatasnamakan rumah lama itu atas nama kakak, tapi kakak menolaknya. Sampai akhirnya beliau memilih menjualnya, beliau memberikan seluruh hasil penjualan rumah itu untuk kakak, tapi lagi lagi kakak menolaknya."

"Sampai akhirnya beliau memilih jalan terakhir. Beliau datangkan mobil mobil dengan material, beliau pekerjakan banyak orang agar rumah itu cepat selesai."

Kak Arif menggeleng tak percaya. "Entah amalan apa yang saya perbuat hingga bertemu dengan orang sebaik bapakmu."

Aku mendesah, bapak memang baik, tapi....

"Beruntung kamu menjadi bagian dari keluarga Hamadi."

Kak Arif berdiri, sepertinya hendak pamit.

"Maaf ya nas, kakak gak adil sama kamu. Kita berjuang bareng bareng, sampai kamu hampir mati buat perjuangin kampung ini. Tapi akhirnya hanya kakak yang dianggap sebagai pahlawan."

"Maaf juga usah bikin kamu masuk ke masalah yang rumit."

"Tapi terimakasih nas, tanpa kamu mungkin kakak gak akan ada dititik ini."

Kak Arif menunduk. "Setiap pertemuan selalu berakhir perpisahan, tapi pertemuan ini membuat kakak menganggap kalian berdua sebagai adik perempuan yang tidak pernah kakak miliki sebelumnya."

"Berpisah dengan Najwa setelah mengenalnya sebelas tahun bukanlah hal yang mudah, tapi ternyata kakak bisa melewatinya."

"Tapi denganmu nas, kita emang gak berpisah. Tapi batas itu akan selalu tumbuh diantara kita."

"Jaga diri baik baik nas, jalani hidupmu dengan bahagia, lupakan semua masalah yang telah berlalu, kamu masih muda dan hidupmu masih panjang."

"Maaf, terimakasih dan selamat tinggal." Kak Arif tersenyum sebelum kemudian berbalik pergi.

Aku terdiam, kenapa perpisahan selalu terasa menyakitkan??

"Kak Arif!!" Aku memanggilnya sebelum terlalu jauh, pria itu berbalik.

"Kakak jaga diri baik baik juga."

"Maaf, terimakasih dan selamat tinggal." Aku melambaikan tanganku dengan senyuman lebar, mengabaikan luka di hati dan memilih mengakhiri kisah petualangan Najmi dengan bahagia. DENGAN BAHAGIA.

_____🇳 🇦 🇯 🇲 🇮______
ᵗʰᵉ ⁿᵉʷ ᵇᵉᵍⁱⁿⁿⁱⁿᵍ

   
   
   
 
   
   

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NAJMI (the new beginning)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang