9 🌻

24 8 6
                                    

Pagi hari yang cerah dengan tugas sekolah yang menggunung, Linn dan Ralu tengah berjalan memasuki kelas mereka. Suara langkah kaki mereka terdengar jelas karena sekolah lumayan sepi, udara dingin membuat Linn menggosokkan kedua tangannya.

Suatu hal baru tapi tidak terlalu baru pada Linn, dia dikagetkan dengan satu tangkai bunga mawar yang sudah berada diatas mejanya. Ralu menatap Linn dengan penasaran.

"Linn, kamu punya pacar?" ucap Ralu dengan cepat setelah melihat bunga itu.

"Nggak! Kayaknya aku tau siapa yang ngasih," jawab Linn, bukankah ini membingungkan.

Linn mencoba memastikan apakah seorang yang menaruh bunga itu tidak salah meja, dia bisa melihat sebuah catatan yang menjadi bukti bahwa bunga itu memang untuknya.

Linn bisa menebak siapa yang memberinya bunga, tapi bukankah dari dulu ini adalah sebuah kesalah pahaman. Bisa saja selama ini Linn selalu mendengar kebohongan dari temannya dulu.

"Siapa?"

"Nanti juga tau." Linn menaruh tas miliknya dan duduk dikursinya.

Dia mengambil bunga mawar itu dan melihat kearah sebuah catatan kecil di tangkai bunga mawar itu. Linn tersenyum saat membaca catatan itu, tebakannya selama ini benar.

Aku ulangi, kegiatan yang selalu kulakuin dulu. Untukmu Linn.

Setelah jam istirahat tanpa gangguan apapun, Linn dan Ralu menunggu guru sejarah memasuki kelas mereka. Hanya tersisa dua puluh menit untuk pelajaran guru tersebut.

Para murid memilih untuk sibuk bermain, berkumpul untuk membicarakan sesuatu, menyendiri dan lainnya. Begitu juga dengan Linn dan Ralu yang sibuk berbicara bersama tentang topik apapun yang muncul. Para murid akan mengira sekarang adalah jam kosong, hingga sebuah kejutan besar muncul.

"Anak-anak, kita ulangan dadakan," ucap seorang guru yang tak lain adalah Pak Seo, guru sejarah mereka yang dengan santai masuk ke dalam kelas, dimana jam pelajarannya hampir habis.

Bagaikan petir di siang hari yang cerah, kelas yang tadinya ramai berubah menjadi sepi. Benar benar sepi seolah semua murid tidak ada di dalam kelasnya.

'Mana bisa gitu dong pak!'

'Yang bener aja?'

'Pak belum belajar!'

'Sisa dua puluh menit doang pak!'

Banyak sekali protes protes para murid yang di dengar oleh Seo. Dia tidak peduli dengan ucapan ucapan para siswa dan mulai membagikan lembaran soal yang berisi sepuluh soal.

"Ini langsung nyerah bisa gak?" Linn rasanya ingin memutar waktu untuk belajar sebentar. Ditambah lagi saat jam pertemuan terakhir Linn tidak mendengarkan materi yang dijelaskan oleh Seo.

"Usaha dulu," jawab Ralu dengan mudah, Ralu tidak terlalu panik karena materi sejarah yang dijelaskan termasuk materi yang disukai Ralu, jadi Ralu paham dengan mudah.

Jika boleh curang, Linn akan menggukanan kekuatannya untuk mendapatkan nilai bagus, namun sayangnya Linn tidak berani melakukan hal tersebut. Bayangkan saja ada orang yang berusaha belajar dengan giat, Linn malah menggunakan kekuatannya demi nilai yang bagus. Bukankah terlihat tidak adil?

Sekarang Linn menatap kertas berisi soal itu dan mulai mengerjakan dengan malas. Berbeda dengan Linn, Ralu mengerjakan soal dengan secepat mungkin.

Dentingan jam setiap detik seolah terdengar semakin cepat, para murid mencoba fokus pada kertas ulangan harian mereka masing-masing.

Linn menggigit bibir bagian bawahnya, dia bingung mencari jawaban soal-soal itu. Hanya tersisa sembilan menit, sedangkan Linn baru saja menjawab enam soal.

7. Siapa penyihir menara yang terkenal pada masa kejayaan Kerajaan Krystallo?

Bagus, Linn bisa mengingat sedikit siapa nama orang itu. Linn merasa beruntung karena sempat membaca sedikit sejarah saat ia bosan tadi.

Linn menuliskan sebuah jawaban pada kertasnya, Seph Merriell. Linn merasa tidak asing dengan nama itu.

Tersisa tiga soal lagi dan Linn tidak menemukan jawabannya. Linn memilih menyerah dan menjawab dengan jawaban seadanya. Linn juga tidak bisa menyontek jawaban Ralu karena Seo selalu berjalan mengelilingi kelas untuk menjaga agar muridnya tidak menyontek atau berbuat curang.

Selesai, Linn selesai menjawab soal soal itu walau jawabannya ada yang sedikit nyeleneh dari soal. Bel berbunyi, tanda pergantian jam pelajaran.

Para murid mulai maju satu persatu untuk menaruh lembaran soal dan jawaban mereka. Begitu juga dengan Linn dan Ralu.

"Jika ada yang nilainya di bawah KKM, remedi. Tugasnya merangkum bab dua pada buku paket." Seo keluar dari kelas begitu saja, sambil membawa kertas-kertas jawaban ujian itu.

'Bapak gak asik ah!'

'Mana bisa gitu dong pak!'

Para murid yang baru saja merasa senang kembali murung setelah mendengar ucapan Seo itu. Beberapa murid terlihat melontarkan protes, tapi sayangnya tak akan didengarkan oleh Seo. Linn yang melihat bab dua memiliki banyak sekali catatan penting, hanya bisa pasrah dan berharap mendapatkan nilai bagus.

Linn hanya bisa menghela nafas pasrah, Linn benar-benar ingin curang dan menggunakan kekuatannya, setidaknya Linn orang yang tidak tegaan, Linn kasihan pada murid lain.

"Kamu nggak gunain kekuatanmu buat ulangan harian ini kan?" tanya Ralu dengan tatapan menyelidiki.

"Kalau boleh aku bakal gunain sih, tapi aku gak setega itu," jawab Linn.

Ralu menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Kalau aku jadi kamu, aku bakal curang, ngapain peduliin orang lain."

"Itu sih namanya egois." Linn tampak tak setuju dengan dengan ucapan Ralu.

"Emangnya mereka bakal peduli sama tindakanmu?" Bagaikan pisau yang menusuk jantung Linn, ucapan Ralu terlalu menusuk.

Linn terdiam, ucapan Ralu benar, Linn adalah sosok pendiam dan penakut. Linn tidak akan mencolok dan tidak akan dipedulikan oleh orang lain. Siapa juga orang yang tertarik dengan Linn, perempuan pendiam yang takut untuk mencoba hal baru.

Di sebuah tempat sepi, di mana tempat para manusia dimakamkan, seorang lelaki tengah menatap dengan tatapan kosong ke sebuah batu nisan yang berada di depannya.

"Manusia adalah makhluk egois, kabar buruknya aku juga manusia," ucap lelaki itu lalu berdiri dan melangkah pergi dari sana.

Langit yang mendung dengan cuaca yang kurang pas, membuat suasana terasa dingin. Angin berhembus lumayan kencang.

Seorang gadis yang tak lain adalah Linn, menatap kepergian seorang lelaki itu.

"Kak Zev?" gumam Linn dengan pelan yang tak didengar oleh orang lain selain dirinya.

Linn memilih untuk menghiraukan lelaki itu dan kembali fokus pada kegiatan awalnya. Linn menekuk lutut kakinya di samping sebuah makam, ditemani dengan sang ayah.

"Aku rindu ibu."

『 Informasi gak penting

- Pak Seo bukan guru pemarah, namun guru yang memiliki sifat tidak peduli dan pendiam
-Saat Linn menginjak kelas 7, dia hanya memiliki 1 teman dekat.』

Suka dengan ceritanya? Vote cerita ini!

Vote♡

EDELSTENEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang