Setelah tiga hari kepergian kedua orang tua Uka serta adik nya, tidak terlihat perubahan pada diri Uka. Ia masih terus saja melamun. Selama tiga hari ini, Uka tak memakan sesuap nasi untuk mengisi perutnya. Uka ke dapur hanya sekedar meminum air putih kemudian Kembali lagi masuk kedalam kamarnya.
Bik Suci yang bingung lantas menemui pak Budi yang sedang membenarkan mesin cup mobil. “Pak Budi kita harus gimana lagi ya supaya den Uka mau makan. Sudah tiga hari perutnya tidak diisi nasi.”
Pak Budi segera menghentikan pekerjaannya sejenak, “Ya gimana lagi, kita juga gak bisa maksain.”
Bunyi klakson mobil dari arah depan gerbang nampak sudah tak sabar ingin masuk. Sebelum Pak Budi membukakan gerbang, ia dan bik Suci saling berpandangan satu sama lain, mereka juga saling melemparkan pertanyaan.
Bik Suci segera menyuruh pak Budi agar dapat membukakan pintu gerbang. Setelah sebuah motor ZX-25R masuk, Nampak seorang pemuda turun dari motornya. Pemuda itu menghampiri pak Budi dan bik Suci yang masih menatap tajam kearahnya.
“Permisi pak, bik. Uka nya ada?” tanya Elgar pada pak Budi dan bik Suci.
Pak Budi dan bik Suci kembali saling bertatap-tatapan, dengan canggung mereka menjawab kompak, “Ada di dalam.”
“Oh, sebelumnya kenalin dulu. Saya Elgar sepupu Uka sekaligus teman masa kecilnya,” Elgar mengulurkan tangannya dengan memperkenalkan diri.
Pak Budi dan bik Suci membalas lembut jabatan tangan Elgar. “Saya bik Suci dan ini pak Budi”
“Yaudah langsung masuk aja, den Uka ada di kamarnya.” Bik Suci mempersilahkan agar Elgar segera masuk.
“Baik bik terima kasih. Kalo begitu saya masuk dulu ya, mari pak, bik.” Balas Elgar dengan antusias.
Elgar segera masuk tanpa berpikir Panjang. Elgar memperhatikan setiap sudut rumah itu dengan mata berbinar. Ia sangat takjub dengan beberapa foto yang terpajang disetiap ruangan serta beberapa koleksi mainannya dulu Bersama Uka yang juga masih terpajang dalam rak hias.
“Dari dulu emang keluarga MAHESWARA selalu buat gua takjub dan iri. Kebersamaan mereka bahkan gak pernah berubah sedikitpun. Walaupun kini mereka udah gak ada tapi gua merasa kalo mereka stay disini.” Batin Elgar mengingat Kembali keluarga MAHESWARA waktu dia masih kecil.
Elgar segera menaiki tangga menuju kamar Uka. Ia membuka pintu kamar Uka dengan cepat serta melihat Uka yang tertidur pulas dengan bingkai foto dalam dekapannya. Elgar yang merasa kasihan menurunkan niatnya untuk membangunkan Uka. Ia pun Kembali kebawah untuk melihat beberapa ruangan yang dulu sering ia tempati untuk bermain bersama Uka.
Elgar adalah sepupu jauh Uka yang tinggal di Inggris, ia memang tak pernah berkunjung ke rumah Uka sejak sembilan belas tahun lalu. Semasa kecil, Uka dan Elgar selalu bermain bersama dan tumbuh kembang bersama.
Namun suatu hari Elgar harus ikut ayah dan bundanya untuk tinggal di Inggris. Uka dan Elgar terpaksa berpisah untuk waktu yang cukup lama dan kini Elgar kembali untuk bertemu dengan Uka.
“Ruangan ini masih sama seperti dulu, bahkan setelah sembilan belas tahun gua pindah.” Kata Elgar dengan kesenangan.
“Siapa disana?” ucap seseorang dari arah belakang Elgar. Elgar yang seperti mengenal suara itu segera membalikkan badannya menghadap sumber suara.
“Haii bro!” jawab Elgar mengembangkan senyumannya.
“Elgar?” tanya Uka kembali yang terkejut atas kedatangan sepupu masa kecilnya itu.
“Iya, ini gua Elgar.” Balas Elgar membentangkan tangannya.
Uka berlari memeluk Elgar dengan kuat. Mereka merasa sama-sama senang karena sekian tahun terpisah akhirnya mereka bisa kembali bertemu menjawab semua kerinduan yang telah lama terpendam.
“Kok lo mau dateng gak kabarin gua sih.”
“Gua sengaja biar surprise aja. Btw gua turut berduka cita ya buat om, tante dan juga Rissa.” Tutur Elgar menepuk pundak Uka. Ia mencoba menguatkan sepupunya itu.
“Thank’s ya El.” Uka memberikan senyum tipis.
“Udah dong jangan sedih terus, kasian om Marvin, tante Marisa sama Rissa kalo lihat lo kaya gini terus.” Dengan sigap Elgar merangkul Uka dengan hangat.
“Hm.”
Kemudian setelah semuanya kembali normal, Elgar mengajak Uka untuk makan siang bersama. Uka menolaknya beberapa kali namun usaha Elgar dalam hal merayu tak pernah gagal. Dengan terpaksa Uka mengikuti permintaan Elgar untuk makan siang bersama.
Elgar lantas memanggil bik Suci untuk segera menyiapkan makan siang untuk mereka berdua. Tidak membutuhkan waktu lama, makan siang sudah siap untuk disantap. Elgar sangat bersemangat untuk makan, karena sebelum sampai disini ia sama sekali belum mengisi perutnya dengan sebutir nasi.
“Makan yang banyak Ka biar gak lesu gitu. Nih kaya gua makan banyak.” Celetuk Elgar yang menambah porsi makannya.
Uka hanya bisa melotot Ketika Elgar makan dengan porsi yang cukup besar. Sedangkan ia sesuap nasi pun sangat hambar sekali rasanya. Uka perlahan-lahan mencoba untuk makan meskipun perutnya menolak tapi ia tidak bisa memperlihatkannya di depan Elgar.
Bik Suci dan pak Budi yang melihat Uka yang ingin makan lagi akhirnya senang, perasaan mereka menjadi lega. “Semoga saja den Uka mau terus makan ya bik kaya sekarang ini.” Kata pak Budi penuh semangat.
“Iya pak. Aamiinn.” Sahut bik Suci berharap.
Uka dan Elgar telah menghabiskan makan siangnya Bersama, kemudian Uka memilih langsung pergi ke kamarnya serta meninggalkan Elgar yang masih mencuci mulutnya dengan buah-buahan yang tersaji.
Elgar tak menghiraukan kepergian Uka secara tiba-tiba itu, ia masih melanjutkan nya dengan nikmat. Saat Elgar akan memasukkan sepotong buah kedalam mulutnya, bik Suci datang menghampirinya dengan diam-diam. Bik Suci memberi sebuah amplop kepada Elgar agar ia dapat memberikan amplop itu kepada Uka.
“Ini adalah sebuah surat wasiat dari Pak Marvin untuk den Uka. Namun bibi takut untuk memberikan surat ini secara langsung sama den Uka. Bibi mohon sama den Elgar supaya dapat memberikan amplop ini. Bibi percaya sama den Elgar kalo den Uka dapat menerima surat wasiat itu.” bisik bik Suci penuh keyakinan.
“Kalo begitu Bibi pamit Kembali kebelakang, permisi.” Lanjut bik Suci melangkahkan kakinya ke dapur.
Elgar menatapnya sebentar sebelum ia berikan kepada Uka. Elgar beranjak melangkahkan kakinya untuk menghadap Uka. Di saat Elgar membuka pintu kamar Uka, ia melihat Uka yang termenung memegang bingkai foto sembari mengusap-usapnya.
Elgar dengan keyakinannya duduk disamping Uka. Ia lantas memberikan amplop yang berisikan surat wasiat itu kepada Uka. Uka yang sedang termenung segera tersadar, ia pun menerima amplop itu dengan sedikit nampak keraguan dalam raut wajahnya.
“Sekarang Lo buka itu amplop terus lo baca isinya.” Tutur Elgar mengarahkan Uka sembari menepuk pundaknya.
TBC 👉
Vote & Coment ☝️
KAMU SEDANG MEMBACA
ILUKA
Teen FictionIluka Ervanocean Maheswara. Pemuda yang berhati lemah lembut dan penyayang, mempunyai ikatan batin yang sangat kuat dengan lautan. Lahir dari keluarga yang memiliki kekayaan tiada Tara. Uka selalu mendapatkan Physical touch dan quality time dari ke...