PROLOG

27 1 0
                                    

"Thanks!"

Laki-laki itu tersenyum dan mengangguk. "Maaf ya? Lo jadi pulang malem,"

Emily mengangguk, "Gapapa,"

"Gue pulang ya?"

"Hati-hati!" pesan Emily. Mobil berwarna hitam itu pun pergi meninggalkan rumahnya. Ketika Emily berbalik, ia tersentak dengan berdirinya sang ayah di depan pintu masuk. Langkahnya pun berubah perlahan dan hati-hati.

"Pah, maaf Em-.."

"Sstt, sudah malam. Lebih baik kamu masuk dulu," potong Gio, ayah Emily.

Emily mengernyit bingung melihat itu. Ia kira ayahnya akan mengamuk dan memarahinya. Namun ia tidak mau ambil pusing, mungkin Gio memang tak akan memarahinya.

Maka ia pun masuk ke dalam. Saat Emily ingin masuk ke kamarnya, Gio memanggilnya untuk bergabung di ruang makan.

Emily dengan jelas dapat mencium aroma alkohol di sekitar ayahnya, seperti biasa. Namun ia tak melihat tanda-tanda bahwa ayahnya sedang mabuk.

"Kamu darimana saja?" tanya Gio, memecah keheningan rumah yang hanya di isi oleh keduanya itu.

"E-emily tadi ada kerja kelompok tapi Harris telat jemput. Jadi pulang kemalaman,"

Gio mengangguk paham, ia beranjak ke dapur untuk mengambil sebuah gelas. Kemudian kembali lagi ke ruang makan.

"Minum. Kamu pasti lelah,"

Emily menatap gelas itu ragu. Gio yang melihat itu malah secara paksa menarik tangan Emily agar mengambil gelas itu.

"Jangan berpikir aku menaruh racun atau sebagainya di air itu! Kau hanya harus minum!" bentaknya keras.

Emily menutup matanya sejenak kala bentakan itu terucap. Dengan gemetar ia pun mengambil gelas itu dan mencoba meminumnya. Namun ternyata lidahnya menolak untuk merasakan pahitnya alkohol bahkan nafasnya tertahan saat hidungnya mencium aroma alkohol. Ia pun menaruh gelas itu ke atas meja.

"Pah, ini alkohol.."

Tanpa menjawab, Gio malah mengambil gelas itu dan mencekokinya pada Emily dengan kasar. Tak peduli pada perlawanan putrinya, ia tetap berusaha memasuki air keras itu ke dalam mulut Emily dan memastikannya tertelan.

Emily bangkit dari duduknya dan mendorong Gio menjauh. Gelas berisi alkohol yang hampir habis itu pun terhempas dan pecah di lantai. Ia terbatuk beberapa kali dengan mata yang menatap kecewa kepada ayahnya.

"Papa keterlaluan!"

"Kau! Perempuan macam apa yang pulang malam-malam begini hah!?"

"Emily udah bilang Harris telat jem-.."

"Jangan beralasan, jalang! Dia bahkan lebih tua darimu! Atau jangan-jangan kau sudah mengangkang untuknya?"

Emily menangis mendengar kalimat yang keluar dari lisan sang ayah itu. Bahkan kini ia sudah mulai merasakan efek alkohol pada dirinya.

"Kenapa Papa sejahat ini ke Emily?! Apa Emily pernah buat salah ke Papa? Engga Pah, engga!!"

Tamparan keras mengenai pipi Emily. Dengan mata yang mulai memerah, Emily menatap marah Gio. Hatinya benar-benar terasa sakit saat ini, ia merasa sangat terhina karena ucapan ayah kandungnya itu. Ia pun mengambil tas dan berlari pergi keluar rumah. Meninggalkan Gio yang berteriak memanggilnya.

Tangis mengiringi langkah kakinya di jalanan malam yang sepi. Sejenak ia berhenti untuk menghilangkan pusing di kepalanya sebab alkohol.

Entah kemana kakinya membawa Emily pergi menjauhi rumah. Sudah setengah jam ia berlari dari rumahnya hingga ia merasa letih dan berhenti sejenak di depan rumah orang lain.

Sorry My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang