CHAPTER - 1

59 24 82
                                    

"UCEL!! Abang tinggal juga nih!" Bintang berteriak hingga urat-urat lehernya menonjol.

"Ucel cepetan astaga! Hari ini abang ada ulangan matematika Cel!" Bintang kembali berteriak, tapi tak ada jawaban dari adiknya.

"Oke Cel! Abang udah setengah jam nunggu, Ucel bareng sama pak Kamto aja!" Bintang berlari keluar dan sudah bersiap menunggangi motor kesayangannya.

"ABANG!! TUNGGUIN LUNA! LUNA BELUM SELESAI NATA RAMBUT LUNA!!" Luna berlari terbirit-birit, bahkan dia beberapa kali hampir terjatuh.

"Astaghfirullah Cel, lo bukan adek gue sumpah." Bintang ternganga melihat penampilan rambut Luna yang masih berantakan, bagian belakang sudah diikat, tapi bagian depan dan beberapa bagian di samping tidak ikut terikat.

"Ya kan Luna belum bisa ngiket rambut sendiri, biasanya dibantuin sama Bunda." Luna mengerucutkan bibirnya.

"Ya kan ada mbok Mami Cel, yaampun." Bintang dengan raut gemas mengunyel-unyel pipi Luna. Adiknya yang satu ini memang kadang membuat emosi nya menggebu-gebu.

"Udahh tadi, cuma Luna gak suka! Luna cuma mau di tatain sama Bunda."

"Asal lo tau ya Cel, bunda sama ayah balik kesini 3 hari lagi. Lo mau rambut lo jadi sarang burung?" Bintang memijat pelipisnya, tanda dia sudah frustasi dengan kelakuan adiknya. Memang orang tua mereka sedang berada di luar kota selama 1 minggu untuk urusan bisnis. Jadi, hanya ada mereka dan beberapa pembantu di rumah.

"Yaudah, cepet naik. Keburu telat kita nanti."

"Tapi kan baru jam setengah tujuh bang."

"Ck, abang kan nganterin Ucel dulu, baru ke sekolah abang." Bintang berdecak malas.

Luna pun langsung naik ke motor Bintang, "Lets go!!" Luna berteriak sumringah, karena dia berkesempatan untuk di ajak naik motor. Karena jika orang tuanya di rumah, dia dilarang naik motor, dan akan diantar naik mobil oleh supir mereka yaitu pak Kamto.

Bintang pun memakai helm dan mulai menyalakan motornya "pegangan Cel," perintah Bintang pada Luna.

"Iyaa".

Sekitar 15 menit perjalanan, Luna memandang jalanan sekitar dengan mata berbinar. Angin yang berhembus membuat ikat rambutnya lepas, tapi Luna malah senang. Dia merentangkan ke dua tangannya menikmati angin jalanan yang menurutnya terasa menyegarkan.

"Pegangan Cel! Nanti jatoh gimana? Gak usah nyari penyakit lo!"

"Iya-iya, gitu aja marah-marah." Gumam Luna dan dia kembali melingkarkan tangannya ke pinggang Bintang.

****

"Sudah berapa kali ibu ngingetin kamu Bintang, kamu udah kelas dua belas sekarang. Kurangi hal-hal yang bikin nilai kamu jadi jelek. Kamu ini, sudah nilai jelek, kelakuan juga. Apa yang mau ibu katakan sama Ayah kamu besok Bintang?"

Itu adalah pidato andalan dari bu Ninuk, guru BK yang sangat mengenal Bintang. Ya, karena Bintang siswa yang kerap kali melanggar peraturan sekolah.

Bintang hanya diam, dia saat ini sedang dihukum membersihkan toilet. "Ini orang ngoceh mulu kaga capek apa," gumam Bintang dalam hati.

"Kamu dengerin saya gak!!"

"I-iya cantik, dengerin kok." Bintang tersenyum manis ke bu Ninuk.

"Berani ya kamu godain saya!"

"Enggak ibu, ibu kan emang cantik. Ya walaupun sedikit keriput sama ubanan tapi ibu tetep keliatan." Bintang berjongkok meremas kain pel yang baru saja di celupkan ke ember.

Wajah bu Ninuk memerah, menandakan amarah nya semakin menggebu. Dengan perasaan jengkel bu Ninuk kembali bertanya maksud perkataan Bintang "Keliatan apanya?"

BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang