9. Bahagia Jika Ada Kamu

8 1 1
                                    

"Aku nggak perlu janji-janji manis kamu, yang aku perlukan hanyalah bagaimana keseriusan kamu untuk memilikiku."


Argantara menatap dalam diam gedung besar nan kokoh yang ada di hadapannya, terlihat sangat sepi dengan dua mobil terpakir di halaman rumah. Ia memilih untuk masuk dengan hening dan memakirkan motornya dekat mobil tersebut. 

Setelah perkataan gamblang dari Megan yang biasanya tidak peduli dengan sekitar membuat Arga menghela napasnya, memilih bungkam takut jika nanti dia membuka sedikit saja bibirnya akan mengeluarkan kata-kata tajam kembali. 

Arga tahu, dia salah. Dia takut, dia kalut sendiri. Sejujurnya dia sangat merindukan Zayla, pikirannya selalu terpenuhi wajah Zayla yang kecewa padanya.

Padahal, Zayla sudah menunjukkan tanda-tanda lampu hijau, andai saja Arga tidak telalu takut dan egois memikirkan dirinya sendiri, andai Saja Arga tetap pada pendiriannya, andai saja ....

Dia menarik rambutnya frustasi, Megan selalu saja berhasil membuat Arga berpikir sekeras ini. Cowok dengan pakaian seragam amburadul tersebut memilih memasuki rumahnya yang megah dan gelap. 

Sekelabat bayangan saat ia pertama kali melihat Zayla tiba-tiba saja datang tanpa diminta. Arga pun akhirnya mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam rumah. 

Persetan dengan egonya, Arga telah memilih untuk tidak menghindar, ia ingin menemui Zayla, menjelaskan semua yang terjadi selama beberapa hari ini. 

Namun, baru saja ia melangkah, bunyi dengungan memenuhi pendengarannya. Arga terduduk di depan pintu sembari menutup kedua telinganya keras-keras. 

Argantara sangat tahu ketika dia terlalu memaksa untuk berpikir, ini akan terjadi, selalu. Ia sakit, sekeras apapun Arga menyangkal bahwa kondisi kesehatannya baik-baik saja, itu tak akan pernah terjadi. 

"Gue nggak-nggak boleh–"

Belum saja menyelesaikan omongannya, Arga merasakan pusing datang menyerang sangat hebat dan membuat pandangannya mengabur berujung gelap gulita. 

***

Zayla diam menatap Lilia yang tengah tertidur pulas semenjak jam pelajaran Pak Nurul dimulai, ia menghela napas saat tak sengaja matanya bertemu pandang dengan Megan. 

Entah sejak kapan Megan menatap dirinya tajam seperti itu, Zayla tak peduli. Ia tak ingin lagi berurusan dengan anak geng motor dan antek-anteknya tersebut.

Sesaat Zayla merasa terbuai, mulai dari perhatian Arga saat di hutan hingga Arga yang tiba-tiba berubah. 

Zayla mengambil tas ransel kuningnya asal lalu keluar kelas tanpa rasa semangat. Barusaja beberapa langkah ia berjalan menuju ke luar sekolah, seorang cowok menghalangi pandangannya. 

"Zey." Panggilan itu, suara itu, Zayla membencinya. 

Zayla datar sembari ingin melewati cowok yang bahkan ia tak ingin tatap dengan matanya. Akan tetapi, cowok itu tak menyerah, ia memegang tangan Zayla agak kuat. 

"Gue mau ngomong," ungkap Arga tulus. 

Zayla menghempaskan tangannya kasar. "Minggir."

"Zey, maaf. Gue bisa jelasin semuanya." Arga berusaha untuk menghentikan langkah Zayla yang mulai ingin meninggalkannya. 

Zayla tersenyum miring. "Stop panggil gue. Apa kita kenal?" 
Zayla memilih untuk meninggalkan Arga dan bergabung dengan anak-anak lain yang mulai keluar karena bel pulang telah berdentik. 

"Zey, Zeyla! Ayla!" teriak Arga berusaha untuk menyalip segerombolan anak-anak lain yang berdesakan untuk pulang, tetapi Zayla telah hilang, gadis beransel kuning tersebut tidak ada. 

Cewek itu berusaha berlari sekuat tenaga. Entah kenapa Zayla ingin menangis, menumpahkan sesak dadanya kepada Argantara tetapi ia terlanjur kecewa. Jadi yang hanya bisa ia lakukan ialah menghindar. 

Zayla berpikir bahwa memang sejak awal harusnya dia tetap menganggap Arga sebagai cowok gila yang harus dijauhi olehnya. Seharusnya .... 

Argantara benar-benar membuat Zayla frustasi, ia kecewa, pada dirinya sendiri yang tidak mengerti arti dari perasaannya dan pada Arga, pada semuanya. 

"Brengsek lo, Ga," maki Zayla saat sudah berada di gerbang sekolahnya.

***

Cowok itu semakin kalut, perasaannya berkabut seolah ada yang menghantam itu bertubi-tubi. Sejak terakhir kalinya bertemu dengan Zayla kemarin, Arga berubah total.

Ia meringis ketika tiba-tiba saja ada darah yang menetes dan terkena salah satu lembaran buku sekolahnya.

Seketika Arga menutup hidungnya yang tiba-tiba mimisan dan mencoba mencari tisu di dalam tasnya. Setelah mimisan itu mereda, Arga pun keluar kelas karena pikirannya semakin berkecamuk, tanpa pamit kepada guru membuat Aska yang melihat mengernyitkan dahinya.

"Kenapa Arga pucet banget?" Aska bergumam sembari memperhatikan Arga yang mulai hilang dari pandangan.

Kevin yang tengah tertidur pulas pun langsung menyahut Askara. "Siapa yang pucet?"

"Bukan siapa-siapa," jawab Aska cepat mengalihkan pandangannya ke buku tulis.

Sementara Arga, ia berlari hingga menemukan tujuannya, yakni kelas seseorang yang membuatnya takut setengah mati dari tadi. Zayla. Jujur saja, Arga tak pernah sekhawatir ini sebelumnya.

Zayla ada, seketika raut wajah Arga berubah seratus delapan puluh derajat, ia ingin sekali memanggil Zayla, tetapi Arga urungkan dan tetap melihat Zayla yang tengah memperhatikan gurunya dari jauh hingga aktivitas Argantara tersebut membuat Megan sadar.

Ia melirik Arga sebentar dan menghela napas panjang.

"Bodoh," bisik Megan tanpa didengar oleh siapapun.

Saat jam istirahat tiba, anggota inti Gods of Commander memilih untuk duduk berbincang-bincang, seolah menjadi sebuah kebetulan, Arga melihat Zayla bersama Lilia yang tengah berjalan menuju ke arahnya.

Seketika Arga berdiri, "Zey." Arga memanggil Zayla.

Namun, Zayla memilih untuk mengabaikannya, hanya melihat wajah sempurna yang diciptakan oleh Tuhan itu sebentar lalu memilih untuk menatap Lilia hingga mereka berpapasan.

Ravindra yang melihat interaksi antar kedua orang itu ikut bingung. "Bos, lo masih marahan sama princess lo?"

"Lo harusnya lebih gentleman lagi dong, Bos. Kayak gue, mau gue kasih saran nggak? Walaupun gue sering gonta-ganti pacar–"

"LO BISA DIEM NGGAK!"

Bentakan tiba-tiba dari Argantara membuat inti dari geng motor tersebut terkejut, apalagi Askara yang tadi berbicara. Mereka kaget, tentu saja, biasanya ketua mereka adalah orang yang suka bercanda tiba-tiba saja menjadi sentimental.

***

Megan menatap ponselnya sebentar lalu fokus memejamkan mata, membiarkan semilir angin menerpa wajahnya.

Ketika ponselnya berulang kali berbunyi, barulah ia mengangkatnya dengan setengah hati.

"Tolong gue," ucap seseorang di seberang sana.

Megan tetap santai menanggapi orang tersebut sembari memasukkan tangannya ke dalam kantong, ia tentu saja masih ingat pembicaraan terakhirnya yang cowok itu lakukan bersama empu yang sekarang menelponnya.

"Dia datang lagi," lanjut Argantara di seberang telpon.

Megan yang mendengar hal itu pun seketika panik, tanpa sadar ia menjatuhkan kantung plastik belanjaannya dan berlari ketika mendengar Arga mengatakan itu, bahkan, Argantara terlihat seperti terengah-engah.

Dah habis hehehehe super duper maaf ya baru bisa update soalnya sibuk bangettttt jadi maba huhuhuhuuu.

Kemungkinan juga bakal up nya kayak siput lagi guyss, cincaa mianeee.

Gimana? Kita masih bersama arga, yaaaa....😽 09022024

Mimpi Ajaib Argantara (Geng Motor dan Cewek Jutek)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang