Aku duduk di balkon, memandang hiruk-pikuk perkotaan yang begitu gemerlap dan selalu ramai. Lampu-lampu tampak berlomba mengalahkan bintang, hingga langit malam tampak hanya selembaran hitam yang kosong karena bintang kalah bersinar dengan lampu-lampu. Menyandarkan diri pada sandaran kursi empuk, aku memandang langit gelap nan hampa itu.
Sejenak, aku terpikirkan, apakah di pernikahan kali ini, Elensky tetap akan jatuh cinta padaku? Apakah dia benar-benar akan ada di sisiku? Apakah jika aku memulainya lebih dulu seperti ini bisa membuat perasaannya berubah dan berpaling?
Tidak. Aku tidak seharusnya memikirkan itu. Bagaimana pun juga, daripada mengandalkan perasaan seorang pria, yang mana masih menjadi manusia, yang notabenenya selalu berubah-ubah, lebih baik aku segera menyiapkan proyek yang bisa menguntungkan pihak kami. Dengan begitu, aku yakin Elensky akan tetap menjadi penyongkong terbesarku.
"Mau menemaniku minum?"
Suara berat nan rendah membuat lamunanku buyar. Suara gesekan antara benda kaca terdengar saat saat Elensky, tanpa permisi, langsung meletakkan botol anggur dan gelas kaca di atas meja. Aku menatapnya, pria itu duduk di sebelah, juga tanpa persetujuanku.
"Kau tampak sedang berpikir keras," ucap Elensky membuatku terhenyak.
"Apakah semudah itu ekspresiku untuk dibaca?" Aku berdeham.
Kulihat Elensky selalu mempertahankan sikap tenangnya. Bahkan, saat ia menuangkan anggur ke dalam gelas, itu benar-benar tampak anggun. Lalu memberikan salah satunya padaku.
"Terima kasih," ucapku sembari menerima gelas pemberiannya.
Elensky mulai menyesap anggur itu dengan elegan. Aku berusaha tidak terpana, tetapi saat melihat jakunnya bergerak, seketika membuatku diserang rasa dahaga yang begitu besar. Menegakkan ludah dengan susah payah, refleks aku langsung menegak cairan anggur itu sampai habis.
"Ugh!" Aku nyaris tersedak saat sensasi manis dan panas melewati kerongkongan.
Elensky menatapku dengan senyum tertahan. "Jangan bilang kau jarang minum-minum?"
"Uhm, yeah, begitulah."
"Tapi kenapa tiba-tiba meneguknya sekaligus? Itu jadi tidak nikmat, loh!"
Aku tak berani menatapnya, takut kalau akan kalap lagi. Entahlah, menatap wajah Elensky mendadak membuatku selalu haus. Seolah dia adalah sosok gurun pasir nan luas tak berujung.
Tanpa kuminta, Elensky kembali menuangkan anggur ke dalam gelasku. Aku ingin menolak, tetapi pria itu seolah tak peduli.
"Ayo nikmati malam pertama kita sebagai partner. Kau tahu, mendapatkanmu sebagai istri, rasanya seperti menang jackpot."
Elensky mengajakku bersulang. Aku merasa seperti masih di ambang awan saat mendengarnya berkata demikian. Apakah itu sebuah pujian?
Entahlah, apa pun itu, yang jelas itu tandanya Elensky menerima keberadaanku. Aku meneguk anggur itu dengan senyum merekah. Namun, sepertinya kami terlalu banyak minum.
***
Gila!
Aku benar-benar sudah gila!
Penggalan ingatan panas berkeliaran di kepalaku, menghantamku dengan rasa malu yang bertubi-tubi. Aku memandang wajah tampan Elensky yang masih terlelap. Dada lebar nan keras itu menghadap sempurna ke arahku, bahkan telapak tanganku bertengger di sana tanpa malu. Tubuhku terkunci, tak mampu kabur dari tempat tidur karena lengan kokoh yang melingkar di pinggangku. Tubuh kami menempel, meski tertutup oleh selimut, tetapi di dalamnya benar-benar tidak ada batasan sama sekali.
"Eungh ... kau sudah bangun, Eve?" Suara itu membuatku terhenyak.
Mata kami bertemu, hal yang tak pernah kuduga saat sebuah kecupan hangat mendarat di keningku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reincarnation of The Antagonist
Historia CortaTerjebak sebagai tokoh antagonis kejam yang ditakdirkan mati tragis? NOTE: Kumpulan cerita pendek fantasy romance bertema isekai dunia novel.