CHAPTER 3

3 0 0
                                    

Pria tersebut hanya menerima bunganya saja. Ia sama sekali tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh sang gadis. Pria itu tanpa basa basi langsung turun dari roof top. Sementara sang gadis yang memang sudah hafal dengan karakter pria itu, sama sekali tak masalah jika orang tersebut tak menggubrisnya.

"Jika orang-orang yang membenciku menghilang dari dunia, sepertinya hidupku akan baik-baik saja," ucap Nana yang kini telah duduk.

Sebuah notif yang sudah ia beda sendirikan kini berbunyi. Nana kantas bergegas mengambil handphone di sakunya. Namun antuasias itu hilang seketika. Wajahnya berubah menjadi cemberut begitu membaca isi pesannya.

Maaf, anda tidak lulus

Gadis itu menggerutu, "haish, padahal aku sudah merevisinya berkali-kali. Kenapa karyaku masih belum bisa di terima?"

Api seakan berkobar dalam dirinya. Gadis itu kini diliputi amarah. Bagaimana tidak, sudah seringkali ia gagal dalam tahap pertama. Nana sontak berdiri dan menelfon seseorang. "Apa lagi yang salah dengan cerita ku. Aku bahkan sudah membuatnya semenarik mungkin. Aku sudah mengubah ide cerita. Aku juga sudah mengganti beberapa dialog yang memang menurutmu kurang pantas. Setelah aku lakukan itu semua, karyaku belum bisa diterima?"

Sama sekali tak ada respon. Sang gadis seakan berbicara sendiri dalam sambungan telepon tersebut. Karena kesal, gadis itu langsung mematikan teleponnya, "bisa-bisanya dia tidak merespon ku"

                                   🌻🌻🌻

Pria itu baru saja sampai di rumahnya. Ia memandangi seluruh ruangan di rumah tersebut. Sontak kenangan mulai terlukis lagi di pikirannya, "apakah tempat ini akan selamanya terlihat sepi?"

Gadis kecil berlari ke arah pria itu. Sembari membentangkan tangan, gadis itu juga memanggil nama kakaknya, "kak Nanda"

"Hei, apakah gadis kecilku ini sudah makan?" Tanya Nanda pada adiknya.

Myhta merengek pada kakak tersayangnya itu. Bahkan ia tak mau melepaskan pelukannya, "aku akan melepas pelukannya, kalau kakak memberikan aku sesuatu."

"Baiklah, aku ada sesuatu untukmu," ucap Nanda tertawa kecil. Pria itu mengambil bunga matahari yang berada di saku Hoodie hitamnya.

Bunga matahari yang tidak terlihat layu sama sekali. Myhta tak henti-hentinya memandangi bunga tersebut. Sontak gadis itu tiba-tiba menggaruk kepalanya, "apa tidak ada hal lain yang kakak berikan padaku, selain bunga ini?"

"Tidak ada," jawab Nanda yang kini bergegas menuju kamarnya.

Begitu membuka pintu kamarnya, Nanda sejenak memandangi ruangan tersebut. Pria itu membanting dirinya di kasur. Energi nya kini telah habis, setelah selesai berinteraksi dengan orang-orang di luar sana.

Nanda memandangi sebuah laptop yang terletak di mejanya. Ia membuka alat elektronik tersebut. Benar saja, sebuah tweet tanpa nama pemilik sudah mengunggah sesuatu, banyak sekali kata-kata yang sangat relate dengan hidupnya.

Apakah hidup kita akan terus monoton seperti ini? Tidak adakah hal yang bisa membuat kita tersenyum lepas?

"Dia ada benarnya juga. Lalu, jika kita tidak mempunyai hal spesial di hidup kami---- apakah kami juga berhak dihargai? Layaknya orang lain di hargai juga," batin Nanda.

                                    🌻🌻🌻

Brak... Nana menjatuhkan jam beker yang berada tepat di sampingnya. Gadis itu terkejut begitu mengetahui bahwa dia kesiangan, "tidak, seharusnya aku tidak begadang semalam."

Gadis itu langsung beranjak dari kasurnya. Membersihkan diri, mempercantik wajah, lalu bergegas pergi. Manusia itu bak di terpa badai berturut-turut. Sudah kesiangan, kali ini ia juga hampir terlambat menaikki trans terakhir yang beroperasi pagi itu. Untung saja ada satpam baik yang bersedia menolongnya "fyuh, aku hampir terkena masalah besar,"  batin Nana.

OsteriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang