Halilintar seharusnya tau ada yang salah. Pagi itu dia bangun tanpa mendengar suara cekikikan Taufan dan Blaze. Biasanya kedua makhluk itu sudah mulai membuat kejahilan entah apa dan yang paling sering menjadi korban adalah Halilintar. Namun pagi ini jauh lebih tenang dibanding biasanya. Halilintar pikir itu karena dirinya yang bangun lebih lambat dibanding saudara-saudaranya yang lain dan mereka telah pergi meninggalkannya. Pikirnya, kedua adiknya itu memilih untuk tidak mengerjainya hari ini.
Tunggu, seharusnya itu malah mebuat dirinya menjadi sasaran empuk kedua adiknya. Seharusnya saat itu Halilintar sadar ada yang tak beres tetapi dia malah memilih mengabaikannya. Bersiap untuk bergegas pergi tanpa memikirkan banyak hal.
Saat dia pulang sore hari itu, keadaan rumah riuh seperti biasa. Blaze dan Duri berlarian sambil dikejar oleh Solar yang marah, Gempa yang menyiapkan makan malam, Ice yang bermalasan di depan TV sambil memeluk boneka pausnya, dan Taufan yang entah sedang melakukan apa dan dimana. Terkadang Halilintar bertanya-tanya bagaimana bisa seisi rumah ini memiliki orang-orang dengan kepribadian yang berbeda-beda. Juga, bagaimana bisa dia tetap mempertahankan kewarasannya dikeliling orang-orang gila ini-kecuali Gempa karena Tuhan tau dia adiknya yang paling waras.
"Eh, Kak Hali sudah pulang." Gempa menyapa saat melihat Halilintar berjalan ke dapur.
"Iya. Taufan mana? Kok nggak kelihatan?"
"Lah? Kak Taufan belum pulang? Tadi pagi pamitnya bakal cepat pulang lho."
"Hah?"
"Iya, 'kan pagi tadi Kak Taufan pergi lebih awal. Katanya masuk pagi. Pas aku tanya pulangnya jam berapa, Kak Taufan bilang bakalan pulang lebih cepat. Tapi waktu aku pulang, Kak Taufan belum ada. Kupikir Kak Taufan sudah pulang sekarang cuma lagi istirahat."
"Mungkin dia masih ada kesibukan."
Gempa hanya membalas dengan anggukan. Dia kembali berkutat dengan masakannya sementara Halilintar mengambil air minum untuk dirinya sendiri. Halilintar tak begitu ambil pusing mengenai Taufan, karena memang Taufan terkadang akan pulang terlambat jika memiliki banyak kegiatan. Meski cukup jarang saudara kembarnya yang periang itu pergi begitu pagi.
Saat waktu makan malam, Taufan belum kembali. Halilintar mulai merasa khawatir walau dia masih berusaha meyakinkan dirinya jika Taufan mungkin begitu sibuk hari ini. Lagi pula Taufan bukan lagi anak kecil, dia akan pulang ketika sudah menyelesaikan semua urusannya.
"Kak Upan mana?" Tanya Duri.
"Iya, kok nggak kelihatan dari pagi?" Blaze menimpali.
"Kak Taufan sibuk hari ini, jadi dia pergi sebelum kalian bangun. Mungkin dia masih sibuk makanya belum pulang." Jelas Gempa. Meski suara Gempa terdengar tenang, Halilintar tau adik kembarnya itu juga khawatir. Karena saat Gempa meliriknya, Halilintar dapat mengetahui pertanyaan diam dari Gempa melalui tatapannya.
Dimana Taufan?
Makan malam mereka masih berlangsung penuh keributan karena Blaze dan Duri yang masih menjahili adik bungsu mereka, Solar, tetapi tanpa Taufan yang ikut tertawa atau mengatakan lelucon, Halilintar merasa sangat kurang.
Setelah makan malam, Halilintar mencoba menghubungi Taufan. Tetapi tak ada satupun panggilannya yang terjawab. Ini hanya menambah kadar kepanikan Halilintar. Gempa telah berusaha menghubungi teman-teman Taufan yang dia kenal, namun mereka semua mengatakan jika Taufan sudah pulang dari kampus sejak sore dan tak ada yang melihatnya setelah itu.
Dimana sebenarnya Taufan?
Halilintar mengenal Taufan dengan baik. Walau dia jahil, Taufan tidak pernah pergi tanpa memberitahu mereka. Jikalau dia akan pulang lebih lambat, Taufan pasti mengirimi pesan pada salah satu dari mereka mengenai keterlambatannya. Dia juga selalu memberikan mereka perkiraan waktu kapan dia akan pulang untuk mencegah kepanikan. Lalu dimana adiknya itu?
Apa jangan-jangan Taufan diculik?
Tidak.
Taufan bukan anak kecil lagi. Tidak mungkinkan dia diculik?
Atau mungkin? Bukankah banyak kasus penculikan orang dewasa diluar sana?
Oke, pemikiran ini hanya membuat Halilintar bertambah panik. Dia harus tetap tenang. Dia harus memikirkan semua kemungkinan mengenai keterlambatan Taufan. Mungkin ponsel Taufan kehabisan daya yang membuat Taufan tak bisa menghubungi mereka?
Mungkin juga Taufan memang masih memiliki kesibukan hingga lupa memberitahu mereka?
"Kak Taufan nggak kecelakaan kan?" Celetuk Ice.
"Hush! Jangan ngomong gitu." Gempa menegur.
Halilintar tak tau pasti apa yang terjadi setelah itu. Karena pikirannya seketika menjadi kosong. Membayangkan alasan keterlambatan Taufan dikarenakan kecelakaan telah membuatnya terguncang. Dia berdoa berkali-kali agar tidak ada sesuatu yang terjadi pada adiknya itu.
Pukul 11 malam dan Taufan belum juga kembali. Sejak sejam yang lalu, Gempa sudah mulai modar-mandir karena khawatir. Blaze dan Ice juga nampak sama khawatirnya. Duri dan Solar menolak tidur sebelum mereka tau Taufan baik-baik saja. Mereka mungkin tak akan sekhawatir ini jika saja Taufan bisa dihubungi dan mengatakan dia ada dimana sekarang.
Beberapa kali Halilintar menawarkan diri untuk mencari Taufan tetapi Gempa menghentikannya karena hujan lebat di luar dan mereka pula tak tau dimana Taufan berada.
Tetapi Halilintar tak mungkin diam begitu saja 'kan? Adiknya entah dimana saat ini, tak bisa dihubungi dan hujan turun begitu deras di luar. Bagaimana jika sesuatu terjadi pada Taufan? Bagaimana jika, ketika dia pulang dia malah mengalami kecelakaan karena hujan deras di luar?
Pukul 11.13 malam, ponsel Halilintar berbunyi. Panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Halilintar mulai merasa was-was, apa Taufan benar-benar diculik dan sekarang penculiknya menelepon mereka untuk meminta tebusan?
Semua adiknya berkumpul di sekitar Halilintar saat dia menjawab panggilan tersebut. Halilintar belum mengucapkan 'Halo' ketika si penelepon mulai memarahinya.
"Woi Gledek, bawa pulang adek lo."
"Hah?"
Otak Halilintar mendadak tak mampu memproses apa yang terjadi. Bahkan adik-adiknya juga nampak kebingungan. Namun Halilintar seperti mengenali suara tersebut.
"Jangan 'Hah' doang lo. Adek lo ini dari sore di rumah gua mulu. Mana dia monopoli Pang lagi. Ini malah tidur di kamar Pang. Bawa pulang adek lo!"
"Itu Kak Kaizo." Gempa berbisik.
Tanpa Gempa beritahu, Halilintar telah menyadari siapa si penelepon kurang ajar ini. Kaizo. Kakak laki-laki Fang yang aneh itu. Sialan. Dia sangat tidak menyukai pria itu.
"Ini adek lo mau dibawa pulang atau nggak? Gua buang kalau kelamaan."
"Ya menurut lo gimana? Bangunin tuh anak, gua jemput sekarang." Halilintar membalas dengan kesal. Dia memutus panggilan secara sepihak dan bergegas bersiap untuk menjemput Taufan dari rumah si brother complex dan si maniak popularitas. Kaizo dan Fang.
"Kak, jangan ngebut. Jangan juga mukul Kak Kaizo walau dia nyebelin." Pesan Gempa sebelum Halilintar pergi. Yang mana Halilintar tak bisa berjanji menepati keduanya.
Halilintar akan memastikan memarahi Taufan dengan benar karena sudah membuat seisi rumah panik.
Fin
Author's Note
Jadi, ponsel Taufan memang kehabisan daya, karena itu panggilan dari Halilintar berakhir tak terjawab. Dia juga berada di rumah Fang untuk mengerjakan tugas mereka namun berakhir ketiduran karena kelelahan.
Kaizo awalnya membiarkan Taufan beristirahat di rumahnya, tetapi sampai dia pulang kerja, Taufan masih berada di rumahnya bahkan tidur di kamar Fang-karena mereka ngerjain tugas di kamar Fang-ini bikin Kaizo jengkel. Dia mau quality time bareng Fang padahal.
17 Februari 2024
Edit: 23 Oktober 2024