Part 4 : Aku yang Salah

14 0 0
                                        

Dipenghujung sore, lagi-lagi Fidia masih tetap bertanya. Kapan Fidia menjadi tokoh utama? Atau memang dia hanya cocok jadi figuran?

*****

Bunyi jam yang memekakkan telinga membuat Fidia terbangun. Sebenarnya, sejak hari Raihan memperjelas hubungan antara mereka berdua membuat Fidia selalu bermalas-malasan.

Fidia tau bahwa hal ini akan berdampak buruk bagi kehidupannya.

Oleh karena itu, pagi ini Fidia sudah bertekad untuk memperbaiki kualitas kehidupannya sama seperti sebelum kejadian buruk itu terjadi.

Sebelum rencananya terwujud, terdengar suara telephone dari orang yang ingin ia hindari. Nama Raihan tertera pada layar ponselnya. Fidia mendengus kesal sebelum mengangkatnya.

"Kenapa?"

Sebelum Raihan mengucap salam, Fidia langsung memotongnya dengan harapan agar perbincangan dapat segera diakhiri.

"Wey, sabar dong bro. Nanti berangkatnya bareng gue aja ya, bilang ke yang lain juga."

"Eh gak usah, gue ada rencana mau beli sesuatu dulu."ujar Fidia

"Yah, yaudah deh nanti gue bilang ke Naila aja. Hati-hati ya,"ujar Raihan.

Fidia hanya membalas ucapan Raihan dengan gumaman. Setelah mematikan ponselnya, Fidia menggeram dengan kesal.

Sial, ia pikir Raihan hanya beralibi menjemput teman-temannya agar Raihan bisa bertemu dengannya tetapi ternyata dugaannya salah.

Raihan memang berniat menjemput mereka semua untuk datang bersama.

Hal ini sebenarnya sudah pernah terjadi beberapa kali, namun alam bawah sadar Fidia seakan enggan menerima kenyataan tersebut.

Lagi dan lagi, Fidia hanya memanjakan angan-angannya.

Malas membuat hari-harinya semakin memburuk, Fidia langsung membersihkan dirinya untuk bersiap ke kampus. Selepas membersihkan diri, Fidia keluar dari kamar kosnya untuk mengenakan sepatu.

Ia bergegas untuk pergi ke kampus sebelum Raihan datang menjemput teman-temannya yang lain agar ia tak terlihat menyedihkan.

Fidia menolak jemputan Raihan bukan karena ia masih sakit hati dengan Raihan, tetapi ia cukup paham bahwa mereka berdua masih menjadi gosip hangat di kampusnya.

Apabila ia datang dengan Raihan maka sama saja seperti menambahkan minyak di atas api yang berkobar.

Fidia menghela nafas lelah, beberapa hari terakhir ini cukup melelahkan untuknya. Fidia merasa semakin yakin untuk kembali seperti Fidia yang dulu.

Minggu depan adalah ujian pertama dalam modul ini, apabila Fidia tidak segera memperbaiki kualitas hidupnya maka ia cukup yakin bahwa kehidupan pembelajarannya akan ikut memburuk.

Fidia segera membersihkan dirinya sebelum berangkat menuju kampus. Setelah rapi, ia mengunci kamar kosnya.

Naas, di luar kamar kos sudah ada mobil Raihan yang siap menjemput teman-temannya. Di perjalanan melewati gerbang kos, Fidia harus bertemu dengan teman-temannya terlebih dahulu.

Untungnya Fidia tak harus melihat wajah Raihan karena ia menunggu di dalam mobil.

Sejujurnya dibanding malu bertemu, Fidia takut tak bisa menahan diri untuk memukul wajah menyebalkan Raihan.

"Hai Fid, ayo bareng aja biar sekalian. Kebetulan kita juga udah mau berangkat,"ujar Caca.

"Yah, maaf banget. Gue ada rencana beli jajanan dulu, jadi lo semua duluan aja,"ujar Fidia.

KiklokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang