Chapter 1: Berubah Memperbaiki Diri

61 8 7
                                    

Elaine meregangkan tubuh, menutup buku diary nya lalu menyimpan buku itu ke dalam laci meja belajar. Malam semakin larut dan menurut nya semakin larut malam akan semakin menenangkan suasana nya.

Elaine menopang dagu dengan kedua tangan, menatap jendela besar yang letaknya tepat di depan meja belajarnya. Menikmati semilir angin tengah malam yang menerpa wajahnya.

"Kali ini gagal lagi, ya." Gumamnya menahan kantuk. "Apa aku menyerah saja? Tapi jika aku menyerah, artinya aku mengaku kalah?"

Elaine meraih sebuah buku berisi kutipan kata-kata motivasi yang di pinjam olehnya tiga minggu lalu.

"Menyerah bukan selalu berarti kalah. Menyerah untuk kebaikan diri adalah salah satu bentuk kemenangan."

Itu yang tertulis di buku. Elaine mengusap kalimat itu, meresapi artinya. "Memang ada kalanya harus menyerah jika di rasa tidak mampu, bukan?"

"Mungkin besok aku harus coba lagi. Untuk terakhir kalinya. "

Keesokan harinya gadis itu benar-benar melakukannya lagi. Ketika dia melihat segerombolan orang yang terdiri dari empat lekaki dan satu gadis cantik ditengah, Elaine berlari kecil untuk menghampiri mereka dan menyapa dengan ramah.

"Selamat pagi Eric! Bagaimana tidur mu tadi malam?" Dengan pipi bersemu, Elaine kini bersisian dengan lelaki berambut pirang pasir itu, Eric.

Seperti sebelum-sebelumnya, Eric bahkan tidak melirik nya sama sekali dan hanya terfokus pada gadis mungil di sebelahnya, Sizey.

Elaine tidak menyerah, dia bahkan menyapa tiga orang lain, "selamat pagi juga Azriel, Vincent, Roy."

Sama seperti Eric, bahkan ketiga lekaki itu juga tidak peduli, seakan-akan kehadirannya tidak pernah ada.

Hati Elaine sedikit berdenyut, namun senyum cerah masih terpatri di wajahnya. "Kalian mau kemana? Apa aku boleh ikut?" Masih mencoba untuk tidak menyerah.

Eric menghentikan langkah nya hanya untuk mengatakan kalimat dingin yang kasar, "pergilah pengganggu. Jangan merusak hari cerah ini." Ketusnya.

"Tapi aku hanya ingin bergabung! Aku tidak akan mengganggu kok, izinkan aku ya." Elaine memberikan wajah memelas, namun tidak berdampak apapun. Dia justru terlihat sangat menyedihkan, seperti kucing yang haus perhatian.

Elaine tidak mau menyerah, dia memasang senyuman cerah dan berniat meraih tangan Azriel yang kebetulan berdiri dekat dengannya, namun baru saja menyentuh tangannya langsung di tepis oleh lelaki itu. Azriel memasang wajah jijik ke arahnya, "jangan pernah berani menyentuh ku." Ujarnya dingin.

"Tapi kenapa? Sizey bisa menyentuh kalian lalu kenapa aku tidak? Apa bedanya aku dengan dia?!" Elaine tidak terima.

Roy menatap Elaine geli, "tentu saja berbeda. Sizey adalah gadis baik hati dan suci, tidak seperti mu. Kau terlihat sangat menyedihkan, mendambakan perhatian banyak lelaki, benar-benar murah."

Deg...

Elaine menggigit bibir. "Kalau Sizey suci, dia tidak akan menempel pada tunangan ku seperti hama."

Orang-orang yang berada di sana terdiam, terlebih pagi Sizey yang langsung berubah pucat. Cengkraman nya pada lengan Eric mengerat.

Eric terlihat memerah menahan amarah, "bisakah kau tidak mengacaukan apapun? Sizey terluka mendengar perkataan mu!"

"Lalu apakah kau memikirkan perasaan ku? Selama ini aku menyukaimu, aku tunangan mu! Hubungan kita resmi! Tapi kau justru bergandengan dengan perempuan lain di tempat terbuka, tanpa repot sembunyi-sembunyi!"

"Itu hal yang berbeda."

Elaine berusaha meraih Sizey, namun dengan cepat Azriel berdiri di antara mereka dan melindungi gadis itu tepat waktu. Sebaliknya dia mencengkram pergelangan tangan Elaine dengan erat hingga gadis itu meringis menahan sakit.

The Holy GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang