Prolog

23 2 2
                                    

*) Cerita ini masih banyak kekurangan. Mohon maaf apabila kalian menemukan banyak penempatan tanda baca yang keliru. Meski begitu, aku mengecam keras apapun bentuk tindakan plagiat! Aku bikin prolog nya aja butuh waktu berhari-hari setelah ketik-hapus-ketik-hapus. Jadi, dimohon kerjasama nya, ya?

Selamat Membaca.
.
.
.

Prolog.


"Nikahi aku, atau kita putus?!"

Ucapan Sania yang sarat akan ancaman tersebut membuat Rifky tersedak air kelapa muda yang baru saja ia minum langsung dari batoknya. Pemuda yang memasuki usia awal 20 tahunan itu terbatuk-batuk sampai matanya berair. Pertanyaan itu mengejutkan nya. Rifky tidak tahu kenapa tiba-tiba sekali Sania bicara perihal pernikahan setelah sebelumnya mereka masih berbincang santai mengenai makanan kesukaan.

Sania yang mendengar itu kontan menoleh. Ponsel yang dari tadi dalam genggaman, diletakkan dulu diatas meja kayu bertaplak banner iklan mie instan yang disiapkan pedagang, tanpa berniat mematikan layar yang masih menampilkan laman Instagram.

Tangannya masuk kedalam ransel cokelat dalam pangkuan, sebelum keluar kembali membawa benda persegi berbahan dasar katun, berwarna kuning cerah dengan ukiran namanya dipojok kanan atas. Tak lupa menyodorkan satu botol berisi air mineral yang selalu dia bawa dari rumah setiap bepergian.

"Kenapa mendadak ingin dinikahi, Nia?" tanya Rifky setelah merasa lebih baik. Namun, agaknya ia salah bicara. Rifky akui dia bodoh dalam merangkai kata. Sania jelas tersinggung atas ucapannya barusan.

Wanita itu merasa tidak diinginkan pacarnya sendiri.

Rifky gelagapan, bukan itu maksudnya. "Maksud aku, kita nikmati dulu masa-masa pacaran." Sania masih diam. Jelas tahu jika si pria hanya tengah mencari-cari alasan. "Kita masih sama-sama muda, Nia. Membicarakan pernikahan sekarang, aku rasa masih terlalu dini."

Rifky benar-benar payah dalam mengambil hati kekasihnya. Bukannya merasa lebih baik, Sania justru semakin dongkol.

Gadis itu meraih kembali ponselnya, dia biarkan jarinya yang tidak terlalu lentik menari-nari diatas layar sebelum menyodorkan kearah Rifky.
Dahi Rifky berkerut, namun tak urung tangannya tetap menerima ponsel. Sebuah video berdurasi tidak lebih dari tiga puluh detik terputar.

"Kamu tahukan siapa yang ada dalam video itu?" Rifky mengangguk. Aktor utama dalam video adalah teman sekelas mereka dulu. "Kamu lihat, teman-teman kita aja banyak yang udah nikah. Mereka juga gak kaya-kaya amat, biasa-biasa aja hidupnya. Tapi, apa? Mereka terlihat bahagia, karena mereka ngejalaninnya sama-sama. Lagian, apa yang salah si dari nikah muda?" Tanya Sania panjang lebar.

Rifky sendiri tidak bisa menahan helaan nafasnya agar tidak terdengar berat. "Apa yang ditampilkan disosmed belum tentu sesuai dengan aslinya sayang." Dia mengelus lembut rambut sepinggang Sania yang hari ini tergerai. Berharap bisa sedikit melunakkan kekerasan kepalaan pacarnya. Namun yang terjadi Sania justru menghemps kasar tangannya. Tidak sudi disentuh setelah mendapat penolakan. "Zaman sekarang, apa-apa dibuat status, apa-apa dijadikan konten seolah butuh pengakuan dunia bahwa hidup mereka sekarang sudah bahagia. Padahal, realitanya kebanyakan gak seperti itu."

Sejujurnya Rifky tidak mempermasalahkan hal-hal semacam itu selama tidak merugikan orang lain. Hanya ke bawa kesal saja, karena pemikiran Sania tentang pernikahan secetek itu cuma gara-gara iri lihat temannya sudah pada nikah.

Sania marah. Dia berpikir Rifky terlalu mencari-cari alasan. "Udahlah Ki, bilang aja kamu emang gak mau nikahin aku, kan? Alasan kamu gak masuk di aku."

Rifky mencoba bersabar. Menghadapi Sania yang seperti ini, jelas tidak akan mudah.

"Mana mungkin aku gak mau nikahin perempuan yang aku cinta?"

Sania mendecih. Ini yang dia tidak suka. Untuk seseorang yang terlalu sering bilang aku cinta kamu kepadanya, tapi saat diminta untuk lebih serius memberikan segudang alasan. Rifky terlihat membual, membuat Sania benar-benar muak.

Rifky tahu pembicaraan ini akan panjang. Beruntung tidak ada pembeli lain selain mereka disini. Seenggaknya, keributan yang mereka ciptakan tidak mengganggu banyak orang.

Dia memang tidak punya pilihan lain selain jujur. Semoga untuk alasan yang satu ini Sania bisa mengerti. "Aku belum ada tabungan sama sekali, Nia. Aku gak mau uang jadi sesuatu yang menyebabkan keributan rumah tangga kita nantinya." Dua tahun lulus dan cari kerja hasilnya nihil. Baru tiga bulan belakangan Rifky memutuskan untuk jadi driver ojek online yang itupun penghasilannya tidak bisa diukur pastinya berapa. Buat beli rokok saja, kadang masih harus minta sama orang tua.

"Aku takut gak bisa menuhin kebutuhan kamu. Aku takut kamu gak bahagia hidup sama aku." Lanjutnya lirih. Rifky terlalu mencintai Sania, sampai dia merasa takut perihal masa depan gadis itu.

Sebenarnya Sania merasa sedikit tersentuh mendengar ucapan Rifky, tapi dia tidak boleh lengah. Sania sudah capek bekerja dan menanggung hutang orang tuanya. Dia juga ingin ditanggung biaya hidupnya. Satu-satunya cara adalah menikah. Dengan itu, semua masalah hidupnya akan terselesaikan. Setidaknya itu yang dia pikirkan.

Sania jelas mengenal Rifky, dia tahu bahwa lelakinya akan mengusahakan apapun demi kebahagiaan nya. Jadi, meski sekarang lelaki itu mengatakan belum cukup uang, dia tidak begitu khawatir.

"Aku gak mau tahu, Ki. Pilihan kamu cuma dua, nikahi aku, atau kita putus." Sania berdiri, sudah siap untuk pergi. Namun, Rifky mencekal pergelangan tangannya.

Hening beberapa detik.

"Ayok menikah, Nia."

Rifky tahu dia sudah kalah. Dan, Sania jelas tahu, apa yang membuat Rifky tidak berdaya.

"Aku terima lamaran kamu sayang." Katanya senang langsung memeluk Rifky sayang.

.

.

.

Tbc

Jumat, 15 Maret 2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wajah Asli Pernikahan: SaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang