CHAPTER 1

7 0 0
                                    

Pria tersebut hanya menerima bunganya saja. Ia sama sekali tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh sang gadis. Pria itu tanpa basa basi langsung turun dari roof top. Sementara sang gadis yang memang sudah hafal dengan karakter pria itu, sama sekali tak masalah jika orang tersebut tak menggubrisnya.

"Jika orang-orang yang membenciku menghilang dari dunia, sepertinya hidupku akan baik-baik saja," ucap Nana yang kini telah duduk.

Sebuah notif yang sudah ia beda sendirikan kini berbunyi. Nana lantas bergegas mengambil handphone di sakunya. Namun antuasias itu hilang seketika. Wajahnya berubah menjadi cemberut begitu membaca isi pesannya.

Maaf, anda tidak lulus

Gadis itu menggerutu, "haish, padahal aku sudah merevisinya berkali-kali. Kenapa karyaku masih belum bisa di terima?"

Api seakan berkobar dalam dirinya. Gadis itu kini diliputi amarah. Bagaimana tidak, sudah seringkali ia gagal dalam tahap pertama. Nana sontak berdiri dan menelfon seseorang. "Apa lagi yang salah dengan cerita ku. Aku bahkan sudah membuatnya semenarik mungkin. Aku sudah mengubah ide cerita. Aku juga sudah mengganti beberapa dialog yang memang menurutmu kurang pantas. Setelah aku lakukan itu semua, karyaku belum bisa diterima?"

Sama sekali tak ada respon. Sang gadis seakan berbicara sendiri dalam sambungan telepon tersebut. Karena kesal, gadis itu langsung mematikan teleponnya, "bisa-bisanya dia tidak merespon ku"

                           🌻🌻🌻

Pria itu baru saja sampai di rumahnya. Ia memandangi seluruh ruangan di rumah tersebut. Sontak kenangan mulai terlukis lagi di pikirannya, "apakah tempat ini akan selamanya terlihat sepi?"

Gadis kecil berlari ke arah pria itu. Sembari membentangkan tangan, gadis itu juga memanggil nama kakaknya, "kak Nanda"

"Hei, apakah gadis kecilku ini sudah makan?" Tanya Nanda pada adiknya.

Myhta merengek pada kakak tersayangnya itu. Bahkan ia tak mau melepaskan pelukannya, "aku akan melepas pelukannya, kalau kakak memberikan aku sesuatu."

"Baiklah, aku ada sesuatu untukmu," ucap Nanda tertawa kecil. Pria itu mengambil bunga matahari yang berada di saku Hoodie hitamnya.

Bunga matahari yang tidak terlihat layu sama sekali. Myhta tak henti-hentinya memandangi bunga tersebut. Sontak gadis itu tiba-tiba menggaruk kepalanya, "apa tidak ada hal lain yang kakak berikan padaku, selain bunga ini?"

"Tidak ada," jawab Nanda yang kini bergegas menuju kamarnya.

Begitu membuka pintu kamarnya, Nanda sejenak memandangi ruangan tersebut. Pria itu membanting dirinya di kasur. Energi nya kini telah habis, setelah selesai berinteraksi dengan orang-orang di luar sana.

Nanda memandangi sebuah laptop yang terletak di mejanya. Ia membuka alat elektronik tersebut. Benar saja, sebuah tweet tanpa nama pemilik sudah mengunggah sesuatu, banyak sekali kata-kata yang sangat relate dengan hidupnya.

Apakah hidup kita akan terus monoton seperti ini? Tidak adakah hal yang bisa membuat kita tersenyum lepas?

"Dia ada benarnya juga. Lalu, jika kita tidak mempunyai hal spesial di hidup kami---- apakah kami juga berhak dihargai? Layaknya orang lain di hargai juga," batin Nanda.

                          🌻🌻🌻

Brak... Nana menjatuhkan jam beker yang berada tepat di sampingnya. Gadis itu terkejut begitu mengetahui bahwa dia kesiangan.

"Haish, bagaimana aku bisa kesiangan"

Hal yang sama, terulang lagi setiap harinya. Bangun, kerja, pulang, lalu tidur lagi. Seringkali gadis itu berfikir. Apakah hidupnya akan terus berjalan seperti ini. Tidakkah ada hal lain yang bisa aku lakukan, selain melakukan semua ini.

Nana terdiam cukup lama di depan lokernya. Alih-alih beristirahat serta makan siang dengan yang lain, gadis itu memilih untuk menyendiri.

Kedua tangannya mulai gemetaran. Hal itu selalu terjadi ketika ia merasa takut. Ia takut akan melakukan kesalahan. Ia sendiri juga takut untuk bergabung dengan yang lain "kenapa aku selalu seperti ini"

                            🌻🌻🌻

Sebuah truk bermuatan pasir kini telah di berangkatkan. Baru saja hendak berisitirahat, salah satu pegawai menghampiri Nanda, "ada hal yang ingin aku bicarakan?"

Nanda mempersilahkan rekan kerjanya itu untuk duduk "baiklah, apa yang hendak ingin kau katakan?"

Sebuah map berisi berkas-berkas itu di taruh di meja. Nanda cukup penasaran dengan isi map itu. Detik itu juga ia membuka map tersebut. Terdapat beberapa berkas dengan berbagai informasi data. Ia terkejut begitu mengetahui ada hal yang mengganjal, "apa ini?"

"Ada salah satu klien yang mengajukan komplain. Klien itu mengatakan bahwa ada beberapa barang yang kurang"

Nanda menatap ke arah luat jendela. Terlihat beberapa barang yang sudah dikirim itu di kembalikan lagi "mereka mengembalikan semua barangnya?"

"Iya benar"

Berkas itu sudah berkali-kali Nanda periksa. Sama sekali tidak ada yang salah dengan berkas tersebut. Data dan jumlah batang yang di kirim pun sama "apa bukan pak Rodi sendiri yang menerimanya?"

"Dari berita yang aku dengar, pak Rudi memilih untuk pensiun. Kini putranya yang menggantikannya"

"Pantas saja. Aku akan menemui klien itu secara langsung," Nanda beranjak dari duduknya. Ia pergi mengendarai mobil yang mengangkut barang-barang tersebut.

Sesuai dengan apa yang rekan kerjanya jelaskan tadi. Pak Rodi benar-benar sudah pensiun. Bahkan ia tidak berkunjung ke tempat pembangunan sama sekali, "kau putra dari pak Rodi bukan."

"Benar," pria itu menatap ke arah mobil yang Nanda kendarai tadi. "Kenapa kau membawa barang-barang itu lagi kesini. Bukankah aku sudah menolaknya"

"Barang-barang yang aku bawa itu, susah berdasarkan pemesanan pak Rodi beberapa Minggu lalu. Yang dimana pemesan tersebut tidak bisa dibatalkan secara sepihak"

"Tapi kini aku yang memimpin. Jadi semua itu tidak dibutuhkan lagi. Ah iya benar juga, sekarang juga aku memutuskan kontrak kerja dengan perusahaan mu. Aku sudah mempunyai tempat pembelian yang lain."

"Baiklah, jika begitu tolong bayar barang-barang itu sekarang juga," desak Nanda.

Rupanya hal yang Nanda lakukan semakin membuat pria itu naik darah. Bahkan keduanya tangannya kini sudah mengepal. Dimana kedua tangan itu siap menghajar seseorang di depannya. "Kenapa kau sangat bebal? Padahal aku sudah menolaknya."

"Karena pemesanan dilakukan oleh pak Rodi, jadi pak Rodi sendirilah yang harus membatalkannya. Aku izin menghubunginya sebentar---"

"Tunggu--- baiklah, aku akan menerimanya"

"Aku juga sudah membawakan barang-barang yang kau inginkan. Jadi kau harus membayarnya lebih. Aku akan membuatkan nota yang baru."

                           🌻🌻🌻

Melihat orang-orang lain yang begitu bahagia. Saling melontarkan tawa satu sama lain. Membuat Nana percaya, bahwa dunia memang baik-baik saja. Namun, hanya dirinya yang menganggapnya bahwa dunia sedang tidak baik-baik saja.

"Bahagia sekali mereka? Kira-kira apa saja fase yang sudah mereka lalui, sebelum mereka sampai di titik ini?"

OsteriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang