Chapter 2

682 37 1
                                    

"Mr. Frederick, do you need our help?"

"Tidak, cukup." Segerombolan petinggi perusahaaan memisahkan diri.

"Pak, hari ini ada rapat paripurna."

"Ok."

"Pak, masyarakat menganggap Anda terlibat dalam kasus korupsi e-KTP."

"Saya tidak terlibat."

"Warganet ramai menyerbu akun sosial media Bapak dengan berbagai asumsi dan hoaks."

"Tolong bacakan, Yahya."

"Baik, Pak. Begini—'Sudah tua, ingat usia, Pak. Jangan hanya bungkam. Kembalikan uang masyarakat. Dasar tidak amanah!' Lalu, ia juga menuliskan 'Indonesia membutuhkan Dewan Perwakilan yang jujur! Saya menyesal karena telah memilih Bapak. Jika kerjaan Bapak hanya diam seperti pengecut! Lalu memakan duit kotor! Lebih baik mundur saja dari jabatan Bapak!' Begitu, tulisnya." Ucap Yahya. Beckham merundukkan kepalanya.

Derap langkah kaki pria itu terhenti. Yahya condongkan layar iPad ke depan bosnya. Mempersilakan Beckham menggulir layar ke arah yang berlawanan. Terdapat enam ribu komentar yang masuk dalam unggahan terakhirnya. Membaca seksama asumsi-asumsi publik yang jika digulir maka semakin dipertanyakan kekredibilitasannya. Isinya hanya meliputi hoaks dan berbagai kecaman-kecaman dari luar terhadap orang-orang terdekatnya. Keluarga dan anak.

"Saya tidak pernah merasakan sepeser pun duit e-KTP. Biarkan saja." Tegas Beckham apa adanya. Yahya sang Asisten pribadi, tidak banyak berkomentar. Mengangguk kalem. Memisahkan jarak kembali dengan sang bos.

Langkah tegapnya membawa Yahya sigap mengekorinya dari belakang. Sudah 5 tahun sejak masa pelantikannya sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Periode 2019-2024. Namun, sosok Frederick Beckham Nasution, tidak pernah berubah. Pria itu menjadi teladan yang baik untuk masyarakat.

Sikapnya hangat dan ramah. Tak sedikit pun perkataan pria itu pernah menyakiti hatinya. Meski kesenjangan sosial di antara mereka tinggi. Namun, bosnya menghormatinya. Yahya sendiri bukanlah seorang ASN. Bukan juga anggota TNI-Polri. Menjadi Asisten adalah sebuah pencapaian luar biasa besar dalam hidupnya. Mengingat dulu dirinya hanyalah seorang buruh pabrik biasa.

"Saya istirahat, ya. Pukul sepuluh tolong langsung bangunkan saya, Yahya."

"Baik, Pak."

Dr. Frederick Beckham Nasution.
Chief Executive Officer

Pintu berwarna abu gelap itu tertutup rapat. Menyisakan papan nama yang terlihat mahal di depan sana. Yahya hela napas berat. Tiga puluh delapan jam dalam perjalanan. Baru sekarang pria itu pamit untuk istirahat. Kalau bisa dirinya memutuskan. Yahya ingin sekali melihat bosnya tertidur dalam waktu yang lama. Tujuh jam misalnya. Namun, sayangnya dia tidak memiliki wewenang untuk bersikap semaunya. Berdiri kalem di depan pintu. Kedua tangan Yahya saling bertaut di depan tubuh. Setiap dua menit sekali ia cek jam digital di pergelangan tangannya.

Tok, tok, tok.

Yahya ketuk singkat pintu kayu itu. Hingga tak berselang lama terdengar decit pintu yang bergesek. Berdiri pria dengan tuksedo yang cukup lusuh di balik pintu. Menggaruk rambutnya yang mulai tumbuh uban dengan mata yang menyipit tak suka. "Pukul sepuluh, Pak." Ucap Yahya merunduk sopan. Beckham anggukkan kepalanya singkat. Tersenyum tipis sembari menepuk pundak kiri Yahya.

"Terima kasih."

"Sama-sama, Pak."

* * * * *

Operasi Tangkap Tangan (OTT) adalah salah satu langkah yang dilakukan aparat penegak hukum dalam mengungkap siapa-siapa saja dalang di balik setiap kasus penyelewengan. Tersangka akan ditangkap di tempat kejadian perkara dalam keadaaan sedang melakukan tindak pidana tersebut. Naas, operasi ini harus dipersulit karena adanya keterlibatan para petinggi-petinggi negara, pejabat Polri, dan pengusaha nomor sekian di Indonesia yang turut andil dalam kasus tersebut. Maka tidak heran jika kasus tindak pidana korupsi terkait pengadaan e-KTP ini belum juga menemukan titik terang meski aparat penegak hukum sudah melakukan penyelidikan dan investigasi sejak beberapa tahun silam.

Lolita's : Nothing is PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang