Drrrttttt
Ponsel Dea bergetar, ada 20 panggilan tak terjawab dari abangnya yang tak ia angkat sama sekali. Dea sangat membenci perkelahian karena ia punya trauma dengan hal itu.
Sedari siang pulang sekolah Dea belum pulang ke rumah, semua orang yang berada di rumah panik karena Dea belum terlalu tahu soal jalanan di tempat barunya sekarang.
"Kamu jadi abang gimana sih, ko gak tau adeknya kemana. Kan kamu tau adekmu baru disini, kalau terjadi apa-apa gimana?" Ibu bicara terus-menerus karena panik dan sangat cemas dengan putrinya itu
"Ibu ini ngomong apa sih, doain biar Dea pulang jangan ngomong yang enggak-enggak dong Bu" kata ayah yang sedari tadi juga mengkhawatirkan putrinya itu
"Tadi waktu pulang Rido udah cari ke seluruh ruangan tapi Ade gak ada" ujar Rido
Jam menunjukkan pukul 4 sore, diluar cuaca mulai memburuk guntur menggelegar di langit menambah kepanikan semua orang.
Rido duduk disudut sofa diruang tamu sambil menunduk lemah, ia sadar kalau ini terjadi akibat perbuatannya sudah ia telpon berkali-kali namun Dea tak menjawab satu panggilanpun, panggilan telpon dari ayah dan ibunya pun tak ia jawab.Rido tiba-tiba teringat kalau Dea sudah berpacaran dengan Berto anak kelas XII IPS, ia meraih ponsel yang tergeletak dilantai dan menelepon Berto. Panggilan pertama masuk namun Berto tak menjawab, ia mencoba menelepon untuk kedua kalinya namun masih tak diangkat.
Ini membuat Rido mulai menaruh kecurigaan pada Berto, 'beraninya dia, kalau sampai dia lagi sama Dea gue bakalan hancurin tu orang' ia berkata dalam hatinya.
Ia kembali mencoba menelepon Berto,kali ini dia menelepon sambil berjalan ke arah motornya kalau-kalau masih tak diangkat ia akan langsung mencari Berto.
Tak disangka panggilan telpon dijawab dan langkahnya pun terhenti di pintu ruang tamu"Lo bawa kemana Ade gua anj*Ng, jangan pikir kalau gua dan Ade gua lagi berantem trus lu ambil kesempatan" kata-kata meluncur dari mulut Rido begitu saja tanpa perduli kan Berto
"Eh bro apaan sih gue gak sama Dea, gue lagi dirumah. Emangnya Lo sama Dea lagi kenapa sih bro?" Berto balik bertanya
"Oh sorry bro sorry,, gua panik. Dea belum pulang sampai sekarang, Lo tau gak dimana dia mungkin dia ngasih tau lo"
"Tadi sih pulang sekolah gue anterin ke toko buku katanya mau nyari Novel abis itu mau gue tungguin tapi mama gue telpon disuruh jemput dari pasar makanya gue langsung pergi. Abis itu gak tau dia belum ngechat juga" jelas Berto pada Rido
Sementara mereka berbicara ditelepon, diluar hujan deras turun mengguyur kota membuat orang tuanya semakin khawatir.
"Bro kita ketemu disana" ucap Berto lalu mematikan telpon
"Rido kamu tau kan toko buku langganan adekmu?" Tanya ibu
"Iya Bu, Rido kesana sekarang"
Ia kemudian mengambil mantel pink kesukaan Dea lalu ditaru di jok motornya. Ia tak memperdulikan lagi dirinya yang dia pikir hanya Dea.
Rido memang seorang Kaka laki-laki yang sangat penyayang apalagi soal adik perempuannya ia sangat khawatir. Rido adalah sosok cerminan ayahnya, siap mempertaruhkan apapun demi ibu dan adiknya. Semua anak laki-laki seharusnya seperti Rido.
Ketika tiba di toko Berto sudah ada dimana namun yang ia dapati hanya tas Dea di dalam toko. Rido semakin panik kemudian teringat sahabatnya Dea yaitu Siska, Rido buru-buru menelepon Siska
"Halo sis" sapa Rido
"Halo kak ido" jawabnya
"Kamu lagi sama Dea ya?" Tanpa basa-basi Rido langsung bertanya namun karena hujan deras sinyal semakin buruk
"Hal, hallo? Halo? Ka ido?" Suara Siska tak terdengar jelas
"Iya halo sis lagi sama Dea ya?" Rido kembali bertanya
"Halo?" (Tit tit tit) sinyal buruk dan sambungan telepon terputus ini membuat Rido dan Berto panik
"Ke rumah Siska aja bro" ajak Berto
"Iya ayok" jawab Rido dan langsung mereka ke rumah Siska
Dalam tetesan hujan yang lebat seorang wanita kedinginan di tengah hujan namun ia menengada ke langit merasakan tetesan hujan menyentuh lembut wajahnya. Ia tak banyak kata yang terucap air mata mengalir dari ujung matanya namun ditutupi air hujan.
Sambil menengadah ke langit merasakan kenikmatan air hujan ia berkata dalam hatinya;'I like rain, because rain can hide sadness and calm my soul'
Tiba-tiba ia terjatuh dan pingsan pada saat itulah Rido, Berto dan Siska tiba di taman belakang toko buku dan melihat dia sudah tergeletak dibawa hujan. Mereka bertiga lari ke sana Rido memeluk dan mengangkat tubuhnya sambil berlari dibawah hujan Rido mengutuki dirinya sendiri dalam hatinya karena tak bisa menjaga adik perempuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memungut Serpihan Langit
Fiksi RemajaPutih Abu-Abu, warna seragam Sekolah Menengah Atas dan itu seperti warna awan mendung di langit hidupku. Layaknya anak SMA pada umumnya, aku begitu antusias memasuki babak baru dalam hidupku. bagaimana tidak? gerbang SMA favoritku akhirnya menjadi t...