P R O L O G

6 1 0
                                    

12 February 2023

Hujan baru saja reda dari buliran derasnya digantikan oleh rintik kecil gerimis, menerpa kota yang bernamakan 'Yogyakarta'. Membasahi tanah bumi, menumpahkan tangisnya.

"Huh...."

Helaan nafas kembali terdengar dalam rungu telinga, gadis itu menoleh pada seorang lelaki-penghela nafas- yang berada tak jauh darinya. Matanya mengerjap pelan. Perasaan iba itu kembali merayap dalam ruang dadanya, rasa ingin menghampiri mulai merambat, tapi rasa gengsi lebih mendominasi sekarang. Membuat dia bimbang akan pilihan, dan berakhir memilih membiarkan.

Semakin di biarkan, semakin tidak tenang. Di hampiri nya, lelaki tadi dengan perlahan. Sangat kentara sekali jika ia sedang kedinginan, terlihat dari wajahnya yang mulai memucat dan juga tangan yang saling menggosok satu sama lain-menghangatkan. Tapi dia juga ragu, memilih berhenti sebelum melangkah semakin jauh.

"Kok makin dingin, sih?"

Suara berat yang bergumam pelan itu terdengar jelas di antara rintik hujan yang samar.

Di lihatnya smartwatch putih yang melingkar di tangan kiri yang putih nan lentik itu. Masih jam setengah dua sore, abangnya menjemput sekitar kurang lebih setengah jam lagi. Masih lama.

Teringat akan jaket hitam-milik abangnya-yang di pinjamkan padanya. Pemikirannya kembali membuat pilihan.

Apakah harus dia meminjamkan jaket itu pada lelaki yang terlihat sedang kedinginan ini? Atau biarkan saja hingga dia mati kedinginan disini?

'ah bodoamat, daripada dia mati kedinginan disini' batin nya bergejolak.

Langkah mungil itu dengan perlahan maju kedepan, tanpa ragu. Senyum tipis juga ikut serta di dalamnya-bermaksud ingin membuat lelaki tadi nyaman dan tidak merasa terganggu akan kehadiran dirinya.

"Nih."

Jaket hitam itu terulur dihadapannya, menimbulkan jejak kebingungan di lingkup keduanya. Kerutan di dahi tak juga di samarkan dan malah semakin terlihat sangat jelas. Kepala Aria-lelaki tadi-tertunduk menatap jaket hitam yang di ulurkan terangkat, menatap aneh gadis di hadapannya.

"Gak mau di ambil?" celetuk Azure. Ada jeda sebentar, sebelum kembali mengeluarkan suaranya. "Kelihatannya, lo kedinginan dari tadi?"

Kepala Aria mengangguk, setelah mendapat jawaban atas kebingungannya. "Oh, makasih ya-"

"Azure, panggil Azure." Potongnya, saat mengerti maksud dari ucapan Aria yang terhenti.

Sekali lagi, mengangguk. "Makasih ya, Azu...re?"

Dan kali ini Azure yang mengangguk, menanggapi ucapan Aria. Bermenit-menit terlalui, kecanggungan melanda keduanya. Tak ada yang terucap setelah kalimat ucapan 'terimakasih' tadi.

Tanpa sadar, jam sudah menunjukkan tepat pada pukul dua lewat satu menit. Zale-abang Azure-sudah datang menjemput. Membuat Azure, mau tidak mau berpamitan pada Aria.

"Duluan, ya?"

Sebenarnya, ada rasa canggung yang begitu besar juga luas dalam diri Azure, tapi dia berusaha menepisnya kali ini. Setelah mendapat balas dari Aria, motor Yamaha Nmax berwarna navy menjauh dari kawasan halte itu.

Dan, Aria baru mengingatnya, jaket Azure tertinggal padanya. Bagaimana cara dia mengembalikannya? Astaga, mengapa dia bisa lupa diri seperti ini?

Aria tersenyum tipis, ini kah yang telah direncanakan oleh Tuhan akan dirinya dan gadis penolong tadi?

"Semoga kita kembali bertemu, seperti yang telah tertulis di garis takdir, Azure."

Ini awal.

Awal rasa kagum Aria pada Azure.

Juga, awal kisah Aria dengan perasaan yang belum tentu terbalaskan di kedepannya.

***

Note: sebenarnya, ini ceritanya udah pernah aku publish, tapi aku unpub, karena bingung mau lanjutin nya gimana? Jadinya aku tulis ulang.

Vote and comment kalo mau lanjut, see ya.

1543: I still Love youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang