Toko Bi Hana

6 1 0
                                    

Sore hari tiba, suhu kota sudah tidak sepanas siang tadi. Langit biru terang digantikan oleh semburat jingga yang perlahan mulai mendominasi sekitarnya. Jadwal pulang kerja, jalanan penuh sesak oleh kendaraan yang hendak pulang ke rumah masing-masing, melepas lelah.

Namun, di jam segini masih ada juga yang baru memulai pekerjaannya. Termasuk Lie.

Gadis itu sekarang tengah terlelap nyenyak di kursi penumpang taksi. Sementara sopir khusyuk membawa mobilnya menuju tujuan yang diinginkan Lie, mall besar yang terletak tak jauh dari Jalan Samudra.

Lie tak terusik sedikit pun dengan kericuhan jalan raya. Alam bawah sadarnya sedang berada di tempat lain. Tempat yang tenang, teduh, banyak pohon-pohon menjulang tinggi di sekitarnya, dengan sungai kecil yang melintas, mengairi sela-sela ikan yang berenang bebas, membawa pergi dedaunan yang jatuh.

Di sungai itu, ia duduk dengan seseorang.

"Kak."

"Hm?" Lie menjawab tanpa menoleh, kedua matanya sibuk menatap pemandangan senja di atas sana, menikmati sore hari yang berbeda.

"Kak, mau kabur enggak?"

Lie membuka matanya cepat, menoleh pada sopir di depan.

"Mbak?" tanya sopir.

"Iya, Pak? Ah, udah sampai ya. Maaf saya ketiduran."

"Gapapa, Mbak. Itu yang berdiri di luar kenalan mbak ya? Dari tadi berdiri terus, kayaknya nungguin Mbak keluar."

Lie menoleh ke arah yang ditunjuk sopir. Ia sudah menduga-duga, dan ternyata benar.

Alan sedang menunggunya di sana.

"Pacar, Mbak. Ya?"

Lie menggeleng, berusaha menarik senyum ramah meskipun debar takut mulai mengganggunya.

"Ah, iya juga ya. Kalau pacar harusnya yang nganterin bukan saya." Pak sopir tertawa renyah.

Satu menit, Lie akhirnya turun dari taksi usai membayar si pak sopir.

Langkahnya sedikit terhuyung saat keluar. Lie mengeluh, bangun tiba-tiba bikin kepalanya pusing. Gadis itu perlahan menyesuaikan diri dengan kondisi kota yang berisik.

"Lama."

Lie mendelik demi mendengar komentar dari sosok berwajah datar itu, baru juga sampai cowok itu malah memancing emosinya.

"Jadi, kita mau ngapain di sini?" tanya gadis itu tanpa menatap lawan bicara. Malas berdebat hal yang tidak penting.

"Bukan kita, tapi lo."

Namun yang satu ini, Lie tidak bisa menahan diri. Gadis itu mendongak.

"Gue?"

"Mana dompet lo?"

Lie melotot, teringat perintah cowok itu kemarin. Tatapannya menaruh curiga.

"Buat apa? Lo nggak malingin gue kan?"

"Anak sultan ngapain maling." Alan menjawab datar, kemudian matanya teralihkan pada wajah Lie yang menggembung merah, wanita itu memalingkan wajahnya. Antara kesal atau malu, Alan hanya memutar bola matanya malas.

Kalah debat mulu sih lo. Remeh Alan dalam hati. Meskipun wajahnya terkesan datar dan dingin, ia sebenarnya tengah menahan senyum. Lie sangat lucu kalau kehabisan kata-kata.

"Nih." Pada akhirnya, gadis itu mengaku kalah. Langsung memberikan apa yang di minta Alan.

Alan menerima dompet Lie. Lantas membukanya, mengambil KTP, SIM, ATM sekaligus seluruh uang milik Lie di dalamnya. Lie hanya melongo saja menyaksikan semua itu, darahnya langsung naik ke ubun-ubun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Save Me AuthorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang